Oleh Ruchma Basori
Tiap tahun ajaran baru para orang tua sibuk mencarikan lembaga pendidikan terbaik bagi putra-puterinya. Melalui pendidikan, mereka menggantungkan cita-cita untuk masa depan anak-anaknya. Anak-anak yang sehat, berkarakter, bermoral, lagi cerdas menjadi dambaan. Karenanya para orang tua tidak segan-segan mengeluarkan sejmlah uang yang tidak sedikit agar anak-anaknya tidak sekadar sekolah, namun mendapatkan layanan pendidikan terbaik di negeri ini.
Menyadari akan pentingnya menyiapkan masa depan anak bangsa, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 tahun 2016 tentang Hari Pertama Sekolah. Orang tua diimbau untuk mengantar anak di hari pertama sekolah. Bagi Mendikbud "Hari pertama sekolah menjadi kesempatan mendorong interaksi antara orang tua dengan guru di sekolah untuk menjalin komitmen bersama dalam mengawal pendidikan anak selama setahun ke depan. Selain itu bertujuan untuk meningkatkan kepedulian dan keterlibatan publik dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah."
Di saat harapan orang tua begitu besar, masih ada catatan kelam terhadap ritus penyambutan Peserta Didik Baru oleh sekolah. Biasanya dikenal dengan kegiatan Masa Orientasi Peserta Didik (MOPD), sebelumnya disebut Masa Orientasi Siswa (MOS) atau Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Khusus di lingkungan pendidikan Madrasah (MI, MTs dan MA) kini telah berubah nama menjadi Masa Ta’aruf Siswa Madrasah disingkat MATSAMA.
Saya tergerak hatinya untuk urun rembug berkaitan dengan MOS dan sejenisnya utamanya MATSAMA di madrasah. Cita-cita menciptakan anak-anak Indonesia yang unggul dan bermoral, tidak boleh kandas dan mati sebelum berkembang, karena praktek MOS yang penuh dengan kekerasan, perpeloncoan dan berakhir dengan tragedi kematian. Saya berharap banyak, MOS mestinya menjadi pintu gerbang mengantarkan lahirnya calon-calon pemimpin yang handal mengatasi berbagai persoalan kemasyarakatan dan kebangsaan.
Setitik noda
Dalam dekade terakhir ini kita sering mendengar tuntutan agar MOS di tiadakan. Karena dinilai banyak mendatangkan kemadlaratan dari pada kemaslahatan. Kita tentu masih ingat, kematian siswa SMP Flora, Bekasi, Evan Chistopher Situmorang (12) setelah mengikuti Masa Orientasi Sekolah (MOS).
Okezone dari Koran SINDO, Selasa (4/8/2015) mencatat daftar pelajar yang meninggal akibat MOS selama beberapa tahun terakhir. Roy Aditya Perkasa (14) tewas setelah mengikuti MOS di sekolahnya, SMA 16 Surabaya pada 15 Juli 2009. Roy sebelumnya sempat pingsan, namun nyawanya melayang saat hendak diantar ke Rumah Sakit Sutomo, Surabaya.
Hal yang sama menimpa Amanda Putri Lubis, siswi baru SMAN 9 Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten, meregang nyawa pada 13 Juli 2011. Dia diduga menjadi korban MOS karena mengeluhkan sesak napas usai mengikuti MOS di sekolah barunya. Pada tahun 2012, Muhammad Najib, siswa Sekolah Pelayaran Menengah Pembangunan di Jakarta dipaksa jalan kaki sejauh lima kilometer ketika mengikuti MOS. Karena kelelahan yang sangat berat, nyawa Muhammad Najib tak dapat tertolong.
Pada 29 Juli 2015, Febriyanti Safitri (12) menghembuskan napas terakhir saat mengikuti Masa Orientasi Peserta Didik (MOPD) di SMP PGRI Gadog, Megamendung, Kabupaten Bogor dan kasus kekerasan MOS. Terakhir dialami almarhum Evan Christopher Situmorang (12). Siswa baru SMP Flora, Bekasi tewas diduga karena kelelahan mengikuti MOS di sekolahnya.
Kita juga tidak menutup mata, sisi positif dari Masa Orientasi Siswa. Pengenalan sejak dini terhadap lingkungan sekolah dan madrasah, sistem dan tradisi akademik, pengembangan diri dan bagaimana menjadikan sekolah sebagai wahana efektif pembentukan kepribadian. Namun sayangnya harus sedikit ternodai berbagai kasus demi kasus utamanya kekerasan yang berakibat fatal nyawa melayang.
Hal lainnya adalah MOS juga telah disalahgunakan sebagai ajang perpeloncoan yang jelas-jelas tidak mencerminkan nilai-nilai akademis. Tugas-tugas yang memberatkan, pakaian dan atribut yang lucu, pemborosan dan irrasional.
Terkait dengan hal ini Anis Baswedan telah menegeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah Bagi Siswa Baru dan Contoh Kegiatan dan Atribut yang dilarang dalam Pelaksanaan Pengenalan Lingkungan Sekolah. Beberapa contoh Atribut yang dilarang adalah: (1). Tas karung, tas belanja plastik, dan sejenisnya; (2). Kaos kaki berwarna-warni tidak simetris, dan sejenisnya; (3). Aksesoris di kepala yang tidak wajar; (4). Alas kaki yang tidak wajar; (5). Papan nama yang berbentuk rumit dan menyulitkan dalam pembuatannya dan/atau berisi konten yang tidak bermanfaat; (6). Atribut lainnya yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran.
Sementara beberapa contoh aktivitas yang dilarang dalam Pelaksanaan Pengenalan Lingkungan Sekolah adalah: (1). Memberikan tugas kepada siswa baru yang wajib membawa suatu produk dengan merk tertentu; (2). Menghitung sesuatu yang tidak bermanfaat (menghitung nasi, gula, semut, dsb); (3). Memakan dan meminum makanan dan minuman sisa yang bukan milik masing-masing siswa baru; (4). Memberikan hukuman kepada siswa baru yang tidak mendidik seperti menyiramkan air serta hukuman yang bersifat fisik dan/atau mengarah pada tindak kekerasan; (5). Memberikan tugas yang tidak masuk akal seperti berbicara dengan hewan atau tumbuhan serta membawa barang yang sudah tidak diproduksi kembali; (6). Aktivitas lainnya yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran.
Selamat tinggal MOS
Melihat kenyataan pahit, tragis dan memilukan di atas, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama mengeluarkan kebijakan baru mengganti Masa Orientasi Siswa dengan Masa Ta’aruf Siswa Baru (MATSAMA). Walaupun kita belum pernah mendengar kegiatan MOS di kalangan madrasah yang berakhir dengan tragedi.
Matsama adalah istilah baru pengganti dari Masa Orientasi Siswa (MOS) di kalangan madrasah yang akan diterapkan secara serentak pada tanggal 18 Juli 2016. Tidak sekadar ganti nama, namun ada perubahan paradigma pagelaran dan ritus Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di madrasah yang sudah berjalan puluhan tahun.
Menurut Direktur Pendidikan Madrasah, M. Nur Kholis Setiawan, Matsama masih relevan untuk pengenalan lingkungan sekolah kepada siswa baru. “Pengenalan itu meliputi kegiatan rutin madrasah, fasilitas, nilai dan norma yang berlaku, pengenalan organisasi, sistem pembelajaran, serta pengenalan civitas madrasah. Matsama harus diisi dengan kegiatan edukatif, tetap mentaati peraturan atau tata tertib, serta menjunjung tinggi norma yang berlaku di madrasah (Pinmas Kemenag.go.id).
Kegiatan Matsama kata M. Nur Kholis wajib berisi kegiatan yang bermanfaat, bersifat edukatif, kreatif, dan menyenangkan. Perencanaan dan penyelenggaran kegiatan Matsama menjadi hak guru. Kementerian Agama melarang pelibatan siswa senior (kakak kelas) dan atau alumni sebagai penyelenggara. Dengan paradigma baru itu, Kementerian Agama bertekad menjadikan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah harus zero kekerasan dan kemubaziran.
Perubahan paradigma
Matsama dengan paradigma baru seperti apa yang diharapkan? Perubahan paradigma dari yang semula mengedepankan seremonial dengan aksesoris yang kurang mencerminkan nuansa akademik diganti dengan kegiatan yang berorientasi pada pengenalan sistem, tradisi dan budaya pembelajaran di Madrasah. Tradisi yang kerap diidentikan dengan perpeloncoan yang kadang dekat dengan kekerasan dan pelecehan, diganti dengan pengenalan siswa terhadap kultur madrasah yang kondusif, menyenangkan, ramah dan berorientasi pada mutu.
Matsama mestinya dapat mengantarkan para siswa komitmen pada nilai-nilai kebersamaan, tolong menolong, hidup bersama secara damai, saling menghargai, etos belajar, dalam wadah pendidikan madrasah yang memanusiakan manusia. Kegiatan seperti diskusi kelopok, permainan-permainan membentuk team building bisa dipertimbangkan untuk ini. Para siswa dilatih untuk tidak saja menjadi pribadi yang unggul (superman), tetapi juga dapat membangun kebersamaan (super team).
Tradisi senior-unior yang saling berhadapan bahkan hirarkhis mulai dikikis digantikan dengan hubungan kesebayaan yang edukatif. Relasi akademik mencoba dibangun bukan relasi senior unior yang kadang mengganggu kekritisan, kreatifitas dan komitmen untuk sukses bersama bukan sukses sendiri-sendiri.
Nilai-nilai keagamaan yang diajarkan dalam kitab Ta'limul Mutaalim juga harus menjadi pondasi dasar para siswa madrasah yang harus ditanamkan sejak Matsama. Cinta ilmu pengetahuan, hormat pada guru, saling mendoakan antara guru dan murid, nilai keberkahan dan keutamaan ilmu pengetahuan menjadi dasar etika para siswa madrasah yang kini juga mulai hilang.
Matsama dijadikan sebagai wahana memperteguh komitmen pada kebangsaan, NKRI dan menjunjung tinggi Pancasila, yang disadari akhir-akhir ini mulai memudar dikalangan diri siswa. Hasil survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP), yang dipimpin Bambang Pranowo, Guru Besar UIN Jakarta pada Oktober 2010 hingga Januari 2011, mengungkapkan hampir 50% pelajar setuju tindakan radikal.
Lebih mengkhawatirkan lagi, menyebutkan bahwa 25% siswa dan 21% guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi. Sementara 84,8% siswa dan 76,2% guru setuju dengan penerapan Syariat Islam di Indonesia. Sementara jumlah yang menyatakan setuju dengan kekerasan untuk solidaritas agama mencapai 52,3% siswa dan 14,2% membenarkan serangan bom.
Survei ini sangat mengkhawatirkan bagi masa depan Islam Indonesia yang toleran dan damai. Oleh karenanya Matsama menjadi wahana efektf mnanamkan sejak dini nilai-nilai kebangsaan. Bangga menjadi bangsa Indonesia diaman kita tinggal, menghirup udara segar, makan dan minum dari hasil bumi Indonesia.
Ada baiknya para siswa mulai dikenalkan sejak dini situs-situs sejarah, cagar budaya dan obyek-obyek kebudayaan Indonesia. Rihlah ilmiah dan kebudayaan ke tempat-tempat bersejarah menjadi penting. Jika sekiraya Madrasah jauh dari obyek tersebut, bisa didatangkan sejarahwan dan budayawan untuk berdialog dengan mereka. Madrasah dan sekolah harus mampu melahirkan anak-anak bangsa yang berbudaya, berkarakter Indonesia.
Selamat mengikuti Matsama bagi adik-adiku semoga menjadi pengalaman menarik dan menyenangkan.
Ruchma Basori, (Kasi Kemahasiswaan Dikti Islam Kementerian Agama RI, Sekjen PMU MAN Insan Cendekia dan Kandidat Doktor Universitas Negeri Jakarta)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Inilah Obat bagi Jiwa yang Hampa dan Kering
2
Khutbah Jumat: Bahaya Tamak dan Keutamaan Mensyukuri Nikmat
3
Kontroversi MAN 1 Tegal: Keluarkan Siswi Juara Renang dari Sekolah
4
Kader PMII Dipiting saat Kunjungan Gibran di Blitar, Beda Sikap ketika Masih Jadi Wali Kota
5
Pihak MAN 1 Tegal Bantah Keluarkan Siswi Berprestasi Gara-gara Baju Renang
6
Kronologi Siswi MAN 1 Tegal Dikeluarkan Pihak Sekolah
Terkini
Lihat Semua