Opini

Transformasi Pendidikan Madrasah

Kamis, 25 Februari 2016 | 11:30 WIB

Transformasi Pendidikan Madrasah

Siswa-Siswi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendekia Serpong membentuk formasi (Foto. Kemenag)

Oleh Ruchman Basori

Menghilangkan kesan bahwa madrasah bukan pendidikan kelas dua tidaklah perkara mudah. Walaupun kadang pembandingnya tidak seimbang. Satu sisi sekolah dikatakan lebih unggul dari madrasah, padahal negeri ini jelas-jelas hampir tidak pernah absen memperhatikan lembaga jenis ini di samping karena sifat dan karakter madrasah berbeda dengan sekolah. Sementara madrasah baru diperhatikan secara serius utamanya setelah dikeluarkannya UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, itupun belum merambah pada keseluruhan aspek yang dibutuhkan bagi keadilan perlakukan pendidikan di negeri ini.

Kesan kumuh, terbelakang dan marginal mungkin lebih pas disematkan kepada madrasah kala itu. Karena memang para pendiri madrasah mengorientasikan pendirian madrasah untuk kalangan masyarakat yang kurang mampu. Berada di kampung, sulit akses, dan berprinsip pada education for all, jauh sebelum PBB menjadikannya sebagai slogan memperbaiki hajat pendidikan untuk seluruh warga dunia.

Kini kondisi madrasah tidak lagi dipandang sebelah mata. Tidak sedikit orang tua merasa kecewa karena anaknya tidak diterima di bangku madrasah akibat persaingan yang cukup ketat. Banyak laporan yang dialamatkan kepada Direktorat Pendidikan Madrasah yang dipimpin Prof. Dr. Nur Kholis Setiawan bahwa madrasah mulai kewalahan menampung animo masyarakat. Kondisi tersebut berbanding lurus dengan banyaknya pengajuan ruang kelas baru.

Transformasi dari madrasah pinggiran menjadi madrasah kelas menengah. Dari madrasah kumuh menjadi madrasah kukuh, dari madrasah kelas dua menjadi madrasah pilihan utama. Tidak heran jika Direktorat Madrasah Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI membuat slogan “Madrasah Lebih Baik, Lebih Baik Madrasah”.

Meski demikian, untuk di daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal) masih terdapat madrasah yang baru pada tahap pencarian jati diri, kemudahan akses dan belum pada berpikir tentang mutu. Biasanya masalah yang dihadapi mereka adalah banyaknya gedung yang perlu direnovasi, daya saing yang kurang tinggi sampai isu putus sekolah karena ketidakmampan pembiayaan.

Tulian ini akan difokuskan pada ikhtiar Kementerian Agama RI membangun 20 Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN-IC) di Indonesia. Madrasah dengan berjibun prestasi, madrasah dengan pencetak kader hibrida (unggul) di tengah persaingan lembaga pendidikan. MAN IC merupakan Madrasah dengan sistem berasrama (boarding school) yang kini mampu menjadi pesaing sekolah-sekolah hebat di negeri ini. Madrasah dengan sumbu akademik dan riset yang mencoba disuguhkan di tengah keterbatasan pendanaan yang terus diperjuangkan.

Bonus Demografi

Tahun 2035 Indonesia akan mendapat berkah demografi dari total seluruh penduduk Indonesia yang berada pada usia produktif (15-64 tahun). Berkah ini harus mendapat perhatian, khususnya dengan peningkatan layanan pendidikan yang memadai.

Di bidang ekonomi, berdasarkan survei the Mc Kinsey Global Institute, di tahun 2035 Indonesia diprediksi bakal menempati peringkat ke-7 ekonomi dunia, setelah Cina, Amerika Serikat, India, Jepang, Brazil, dan Rusia. Pada saat yang sama, perekonomian Indonesia akan ditopang oleh empat sektor utama: bidang jasa, pertanian, perikanan, serta energi. Bangsa Indonesia harus mulai mempersiapkan sejak sekarang karena kebutuhan tenaga terampil akan meningkat dari 50 juta menjadi 113 juta orang pada periode tersebut.

Bonus demografi penduduk Indonesia dan ramalan the McKinsey Global Institute di atas, akan mengantarkan kepada “Indonesia Emas”, piranti utamanya adalah bagaimana kita bisa berbenah diri meningkatkan mutu pendidikan dan memperluas akses pada pendidikan bermutu, tak terkecuali pendidikan madrasah.

Sadar akan peluang dan tantangan tersebut, Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, menyiapkan anak-bangsa yang unggul (hibrida) dengan mendisiminasikan keunggulan MAN Insan Cendekia yang telah ada yaitu MAN IC Serpong, MAN IC Gorontalo dan MAN IC Jambi dikembangkan dan diperluas di 20 Provinsi. Ini langkah berani dan brillian para pemimpin pada Kementerian Agama RI dalam hal meningkatkan mutu madrasah.

Adalah Bacharuddin Jusuf Habibi (BJ Habibi), mantan Presiden ke-3 RI melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi  (BPPT) menginisiasi pendirian sekolah yang memadukan antara sistem persekolahan dengan sistem pondok pesantren/berasrama (boarding school) sekitar dekade 1996-an. Lembaga pendidikan yang bertujuan menciptakan manusia Indonesia yang unggul tidak saja dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) tetapi juga iman dan takwa (IMTAK), selaras dengan semangat para cendekiawan muslim waktu itu. Lalu dipilihlah nama Sekolah Menengah Atas Insan Cendekia (SMA IC) yang kemudian didirikan di Serpong Tangerang Selatan dan Gorontalo.

Dalam perkembangannya untuk menjamin kesinambungan (sustanibility) dan eksistensi SMA IC dambaan tersebut, SMA IC Serpong dan Gorontalo pengelolaanya diserahkan kepada Kementerian Agama RI sekitar tahun 2000. Kementerian Agama mentransformasikan SMA IC menjadi Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN IC) sesuai dengan tugas dan fungsi (Tusi) mengembangkan pendidikan madrasah dan faktor filosofis-idiologis untuk kepentingan umat. Sekitar tahun 2009 Kementerian Agama menambah satu lagi MAN IC yaitu di Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi.

Dalam beberapa dokumen tertulis yang penulis baca, kehadiran MAN Insan Cendekia dilatar belakangi oleh beberapa hal, yaitu: Pertama, masih adanya kesenjangan antara madrasah yang diidealkan masyarakat dengan realitas sebagian besar madrasah yang belum memiliki keunggulan komparatif. Kehadiran madrasah yang mampu mempersiapkan manusia unggul dalam arti menguasai bidang sains dan teknologi, memiliki kecerdasan intelektual, emosional, spiritual (IESQ), dan sosial secara terpadu, merupakan keniscayaan. Kedua, membuka akses yang lebih luas kepada masyarakat akan lembaga pendidikan Islam yang bermutu tinggi, yang dapat menampung dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal dan terpadu, berkeunggulan lokal, dan berdaya saing global dengan biaya yang terjangkau.

Ketiga, mengembangkan lembaga pendidikan Islam yang dapat dijadikan model dan contoh (uswah hasanah) bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya yang ada di daerah; Keempat, mewujudkan ‘teacher resources center’ yang berfungsi sebagai pusat pendidikan dan pelatihan bagi tenaga pendidik dan kependidikan madrasah di provinsi lokasi MAN IC. Kelima, bentuk komitmen Kementerian Agama RI selaku institusi pendiri, pembina dan penanggung jawab lembaga pendidikan Islam untuk melaksanakan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Berkali-kali Kamarudin Amin, Direktur Jenderal Pendidikan Islam menyampaikan pentingnya pendidikan Islam di Indonesia sebagai kiblat pendidikan Islam dunia. Salah satu ikhtiarnya adalah menciptakan pendidikan Islam bermutu dan berdaya saing, MAN Insan Cendekia saya kira salah satu ikhtiar tangga mencapai misi tersebut. Dengan demikian berkah demografi penduduk mampu diberdayakan dalam konteks pendidikan Islam bukan malah menjadi petaka karena kita tidak mampu mengelola jumlah penduduk produktif di kelak kemudian hari.

 

Kader Hibrida

Transformasi madrasah menemukan momentumnya ketika para siswa MAN IC mampu menembus batas prestasi, tidak saja di lingkungan madrasah, namun melampaui sekolah-sekolah lain. Keberhasilan ini menghapus kesan bahwa madrasah yang digolongkan sebagai lembaga pendidikan kelas dua, miskin prestasi dan hanya mencetak siswa paham agama (tafaqquh fiddin) terbantahkan.

Prestasi demi prestasi telah diukir oleh MAN IC utamnya dua MAN IC di Serpong dan Gorontalo baik skala regional, nasional sampai ke kancah internasional. Bagi siawa MAN IC keiukutsertaan dalam ajang olimpiade sains seakan menjadi keharusan untuk menunjukan kepada dunia bahwa madrasah merupakan pendidikan lebih baik dari layanan pendidikan lainnya di negeri ini. Prestasi para siswa MAN IC telah membawa nama harum Indonesia di kancah Internasional, di Kanada, Taiwan Korea Selatan, Italia, Australia, Rusia, Polandia dan Denmark.

Muhammad Ahdillah Fadlila Dayajati, siswa MAN Insan Cendekia Gorontalo terpilih menjadi salah satu duta Indonesia dalam International Olympiad on Astronomy and Astrophysics (IOAA). Ajang bergengsi tingkat dunia yang berlangsung di Magelang pada 26 Juli - 4 Agustus 2015. Sebelumnya dia berhasil meraih medali emas pada Olimpiade Sains Nasional di Yogyakarta.

Nagita Gianty Annisa, siswa MAN IC Serpong bersama tiga teman lainnya dari sekolah berbeda berhasil meraih medali perunggu pada kompetisi  International Biology Olympiad (IBO) di Aarthus, Denmark digelar 12-19 Juli 2015. Hanif Saifurrahman dari MAN Insan Cendikia Serpong berhasil memenangi lomba  penulisan esai dengan tema “Masalah Lingkungan Hidup, Sosial dan Budaya” yang diselenggarakan Kedutaan Besar Amerika dan Yayasan Penerbit Lentera (2015) bersama empat siswa MAN 4 Jakarta yang berhasil memenangi lomba yaitu Munawar Aidil (Mengatasi Kecemburuan Sosial antara Gojek dan Tukang Ojek Pengkolan), Putri Suryani (Rusaknya Hutan dan Permasalahan yang Menggunung), dan Kevina Florensia (Kota Bersih dengan Pemain Basket Amatir).

Sementara pada ajang bergengsi Olimpiade Sains Nasional (OSN) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dalam lima tahun terakhir mandrasah mampu merebut medali emas. Misalkan pada OSN XII 2013 di Bandung tidak kurang dari 21 Siswa Madrasah meraih medali OSN. Empat medali emas diantaranya di raih oleh siswa MAN IC Serpong dan MAN IC Gorontalo. Sudah tak terhitung lagi berapa siswa yang masuk final dalam ajang OSN bersaing dengan anak-anak bangsa lainnya.

Direktorat Pendidikan Madrasah mencatat, beberapa alumni MAN IC telah diterima di perguruan tinggi ternama di Luar Negeri seperti, di Malaysia, Singapura, Qatar, Mesir, Jepang, Taiwan, Australia, Belanda, Rusia, Jerman dan negara-negara lain. Sementara hampir 98% siswa/i MAN IC mampu bersaing memasuki PTN bergengsi di tanah air seperti UI, ITB, UGM, IPB, ITS, UNAIR dan sebagainya.

Raihan prestasi yang dicapai MAN IC ini dapat dikatakan sebagai bukti keberhasilan menciptakan “kader hibrida”. Kader unggul, kader multitalenta sebagai kebanggaan bersama. MAN Insan Cendekia dengan demikian merupakan tempat bersemainya kader-kader bangsa yang tidak saja cerdas intelektualnya tetapi, cerdas emosional dan spiritualnya.

Dengan sistem boarding school memungkinkan tergalinya pelbagai potensi yang dimiliki oleh para siswa. Pada saat yang sama kader hibrida harus mampu menjadi suri tauladan (model) dalam berfikir, bertindak dan berperilaku mengejawantahkan tugas-tugas sebagai hamba (‘abdun) dan pemimpin Tuhan di muka bumi (khalifatullah fil ard) sesuai namanya yaitu insan cendekia.

Kader Hibrida ala MAN Insan Cendekia juga harus mampu mengisi ruang kosong sebagai manusia Indonesia yang berkarakter dan berbudaya yang pada gilirannya sebagai pencipta peradaban. Sosok penjaga moral, creator, inventor dan innovator adalah juga cerminan dari kader hibrida yang dibutuhkan sebagai produk keunggulan pendidikan Islam.

Kisah sukses (best practice) ketiga MAN IC dengan berjibun prestasi dan keunggulan layanan tersebut didesiminasikan oleh Kementerian Agama dengan mendirikan 20 MAN IC dengan menggandeng Pemerintah Daerah untuk bersama-sama berkomitmen mempersiapkan generasi hibrida. Salah satu butir komitmen Pemda yang dituangkan dalam MoU dengan Kementerian Agama RI dalam pendrian MAN IC adalah menyediakan tanah sekurang-kurangnya 10 Ha, membangun infra struktur jalan, akses air bersih, listrik dan pagar keliling. Semantara ada beberapa Pemda yang menyediakan beasiswa bagi putra-putri MAN IC terutama yang berasal dari daerahnya.

Dari 20 MAN IC yang dibangun 6 diantaranya telah beroperasi melakukan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada tahun pelajaran 2015 yaitu MAN IC Aceh Timur, Siak Riau, OKI Sumatera Selatan, Bangka Tengah Kep. Bangka Belitung, Paser Kalimantan Timur dan Kota Pekalongan Jawa Tengah.

Sambil memperkuat monitoring dan quality control atas 9 MAN IC yang telah eksis, baik dalam hal kurikulum dan evaluasi pembelajaran, kapasitas dan komitmen PTK, kegiatan pengembangan kepesantrenan serta kultur akademik, Kemenag mempersiapkan 8 MAN IC yang telah siap melakukan PPDB pada tahun pelajaran 2016 yaitu MAN IC Papua Barat, Kendari Sultera, Palu Sulteng, Sambas Kalbar, Tanah Laut Kalimantan Timur, Kota Batam Kepri, Padang Pariaman Sumbar, dan Bengkulu Tengah Bengkulu.

Saya optimis dengan munculnya MAN IC di berbagai provinsi sebagai sumbu intelektual-religius yang menjamin berkembangnya beragam kecerdasan (multiple intelligence) anak-anak bangsa ini terlayani dengan baik akan tersedianya madrasah bermutu. Dengan demikian ikhtiar menciptakan Kader Hibrida ala MAN Insan Cendekia dapat segera terwujud.


Sekretaris Jenderal PMU MAN Insan Cendekia Kementerian Agama RI dan kandidat Doktor Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.