Tokoh

Kiai Moch Anwar, Ulama Produktif Penulis Ratusan Buku

Jum, 14 Februari 2020 | 16:00 WIB

Kiai Moch Anwar, Ulama Produktif Penulis Ratusan Buku

KH Moch Anwar Subang. (Foto: Dok. Keluarga)

Subang, NU Online
Bagi santri yang baru mempelajari ilmu nahwu dasar mungkin tidak asing dengan buku Ilmu Nahwu terjemahan kitab Jurumiyah dan Imrithi berjilid hitam. Karena santri tingkat awal biasanya memegang buku tersebut untuk memudahkannya dalam mempelajari ilmu nahwu saat berada di kobong.

Sosok penulis buku tersebut adalah KH Moch Anwar. Ia merupakan putra dari pasangan H Abdul Ghofur dan Hj Siti Komariyah yang lahir di Desa Cikeuyeup, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang pada 17 Mei 1924. Ia wafat pada 24 Februari 2002 dan dimakamkan di makam Jati, Kecamatan Cisalak.

Salah seorang santri sekaligus teman perjuangan Kiai Anwar, KH Abdu Manaf menjelaskan, pada tahun 1984 Kiai Anwar mendirikan pesantren Miftahul Ulum yang berlokasi di Subang kota. Sejak 1991 Kiai Manaf mulai terlibat aktif dalam mengelola Pesantren tersebut.

Setidaknya ada dua ulama yang menjadi sanad keilmuan Kiai Anwar yaitu KH Muhyidin, pendiri Pesantren Pagelaran Subang sekaligus Panglima Hizbullah Jawa Barat dan KH Zaenal Mustofa pendiri Pesantren Sukahideng Tasikmalaya, Pahlawan Nasional yang dieksekusi Jepang di era kemerdekaan.

Pengetahuan agama yang dimiliki Kiai Anwar dituangkan dalam beberapa buku. Dari tangannya lahir 102 buku yang sudah diterbitkan beberapa penerbit di Bandung dan Jakarta. Selain itu, ada sekitar 10 naskah yang belum sempat diajukan kepada penerbit. Buku-buku tersebut mencakup berbagai disiplin ilmu seperti nahwu dan shorof, fiqih, tauhid, tasawuf, usul fiqih dan sebagainya.

Tidak terbitnya 10 naskah itu tidak lepas dari peran pentashih yang telah wafat sehingga Kiai Anwar tidak berani mengajukan naskah tersebut kepada penerbit. Sosok tersebut adalah KH Abdul Wahab Muhsin yang tiada lain merupakan sahabatnya sendiri sekaligus pengasuh Pesantren Sukahideung pengganti Kiai Zainal Mustofa.

Biasanya, sebelum naskah masuk penerbit, Kiai Anwar berangkat ke Tasikmalaya untuk meminta tabayun dan tashih kepada KH Abdul Wahab Muhsin. Namun, sejak Kiai Wahab sakit dan wafat sekitar tahun 2000, proses pentashihan ini mengalami kendala.

Kiai Manaf yang juga Wakil Rais PCNU Subang itu bercerita, saat Kiai Anwar dirawat di rumah sakit, ia diminta berangkat ke Tasikmalaya untuk meminta tashih kepada Pengasuh Pesantren Sukahideng yang saat itu dipegang oleh KH Syihabudin Muhsin. Naskah tersebut berjudul Seluk Beluk Ushul Fiqih.

Saat sampai di Sukahideng, Kiai Syihab menolak permintaan Kiai Anwar untuk mentashih karya terbarunya itu. Alasannya, karena Kiai Syihab sudah percaya dengan kemampuan dan keilmuan Kiai Anwar. Selain itu, ia juga tidak berani mentashih naskah tersebut karena hal itu merupakan 'maqomnya' Kiai Wahab.

"Kiai Syihab memang sangat tawadlu. Padahal saya tahu beliau itu ulama yang sangat cerdas," ungkap Kiai Manaf menirukan ucapan Kiai Anwar saat mendengar naskahnya ditolak untuk ditashih oleh Kiai Syihab.

Di dunia pergerakan, Kiai Anwar lebih memilih organisasi Tarbiyah dari pada NU. Kiai Manaf menduga, alasannya adalah Kiai Anwar akan lebih leluasa berdakwah jika masuk Tarbiyah. Sebab, saat itu NU sedang ditekan oleh rezim Orde Baru.

Peristiwa ini sangat mirip dengan gurunya, KH Zainal Mustofa yang berpamitan dengan pengurus NU Tasikmalaya saat ia akan berjuang melawan Jepang. Karena, jika tidak berpamitan dikhawatirkan perlawanannya itu akan menyeret nama NU.
 
Kontributor: Aiz Luthfi
Editor: Musthofa Asrori