Opini

Siapakah Penerus Gagasan KH Hasyim Muzadi?

NU Online  ·  Senin, 27 Maret 2017 | 03:01 WIB

Oleh Arief Rifkiawan Hamzah

Mengenang tokoh Islam, Indonesia dan NU yang telah kembali kepada Sang Pencipta, merupakan agenda wajib yang tidak boleh luput dari aktivitas kita sehari-hari. Dalam mengenang, tentu terbayang pejuangan-perjuangan yang telah dilakukan KH Hasyim Muzadi selama hidupnya. Satu hal yang tidak boleh kita lupakan dari perjuangan tersebut, yaitu perjuangan beliau dalam menciptakan dan menomorsatukan kerukunan dan menomorsekiankan kekerasan.

Dalam artikel berjudul Mengenang KH Hasyim Muzadi dan Ketegasannya Melawan Terorismeyang ditulis oleh Khoril Anam, telah menjelaskan panjang lebar mengenai ketegasan beliau dalam menomorsekiankan kekerasan dengan melawan radikalisme dan terorisme (16/03/2017). Begitu juga dengan artikel berjudul Mengenang KH Hasyim Muzadi: Hadirkan Islam Rahmatan Lil’alamin Bukan Fitnatan Lilalamin yang ditulis oleh Abdul Malik, telah menjelaskan pula mengenai pesan KH. Hasyim Muzadi dalam menciptakan dan menomorsatukan kerukukan antarbangsa dengan menghadirkan Islam Rahmatan Lilalamin (17/03/2017). Kedua artikel itu telah merepresentasikan gagasan-gagasan KH Hasyim Muzadi dalam berkontribusi menjaga kerukunan antar sesama umat manusia dan melawan radikalisme.

Namun gagasan dan perjuangan-perjuangan tersebut telah terhenti pada 16 Maret 2017. Apakah gagasan dan perjuangannya bisa dilanjutkan? Lalu siapakan generasi penerus KH Hasyim Muzadi dalam meneruskan perjuangan dan cita-citanya yang belum tercapai? Pertanyaan ini patut untuk diangkat ke permukaan, karena gagasan besar dalammenciptakan kerukukan harus tetep dilaksanakan di Indonesia.

Kita harus berkaca kepada kelompok radikalisme dan terorisme. Mereka setiap tahun, bahkan setiap bulan selalu memproduk generasi penerus perjuangan cita-cita paham radikal terorisme. Mereka merekrut orang-orang yang sebenarnya memiliki kepribadian baik, lalu didoktrin untuk mengubah pemahamannya menjadi paham yang radikal terorisme.

Dalam hal kejahatan saja ada generasi penerus yang militan, apalagi dalam hal kebaikan. Jangan sampai perlawanan terhadap paham radikal terorisme yang dilakukan KH Hasyim Muzadi terhenti begitu saja bagaikan langkah tanpa jejak.

Kalau Bukan Kita, Siapa Lagi?
Kita yang mengenang, maka kita pula yang harus memahami dan meneruskan perjuangan-perjuangan KH Hasyim Muzadi. Beliau adalah tokohmu, tokohku dan juga tokoh kita semua. Oleh karena itu, selama hidupnya beliau selalu berjuang untuk perdamaian kita semua.

Kita yang terdiri dari usia muda sampai tua dan memiliki profesi masing-masing, harus bersedia menjadi generasi penerus dan melanjutkan perjuangannya sesuai dengan profesi dan kedudukan masing-masing. Misalkan bagi yang saat inimenjadi dosen, guru, ustadz, kiai atau apa pun yang setara dengan itu harus meneruskan perjuangan beliau dalam ranah pendidikan, seperti halnya beliau mendirikan dan mengasuh pondok pesantren Al-Hikam Malang.

Melalui pendidikan, hasrat sosialisasi pencegahan paham radikal terorisme bisa tersalurkan. Intensitas pendidikan akhlak dan penerapannya dapat dijadikan sebagai tonggak untuk melestarikan gagasan-gagasan Islam rahmatan lilalamin KH Hasyim Muzadi. Metode pembelajaran diskusi kelompok atau musyawarah di dalam kelas menjadi pilihan yang tepat, karena di situlah para santri, mahasiswa, peserta didik dapat merasakan betapa pentingnya mendalami pemahaman agamaserta cara ber-Islam dan bertukar pikiran dengan sesamanya. Dari situ mereka bisa meraskan mengenai perbedaan dan menghargai perbedaan pendapat.Dengan demikian, potensi pemahaman yang toleran dan moderat bisa terealisasikan dan ditumbuhkembangkan sebagaiamana yang telah dikampanyekan KH Hasyim Muzadi.

Bagi yang intens dalam organisasi dan dunia politik, bisa terus melaju dengan tetap memegang teguh agama, agar tidak tersesat dalam melangkah seperti melakukan korupsi, memfitnah dan menjatukan lawannya dengan cara yang keji.

Apa pun profesinya, kita harus tetap bersatu untuk selalu meneruskan perjuangan dan cita-cita beliau dengan selalu mengampanyekan kerukunan, perdamaian, toleransi, moderat dan mencari titik temu dalam perbedaan.


Penulis adalah alumnus Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Mantan Koordinator Kajian dan Pers BEM-FAI Universitas Islam Sultan Agung