Opini

Rasa Kampung Menu Global

NU Online  ·  Senin, 9 Oktober 2006 | 06:58 WIB

Oleh Hasyim Muzadi

NU didirikan di Kampung Kertopaten, Surabaya. Usianya sudah mencapai 80 tahun lebih. Kini konsep dan filosofi NU mulai menjadi trend setter dalam wacana dunia. Tragedi 11 September 2001 di AS telah mendorong meningginya suhu ketegangan Barat vis-a-vis Islam.

NU termotivasi untuk menyelesaikan problem dunia itu. Guna mengatasi masalah tersebut, NU melakukan dua jurus: lewat jalur silaturahmi ke negara daerah konflik dan melakukan upaya advokasi institusional, yaitu NU membentuk wadah internasional, yang bernama Internasional Conference of Islamic Scholars (ICIS). Sudah dua kali ICIS mengadakan konferensi internasional di Jakarta, yaitu yang pertama pada 23-25 Februari 2004 dan kedua, 20-23 Juni 2006.

<>

Untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah, kami bertemu dengan tokoh kunci Timur Tengah: dengan Sekjen Rabithah Alam Islami (Liga Muslim Dunia) Dr Abdullah Atturki dan Sekjen OKI (Organization of the Islamic Conference/OIC) Ekmeleddin Ihsanoglu, keduanya di Kota Makkah. Kami juga bertemu dengan pimpinan Islamic Development Bank (IDB) di Jeddah, Arab Saudi.

Saya dua kali ke Thailand guna membantu penyelesaian konflik muslim minoritas Thailand Selatan. Pertama, pada Maret-April 2005, yang diterima oleh PM Thailand Thaksin Shinawatra, Raja Thailand Bhumibol Adulyadej, dan pejabat tinggi lainnya. Kedua, 11-12 September 2006, sepekan sebelum Thaksin dikudeta oleh militer setempat. Kami juga berkunjung ke Takhta Suci Vatikan di Roma, Italia, dalam rangka memperkenalkan dan memberikan pemahaman Islam moderat yang rahmatan lil'alamien.

Saya juga baru dari New York, Amerika Serikat, berkunjung ke Markas Besar Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan kantor sekretariat World Conference of Religions for Peace (WCRP/Konferensi Dunia Agama-Agama untuk Perdamaian). Kebetulan, akhir Agustus lalu saya terpilih sebagai presiden WCRP di Kyoto, Jepang.

Ibarat koki, NU sedang menjajakan konsep dan pemikiran keagamaan yang rasa kampung untuk menjadi menu global. Alhamdulillah, baik Sekjen PBB, Kofi Annan, maupun jajaran pimpinan WCRP di New York tertarik dengan menu sajian NU itu.

Islam Kampung Itu

NU sering diberi sebutan Islam tradisional yang dilawankan dengan Islam modernis. Tradisionalis karena basis massa NU di pedesaan, sedangkan modernis karena mereka melayani muslim perkotaan.

Di Markas PBB, kami menjelaskan NU yang bisa hidup rukun bersama saudara-saudaranya sesama muslim yang berbeda aliran dan mazhab. NU juga mampu bertoleransi beragama dengan warga nonmuslim. Dengan sikap seperti itu, NU bisa meminimalisasi konflik dan ketegangan antaragama. NU menjaga keseimbangan dan keserasian dengan masyarakat lintas budaya dan lintas agama. NU menjadi titik temu dan titik tengah elemen-elemen bangsa, serta perekat hidup rukun dalam berbangsa dan bernegara.

Menciptakan kerukunan masyarakat multikultur dan multiagama adalah kebutuhan umat Islam. Justru Islam lebih mudah berkembang dalam masyarakat yang tertib daripada dalam masyarakat kacau balau.

NU berupaya serius, mencari cara-cara yang tepat dalam membawa dan mengembangkan agama di tengah kebinekaan Indonesia. Tujuannya, agar tetap terjaga pengembangan Islam dalam suasana damai serta persatuan Indonesia dalam NKRI.

NU tak mempertentangkan agama dan nasionalisme. Sebab, agama mestinya memberikan makna terhadap nasionalisme, sedangkan nasionalisme merupakan kerangka dan model perjuangan guna menjaga dan menaikkan martabat bangsa Indonesia. Karena itu, di sini berlaku kredo: NU beragama dalam keindonesiaan dan berindonesia dalam keagamaan.

Dialog Antarperadaban

Kita mendesak PBB memfasilitasi dan memediatori dialog antarperadaban agar tercipta kondisi dunia yang aman, tenteram, dan damai. Dengan begitu, ketegangan Islam vis-a-vis Barat secara bertahap dapat diselesaikan. Dalam penyelesaian konflik Timur Tengah, misalnya penyelasaian Lebanon pascaagresi militer Israel, PBB harus bertindak tegas kepada Israel yang nyata-nyata melanggar hukum internasional.

Beruntung PBB segera mengeluarkan resolusi PBB nomor 1701 yang dapat menghentikan serangan Israel ke Lebanon. Resolusi tersebut harus ditaati semua pihak, terutama Israel yang beberapa kali melanggar. Negara-negara Islam mesti berpartisipasi dalam Pasukan Perdamaian PBB untuk menjaga perdamaian di Lebanon.

Israel harus mengganti seluruh kerugian yang diderita Lebanon akibat serangan militer dan membangun kembali fasilitas dan infrastruktur yang rusak. Dalam hal ini, PBB bertindak sebagai koordinatornya.

Mengenai isu nuklir Iran, PBB agar menghormati dan menjamin keinginan tiap negara melaksanakan sesuai Traktat Non-Proliferasi yang membolehkan mengembangkan teknologi nuklir untuk maksud d