NU dari Ulama untuk Ummat dan Negara
NU Online · Kamis, 17 Januari 2013 | 01:10 WIB
Pada bulan Januari 2013 ini usia Nahdlatul Ulama sudah sekitar 87 Tahun, karena NU lahir pada tanggal 31 Januari 1926/16 Rajab 1344 H. NU lahir dari proses hasil istikharah ulama besar (KH Khalil Bangkalan dan KH Hasyim Asy’ari) dengan isyarah tongkat dan tasbih. KHR As’ad Syamsul Arifin yang saat itu masih remaja dan menjadi santri Kiai Kholil disuruh mengantar tongkat dengan membaca surat Thoha: 17-23, dan tasbih dengan membaca ya jabbar ya qahhar. Dengan isyarah dan istkharah dari para ulama maka NU didirikan.<>
Dan yang menjadi penggerak utama berdirinya NU adalah munculnya ajaran-ajaran dalam Islam yang menyimpang dari faham ahlussunnah wal jama’ah, kondisi sosial dan politik yang sangat membutuhkan peran para ulama sehingga dalam AD/ART NU dicantumkan bahwa tujuan NU adalah berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal-jamaah untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan dan kesejahteraan umat dan demi terciptanya rahmat bagi semesta.
Dengan tujuan yang mulia itu Nahdlatul Ulama didirikan dalam bentuk organisasi yang terdiri dari Mustasyar (kiai-kiai sepuh berpengaruh), Syuriyah (kiai atau pakar yang memilki keahlian) dan Tanfidziyah (sebagai pelaksana program).
Alhamdulillah berkat adanya NU para ulama dapat berperan dalam proses kemerdekaan Negara RI, dan ikut serta mengisi, membangun dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sedangkan dari sisi keummatan NU melalui program-program PB, PW, PC, MWC, Ranting dan Kelompok Anak Ranting (KAR) yang berbasis masjid, terus mengembangkan misinya dalam menanamkan ajaran Aswaja di tengah-tengah masyarakat.
Gerakan keummatan ini yang sangat berpengaruh adalah melalui jalur pesantren, guru ngaji, dan pendidikan diniyah yang didirikan oleh warga NU. Sampai ada jargon bahwa NU itu pesantren besar dan Pesantren adalah NU kecil. Para kiai NU yang membawa missi ajaran dari gurunya terus dikembangkan di tengah-tengah masyarakat. Para kiai NU membentuk jam’iyyah Yasin dan Tahlil, Manaqib, jama’ah muslimatan, kelompok shalawat dan istighatsah. Bahkan para kiai NU memiliki peran kemasyarakatan; seperti acara Ngupati, Mitoni (bagi Ibu yang hamil), Kelahiran (memberi nama anak, Aqiqah, sunnatan), pernikahan, kematian (dari memandikan, mengkafani, menguburkan, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari dan Haul) serta acara hari-hari besar Islam, semua acara itu memerlukan peran kiai NU.
Disela-sela acara tersebut para kiai NU membawa misi ajaran Aswaja yang akhirnya berkembang menjadi tradisi masyarakat yang mengakar.
Seiring dengan perkembangan zaman, NU dalam muktamarnya terus membuat keputusan-keputusan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi Bangsa dan Negara Republik Indonesia. Dibuatlah program-program yang tidak hanya menitikberatkan pada sisi ritualitas keagamaan tapi ke arah pendidikan dan sosial.
Lalu Nahdlatul Ulama, baik melalui Lembaga, dan perangkat badan otonomnya (Muslimat, Fatayat, GP. Ansor, IPNU-IPPNU, dll) mendirikan lembaga pendidikan dari tingkat TPQ, PAUD sampai pada perguruan tinggi, membangun rumah sakit, koperasi, membuat media cetak maupun elektonik (ada koran Duta masyarakat, Harian Bangsa, Majalah, Buletin, TV 9 dan NU Online), membentuk Aswaja centre, membentuk Himpunan pengusaha NU (HPN) untuk menggerakkan dan memajukan ekonomi ummat serta aksi-aksi sosial dalam memberi pelayanan pada ummat.
Dalam gerakan aksi sosial, NU memiliki lembaga GNKL yang bergerak dalam penyelamatan hutan dan CBDRM yang bergerak untuk penanggulangan bencana. Pada tahun 2012-2013 NU menyelenggarakan pasar rakyat dan pelatihan kewirausahaan di berbagai kota kabupaten dengan tujuan memberi bantuan berupa pasar murah dan menumbuhkan gairah usaha bagi warga NU. Dengan program-program tersebut NU sangat dekat pada ummat.
Disisi lain, NU mengembangkan sayapnya tidak hanya di wilayah Indonesia. PBNU membentuk PCI (Pengurus Cabang istimewa) di luar negeri. Bahkan PBNU diberi tempat untuk menyampaikan pidato di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada saat dunia ditimpa oleh gerakan terorisme dengan istilah “jihad” yang secara tekstual mengambil dari referensi Islam maka NU diminta oleh dunia internasional untuk menjelaskan ajaran Islam Rahmatan lil’alamin melalui forum-forum dialog di berbagai negara.
Upaya NU untuk mengayomi ummat (ri’ayatu al-ummah) dan memberikan kontribusi pada negara telah nyata adanya. Namun akhir-akhir ini NU telah dituduh melakukan pelanggaran HAM terkait persoalan G30S/PKI, bahkan pemerintah didesak untuk minta maaf. Padahal peristiwa G30S/PKI adalah klimaks kekejaman dari PKI yang bisa dimaafkan tapi tidak bisa dilupakan karena menjadi bagian dari sejarah bangsa Indonesia. Korban yang begitu besar ditutupi PKI, tetapi para ulama, santri dan korban tidak akan melupakan sejarah dan pembunuhan yang dilakukan PKI. PKI dulu berusaha melenyapkan syariat Islam dan Pancasila.
Indikasi kebangkitan PKI ini telah disampaikan oleh Pangdam IV/Diponegoro Hardiono Saroso, bahkan PBNU meminta warga NU mewaspadai kebangkitan gerakan PKI. Ketua Umum GP. Ansor Nusron Wahid menengarai gerakan PKI sudah berasal dari lingkungan istana. Hal itu kata Nusron, adalah munculnya wacana mendorong Presiden SBY meminta maaf kepada korban pembantaian 1965-1966, dan adanya rekomendasi dari Komisi Nasional Hak Asasi manusia (HAM) agar pemerintah membentuk peradilan HAM guna mengungkap kasus pembantaian atas ratusan ribu anggota dan simpatisan PKI.
Dalam rangka menjaga NU dan keutuhan NKRI, pengurus dan warga NU harus bersatu dan mewaspadai terhadap gerakan yang akan merongrong eksistensi NU dan Negara kesatuan Republik indonesia (NKRI). Karena pembantaian PKI merupakan keputusan politik, maka yang dikhawatirkan bagaimana bila terjadi sebaliknya yakni ada keputusan politik: NU DIBUBARKAN DAN WARGA NU HARUS DIBANTAI? Na’udzubillah. Untuk itu kita semua harus sadar dan harus terus memperkuat NU dan menghindari perpecahan di tubuh NU. Ingat kata bijak; Domba yang diterkam oleh Srigala adalah domba yang keluar dari barisannya. Sebuas-buas Srigala tidak akan menerkam domba bila masih dalam barisan domba.
Penulis adalah ekretaris PCNU Jember dan pengasuh Yayasan Raudlah Darus Salam Sukorejo Bangsalsari Jember.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua