Tragedi WTC dan Visi Islam Rahmatal lil’alamien
NU Online · Senin, 11 September 2006 | 13:33 WIB
Oleh: H A Hasyim Muazadi
Ketua Umum PBNU dan Presiden WCRP
Hari ini tanggal 11 September lima tahun yang lalu sebuah tragedi terdahsyat di dunia terjadi, menara kembar WTC (World Trade Center) yang merupakan gedung terjangkung di dunia sebagai simbol keadidayaan AS diserang para pembajak pesawat. Dua menara kembar WTC itu roboh dan sekitar 3.000 orang dinyatakan tewas dalam tragedi tersebut. Tak seberapa alama Pentagon, markas pertahanan AS juga jadi sasaran. Belakangan Presiden George W Bush menegaskan kepada media massa bahwa penyerangan itu dilakukan oleh kawanan teroris Al Qaedah yang dikomando Osamah Bin Laden. Pernyataan George W Bush sayangnya mengarah kepada sebuah ‘’tuduhan’’ bahwa Islam-lah sebagai biang kerok dari semua aksi kekerasan itu. Sudah dua negara Islam, yaitu Afghanistan dan Irak, hancur berantakan dengan dalih memerangi teroris, namun sang tokoh Osamah tak pernah tercium keberadaannya. Yang menjadi persoalan bagi kita umat Islam, bagaimana agar terorisme tidak selalu dikaitkan dengan Islam. Karena Islam hakikinya tidak pernah menoleransi kekerasan dalam bentuk apa-pun untuk dan atas nama agama.
<>Inilah yang menjadi obsesi dalam benak saya, ketika saya terpilih menjadi salah satu dari sembilan tokoh agama dunia sebagai Presiden World Confrence of Religions for Peace (WCRP), di Kyoto, Jepang 29 Agustus 2006. Saya sendiri sebenarnya tak hadir dalam konferensi dunia yang diikuti oleh lebih dari 800-an tokoh agama se dunia itu. Karena waktu itu, saya sedang ada di Saudi Arabiyah bersama tim PBNU untuk bertemu dengan Sekjen Rabithah Alam Islami (Liga Muslim se-Dunia), Sekjen OKI dan Presiden IDB (Islamic Development Bank) untuk menyampaikan hasil-hasil International Confrence of Islamic scholars (ICIS) II yang diselenggarakan oleh NU di Jakarta tanggal 20-23 Juni 2006.
Lima tahun lalu, begitu tragedi 11 September itu terjadi, saya mengumpulkan tokoh-tokoh agama di Indonesia di kantor PBNU, mereka adalah Uskup Agung Jakarta Kardinal Yulius Darmaadmaja, A.A. Yewanggoe dari PGI, Rohaniawan Budha Bikhu Sukhemothera, Rohaniawan Hindu dan Konghucu serta Djohan Effendi selaku Ketua Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), karena ketika itu, dampak tragedi di AS tersebut langsung mengimbas kepada situasi politik di dalam negeri Indonesia bahkan sempat tersebar berita bahwa Indonesia juga akan menjadi sasaran serangan AS untuk memburu jaringan teroris Al Qaedah.
Dalam kesempatan dengan para pemuka agama di Indonesia waktu itu, saya kemukakan bahwa para agamawan harus menegaskan bahwa semua agama memang menolak terorisme dan kekerasan atas nama agama. Karena itu, kita mempertegas sikap ke masyarakat agar jangan mencampuradukkan terorisme atau tragedi di AS itu dengan sentimen agama. PBNU waktu itu juga mengingatkan AS, agar jangan sampai serangan terhadap terorisme dibelokkan ke arah penyerangan terhadap negara. Akhirnya kita memang tidak bisa menolak dan menghambat keinginan AS, karena AS benar-benar sudah menghancurkan dua negara, Afghanistan dan Irak.
Agama dan Terorisme
Saya dengan para tokoh agama di Indonesia sudah memulai untuk saling memberi pemahaman kepada umat, bahwa jangan menjadikan situasi pasca tragedi 11 September 2001 di AS itu untuk menciptakan kesan seolah-olah telah terjadi konfrontasi antara agama tertentu dengan agama yang lain. Selain itu, kami juga meminta para pemuka agama dapat menangani secara tepat gerakan-gerakan para penganut garis keras di dalam agama masing-masing, sehingga seluruh pemeluk agama dan keperacayaan di negeri ini dapat tetap mengembangkan dialog untuk bisa menciptakan suasana damai.
Saya juga menegaskan, agar seluruh umat Islam yang sedang dalam solidaritas yang tinggi untuk menanggapi tragedi AS itu, tidak menyulut perpecahan dan pertentangan di antara warga negara. Sebab hal itu akan memunculkan konflik di Indonesia yang masih rentan konflik antar agama. Saya menegaskan pengertian jihad, bahwa jihad jangan hanya diartikan secara sempit yaitu hanya untuk berperang. Jihad dalam bidang lain seperti memberantas kemiskinan, berjuang dalam pendidikan dan menegakkan keadilan di negeri ini merupakan bentuk aksi dari jihad.
PBNU baik melalui media maupun Dubes AS di Indonesia saat itu menentang tindakan AS yang akan menyerang Afghanistan demi memburu Osama. Kami berpendapat serangan AS itu sebagai tindakan sepihak tanpa terlebih dahulu membuktikan keterlibatan Osama sesuai standar hukum internasional. Serangan terhadap sebuah negara dengan dalih mencari pihak yang bersalah, seperti pernah dilakukan AS terhadap Irak guna menghukum Saddam Husein, pasti akan mengorbankan rakyat sipil yang tidak berdosa dalam skala besar dan waktu yang panjang. Serangan seperti itu, juga menimbulkan ekses lain yang tidak perlu terjadi, seperti meningkatnya ketegangan konflik Barat Vs Islam ataupun isu konflik agama.
Tidak seberapa lama pasca tragedi 11 September itu, kami dari PBNU diundang pemerintah AS, yaitu pada awal Februari 2002 dan secara pribadi saya juga berkesempatan berdialog langsung dengan Presiden AS George W Bush dengan empat tokoh Indonesia lainnya, di Bali. Dalam kesempatan memenuhi und
Terpopuler
1
Niat Puasa Arafah untuk Kamis, 5 Juni 2025, Raih Keutamaan Dihapus Dosa
2
Menggabungkan Qadha Ramadhan dengan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Bolehkah?
3
Takbiran Idul Adha 1446 H Disunnahkan pada 5-9 Juni 2025, Berikut Lafal Lengkapnya
4
Khutbah Idul Adha: Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam Diri Manusia
5
Panduan Shalat Idul Adha: dari Niat, Bacaan di Antara Takbir, hingga Salam
6
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
Terkini
Lihat Semua