Parlemen

Jubir Tolak Penundaan Pilkada, Anggota DPR Nantikan Presiden Umumkan Sendiri

Sen, 21 September 2020 | 17:58 WIB

Jubir Tolak Penundaan Pilkada, Anggota DPR Nantikan Presiden Umumkan Sendiri

Anggota DPR FPKB, Luqman Hakim (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Luqman Hakim tidak mempercayai mengenai penyampaian Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengenai sikap Istana yang bersikukuh akan tetap melaksanakan Pilkada 9 Desember 2020. 

 

“Saya tidak percaya apa yang disampaikan Jubir Fadroel sebagai respon penolakan resmi Presiden Jokowi atas saran dan pemintaan penundaan Pilkada yang disampaikan PBNU, Muhammadiyah, Perludem dan elemen masyarakat lainnya,” katanya pada Senin (21/9) kepada NU Online.

 

Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) itu meyakini Presiden Jokowi akan secara langsung mengumumkan respon dan keputusannya, tanpa melalui juru bicara presiden maupun kementerian terkait melihat pihak yang memberi saran dan masukan, yakni NU dan Muhammadiyah.

 

“Sebagai tokoh yang lahir dan besar dalam tradisi sopan santun yang kuat, saya yakin Presiden Jokowi akan merasa kurang menghargai NU dan Muhammadiyah jika memerintahkan juru bicara atau pembantu lainnya untuk mengumumkan respon dan keputusannya kepada masyarakat luas.

 

Karena itu, ia menunggu pernyataan resmi dari Presiden secara langsung. “Mari kita tunggu Presiden Jokowi mengumumkan sendiri respon dan keputusannya atas desakan penundaan Pilkada itu,” katanya.


Sebab, menurutnya, Presiden pasti mendengarkan dan mempertimbangkan dengan serius saran dan masukan penundaan Pilkada yang disampaikan kedua ormas Islam terbesar dan elemen masyarakat lain di tanah air.

 

“Mustahil rasanya Presiden begitu reaksioner mengambil putusan penolakan. Apalagi saran penundaan Pilkada berangkat dari pertimbangan melindungi nyawa rakyat dari ancaman pandemi covid-19 yang dirasa semakin meluas,” ujarnya.

 

Lebih lanjut, alasan Fadjroel menyebut Pilkada tidak ditunda demi menjaga hak konstitusional rakyat, yakni hak memilih dan dipilih, terasa janggal dan mengada-ada. Pasalnya, penundaan pelaksanaan Pilkada sama sekali tidak menghilangkan hak konstitusional rakyat ini. Sebaliknya, jika Pilkada ditunda sampai keadaan pandemi mereda, maka hak konstitusional rakyat itu malah akan dapat dilaksanakan dengan baik karena tidak ada situasi yang mengancam dan menekan rakyat.

 

“Dengan memaksakan Pilkada dalam situasi pandemi seperti sekarang ini, justru akan memunculkan penilaian bahwa negara abai terhadap kewajibannya melindungi hak hidup rakyatnya sendiri,” kata legislator daerah pemilihan Jawa Tengah VI itu.

 

Terlebih, lanjutnya, Presiden Jokowi menerbitkan Perppu No. 02 tahun 2020 yang menjadi dasar penundaan Pilkada dari bulan September menjadi tanggal 9 Desember 2020, adalah dengan pertimbangan adanya pandemi covid-19.

 

“Karena wabah covid-19 belum bisa dipastikan kapan akan berakhir, maka di dalam Perppu tersebut dibuka ruang kemungkinan penundaan pilkada kembali apabila wabah covid-19 yang telah ditetapkan sebagai bencana nasional non-alam, tak kunjung mereda. Jadi, tanggal 9 Desember itu bukan harga mati,” terangnya.

 

Oleh karena itu, jika pada akhirnya Presiden bersama DPR dan KPU membuat keputusan menunda Pilkada dengan pertimbangan wabah covid-19 belum reda, itu adalah keputusan konstitusional demi kemanusiaan. “Saya percaya, Presiden Jokowi akan menempatkan keselamatan Rakyat sebagai hukum tertinggi,” pungkasnya.

 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Zunus Muhammad