Banyak Stereotipe dan Mitos yang Harus Dirubah Tentang Madrasah
NU Online · Senin, 31 Januari 2005 | 01:09 WIB
Oxford, NU Online
Setelah peristiwa sebelas September yang menghancurkan gedung WTC di New York Amerika Serikat, terdapat peningkatan sikap stereotipe pada madrasah oleh media, pembuat kebijakan dan akademisi di negara maju. Ada anggapan bahwa madrasah merupakan tempat pendidikan yang menumbuhkan sikap intoleransi dan bahkan pusat pendidikan yang menghasilkan para teroris.
Hal tersebut diungkapkan oleh Prof. Muhammad Talib, pengajar dalam dialog dengan delegasi NU di Oxford Center for Islamic Studies beberapa hari yang lalu.
<>Talib mengungkapkan bahwa beberapa negara yang tergantung pada bantuan Amerika Serikat juga telah meningkatkan kontrol atau menawarkan reformasi terhadap madrasah yang ada di negaranya masing-masing.
PM Pakistan Pervez Musharraf dalam usaha untuk mereformasi madrasah juga menetapkan aturan dimana hanya madrasah tertentu yang sudah diregistrasi yang dapat menerima dana zakat. Musharraf juga didukung oleh pemerintah Bush yang telah memberikan dana 34 juta dolar untuk mereformasi madrasah setelah peristiwa 11/9.
Di Indonesia peristiwa yang sama juga terjadi. Pada kunjungan Bush ke Bali pada 22 Oktober 2003 juga menawarkan bantuan untuk mereformasi kurikulum madrasah. Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi yang hadir pada dialog waktu itu menolak usulan tersebut karena madrasah atau pesantren yang ada di Indonesia, terutama yang dikelola oleh NU sangat toleran terhadap ajaran agama lain dan jauh dari sterotipe yang digambarkan. Tawaran bantuan tersebut juga mendapat tentangan keras dari berbagai pihak di Indonesia sebagai salah satu bentuk intervensi Amerika ke Indonesia.
Talib juga mengungkapkan bahwa di India juga telah muncul protes keras terhadap stereotipe yang dikemukakan yang dilakukan oleh para ulama dan pengasuh madrasah untuk menentang opini bahwa mereka bukanlah teroris.
“Salah satu reporter melaporkan keberadaan madrasah di Thailand Selatan dan tidak dapat menemukan bahwa madrasah tersebut merupakan sumber terorisme, tetapi mengatakan bahwa madrasah tersebut lebih baik mereformasi diri untuk sesuai dengan contoh yang dikemukakan oleh reporter sebagai madrasah yang baik,” ungkapnya.
Sebenarnya laporan bahwa madrasah telah menghasilkan terorisme perlu dikaji kembali. Satu laporan mengklarifikasikan bahwa mayoritas pejabat dan pekerja Taliban ditingkat rendah tidak pernah memasuki sekolah Taliban. Demikian juga ribuan mujahidin yang bertempur melawan Soviet di Afganistan bukanlah lulusan madrasah.
Pada zaman perang tersebut, Amerika Serikat mensuplai senjata dan literatur religius yang membanjiri madrasah Pakistan dan didesain oleh Centre for Afganistan Studies at the University of Nebraska-Ohama dibawah USAID pada awal 1980-an.
Teks book tersebut ditulis oleh ahli Afganistan dari Amerika dan pendidik anti soviet. Mereka bertujuan mempromosikan nilai-nilai mujahidin dan training militer diantara orang Afgan. Bahkan pengungsi Afganistan dan Pakistan di madrasah belajar matematika dengan menghitung jumlah orang Rusia yang mati dan senapan Kalashnikov.
Tiga Mitos Salah Tentang Madrasah
Talib yang juga mengajar antropologi menambahkan bahwa terdapat tiga mitos salah tentang madrasah yang terus dipercayai sampai saat ini. Mitos pertama adalah keyakinan bahwa institusi pendidikan yang tidak tergantung pada pendanaan negara perlu dicurigai. Pikiran tersebut karena madrasah memiliki sumberdana selain uang untuk membiayai operasinya.
Memang, sudah hal yang umum karena madrasah atau pesantren biasanya terdapat di pedesaan dan keluarga yang mengirim anaknya ke madrasah biasanya juga membayar dengan hasil pertanian yang mereka miliki, atau tenaga untuk membangun sekolah, bahkan gaji guru juga dibayar dengan model ini.
Mitos kedua berkaitan dengan keyakinan bahwa siswa yang menjalani kurikulum modern bisa terserap dalam kelas menengan. Jika lulusan madrasah tidak mampu menemukan pekerjaan di pasar kerja, ini berkaitan dengan pemikiran model tersebut karena mereka hanya memahami fikih, bukan teknik yang menjadi kebutuhan di pasar kerja modern.
Secara umum setelah selesai dari madrasah atau pesantren, para santri biasanya kembali ke tempat asalnya dan mereka menjalani pekerjaan sesuai dengan pekerjaan dari orang tuanya, anak petani tetap menjadi petani demikian juga anak pedagang juga akan menjadi pedagang. Namun demikian pendidikan madrasah melengkapi mereka dengan upaya untuk memahami makna hidup dan melewati banyak krisis dengan cara-cara agama.
Mitos ketiga adalah madrasah tidak toleran diantara siswanya ka
Terpopuler
1
KH Miftachul Akhyar: Menjadi Khalifah di Bumi Harus Dimulai dari Pemahaman dan Keadilan
2
Amerika Bom 3 Situs Nuklir Iran, Ekskalasi Perang Semakin Meluas
3
Houthi Yaman Ancam Serang Kapal AS Jika Terlibat dalam Agresi Iran
4
Nota Diplomatik Arab Saudi Catat Sejumlah Kesalahan Penyelenggaraan Haji Indonesia, Ini Respons Dirjen PHU Kemenag
5
Menlu Iran Peringatkan AS untuk Tanggung Jawab atas Konsekuensi dari Serangannya
6
PBNU Desak Penghentian Perang Iran-Israel, Dukung Diplomasi dan Gencatan Senjata
Terkini
Lihat Semua