KH A Hasyim Muzadi
Puasa Ramadhan adalah arena pematangan emosi, intelektual, dan spiritual. Efek puasa mendorong kita matang berkomunikasi secara sosial. Maka, puasa memotivasi kita untuk melakukan kesalehan sosial, berperilaku produktif, berlatih sabar, dan memberi maaf. Dalam konteks pluralitas keindonesiaan, hikmah apa yang diperoleh dari puasa?
Dalam pentas global, Indonesia dikenal sebagai negara yang sukses melakukan toleransi antar dan interen umat beragama sehingga menjadi obsesi banyak negara belajar ke Indonesia.
Saya membuktikan sendiri. Pada 22 September 2006, saya berpidato dalam Sidang Umum PBB dan berdiskusi dengan jajaran pimpinan World Confrence of Religions for Peace (WCRP) di New York. Dalam kesempatan itu, disampaikan pengalaman Indonesia dalam pengelolaan kerukunan antar dan interen umat beragama dalam konteks multikultur dan multi-agama.
Obsesi ke depan, bagaimana kekayaan pluralitas ini menjadi energi kebajikan atau amal sosial antara umat beragama untuk membangun bangsa dan negara yang masih compang camping. Ada beberapa alasan.
Pertama, kondisi negara masih terpuruk dan terbelit krisis ekonomi. Pemecahannya memerlukan kerja sama dan koordinasi antara sesama anak bangsa serta antar pemeluk umat beragama.
Kedua, ada potensi yang bisa digerakkan antar-umat beragama untuk melakukan kebajikan sosial bersama untuk, misalnya, memberantas kemiskinan dan pengangguran. Melakukan kebajikan sosial dalam masyarakat plural justru mendapat penekanan dalam ajaran Islam. Untuk membangun kebajikan sosial, Islam mendesak umatnya agar tidak membesar-besarkan perbedaan. Justru, umat Islam disuruh mencari kesamaan visi dan misi dalam menggerakkan kebajikan sosial ini. Al Quran menegaskan, tiap amal soleh manusia akan mendapat balasan Allah.
Banyak hal bisa diperbuat untuk amal sosial dan proyek kemanusiaan dalam kerja sama antar-umat beragama. Pemberdayaan masyarakat, pemberantasan kemiskinan, dan pengangguran adalah segelintir contoh.
Produktivitas kerja
Maulana Muhammad Zakariyah Al Kandhalawi, dalam Kitabnya, Fadhail Amal, menegaskan, selama Ramadhan jangan menyia-nyiakan waktu, bahkan harus lebih produktif dalam ibadah. Guru jangan tidak mengajar dan karyawan jangan tidak masuk kantor karena alasan sedang berpuasa. Ibadah wajib dan sunnah jangan sampai terganggu karena Ramadhan.
Islam menganggap perilaku produktif sebagai amal saleh manusia, sebagai kholifah di muka bumi. Kesalehan bukan fungsi positif dari ketidakproduktifan ekonomi. Semakin saleh, seseorang seharusnya semakin produktif (An-Nahl:76). Puasa mendorong umat Islam berperilaku produktif.
Islam melarang aktivitas ekonomi yang merugikan manusia lain, seperti curang dan praktik riba (al-Baqarah:1-6 dan Ar-Ruum:39). Dengan kata lain, Islam menaruh apresiasi terhadap perilaku produktif, selama dalam koridor keseimbangan untuk kehidupan dunia dan akhirat.
Manajemen sabar
Ramadhan adalah gelanggang berlatih sabar sebulan penuh. Energi inilah yang nanti menjadi modal setahun ke depan guna menghadapi cobaan dan tantangan hidup. Prinsip masyarakat modern biasanya hidup dalam ketergesa-gesaan. Waktu menjadi ukuran dominan masyarakat modern: bagaimana mencapai produksi dengan tepat dan cepat sehingga pertumbuhan kemakmuran mencapai taraf tinggi. Apakah spirit masyarakat modern ini bertentangan dengan sabar sebagai etos Islam?
Al Quran mendefinisikan sabar sebagai menahan diri atas segala hal yang tidak disukai karena mengharap rida Allah. Sabar hakikatnya adalah ketahanan atau keterujian untuk menunggu hasil yang ingin dicapai. Maka, sabar tidak bertentangan dengan etos masyarakat modern.
Al Quran menyebut lawan kata sabar adalah sikap berkeluh-kesah. Sabar mendorong orang untuk berbuat positif dan tidak mudah menyerah alias ulet. Kompatibilitas sabar dengan masyarakat modern adalah sikap sikap ulet, tidak mudah menyerah, kerja keras dan optimistis.
Sabar mendorong orang fokus melakukan pekerjaan, sesuai nilai kerja universal, yaitu fokus atau bersungguh-sungguh dalam pekerjaan hingga mencapai hasil maksimal.
Implikasi sabar dalam kehidupan, misalnya sabar dalam menerima cobaan, sabar dalam mengendalikan hawa nafsu, sabar dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar, sabar dalam tugas kerja, sabar dalam menegakkan perjuangan di jalan Allah, dan sabar dalam hubungan antarsesama umat manusia.
Faktor-faktor berikut dapat dipertimbangkan guna menguatkan kesabaran, yaitu mengetahui karakteristik kehidupan modern, men
Terpopuler
1
Saat Jamaah Haji Mengambil Inisiatif Berjalan Kaki dari Muzdalifah ke Mina
2
Meski Indonesia Tak Bisa Lolos Langsung, Peluang Piala Dunia Belum Pernah Sedekat Ini
3
Belasan Tahun Jadi Petugas Pemotongan Hewan Kurban, Riyadi Bagikan Tips Hadapi Sapi Galak
4
Cerpen: Tirakat yang Gagal
5
Jamaah Haji Indonesia Diimbau Tak Buru-buru Thawaf Ifadhah, Kecuali Jamaah Kloter Awal
6
Jamaah Haji Indonesia Bersyukur Tuntaskan Fase Armuzna
Terkini
Lihat Semua