Opini

NU dan Semangat Antikorupsi

NU Online  ·  Sabtu, 6 Mei 2017 | 23:00 WIB

Oleh Ahmad Yahya

Genderang semangat melawan korupsi harus terus ditabuh, karena kejahatan akan korupsi semakin terang-terangan dan para koruptor sedang menyusun strategi untuk melawan. Banyaknya koruptor yang tertangkap tidak membuat jera, justru setiap tahun indeks angka koruptor semakin meningkat. Sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, upaya semangat antikorupsi harus terus dinyalakan. 

Tata kehidupan yang dihadapi masyarakat saat ini semakin kompleks, munculnya berbagai macam persoalan anak bangsa antara lain kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, penindasan, ketidakadilan dan seterusnya bisa berawal dari rapuhnya ruh, moral dan etika anak bangsa dalam mengurus negeri ini. Sehingga tujuan untuk merampok uang negara dengan memperkaya diri sendiri, kelompok, serta golongan mudah sekali terwujud. 

Korupsi merupakan kejahatan kemanusian sekaligus penyakit yang sangat berbahaya, korupsi dapat merusak tata sendi kehidupan manusia dalam bangsa dan bernegara. Korupsi merupakan isu yang sangat rumit dalam sejarah perjalanan manusia. Ia memberikan implikasi negatif dan buruk dalam kehidupan manusia secara khusus dan keberlangsungan suatu wilayah. Pengaruh kejahatan karupsi sangat mempengaruhi seluruh aspek sisi kehidupan manusia, yaitu ekonomi, politik, ketahanan, sosial-budaya, dan agama.  

Dalam bidang ekonomi, korupsi dapat merusak perkembangan suatu negara. Jika suatu aktivitas ekonomi dijalankan dengan memasukkan unsur-unsur korupsi, maka pertumbuhan ekonomi yang diharapkan pastinya tidak akan tercapai. Imbasnya adalah kurangnya investasi dan kepercayaan. 

Dalam bidang politik, apabila kekuasaan dicapai dengan praktik-praktik korupsi pastinya akan menghasilkan dan terwujud tata pemerintahan yang tidak sehat. Pemerintahan yang berkuasa akan cenderung menjadikan alat kekuasaannya sebagai bentuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dari apa yang bisa diperoleh dari kekuasaan yang dijalankannya. Akibatnya menjadikan pemerintahan yang bersifat transaksional yang mementingkan pihak-pihak yang berkuasa dan berkepentingan. 

Dalam bidang keamanan, ketahanan, dan keadilan sosial; korupsi mengakibatkan tidak efisiensinya ketiga bidang tersebut di atas pada suatu wilayah. Hanya berorientasi pada keuntungan terhadap kelompok tertentu di tampuk kekuasaan, menjadikan keamanan dan ketahanan tak lagi diperhatikan.

Akibatnya mereka yang tidak memiliki kecukupan penghasilan menjadi kelas bawah yang dikangkangi mereka yang berharta dan mempunyai akses terhadap kekuasaan. Akibatnya akses pelayanan publik yang mestinya menjadi hak setiap warga masyarakat menjadi berorientasi “saya dapat apa membantu kamu”. Sehingga muncul kesenjangan sosial yang memicu kejahatan dan kekerasan. 

Terhadap budaya dan kehidupan sosial, korupsi yang merajalela dan menjadi kebiasaaan akan menjadikan masyarakat kacau, dan tidak ada saling percaya antara satau sama lainnya. Berakibat juga pada kualitas moral dan intelektual masyarakat. Semuanya hancur karena diukur dengan “apa yang bisa didapat”. Ketika terjadi demikian, maka tidak ada lagi kemulian dalam diri masyarakat sebagai makhluk yang berbudaya. 

Dalam bidang bidang keagamaan, korupsi mengakibatkan kekacauan. Berbagai bentuk bantuan yang diberikan oleh para dermawan kepada yang memerlukan tidak terkelola dengan baik dikarenakan ada unsur “permainan” yang dilakukan para penyalur. Akibatnya angka kemiskinan semakin tinggi dan makin banyaknya orang-orang yang menderita kelaparan dan keterbelakangan. 

Nahdlatul Ulama sebagai organisasi kemasyarakat Islam terbesar di Indonesia, mempunyai komitmen yang tinggi dalam membangun iklim dekokrasi yang berkualitas, salah satunya adalah dengan membangun semangat jihad anti korupsi dilingkungan Nahdliyin (Warga NU). 

Bukti nyatanya adalah Nahdlatul Ulama membuat komitmen jihad melawan korupsi, yang pertama kali dibangun secara formal melalui keputusan resmi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada Muktamar NU ke-30 di Pondok Pesantren Lirboyo pada tahun 1999, dalam muktamar tersebut salah satu bahasannya adalah menyoal penyalahgunaan uang negara atau tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). 

Munculnya buku “Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi” menegaskan kembali bahwa NU sangat serius menolak terhadap kejahatan korupsi, ini tidak hanya buku untuk internal NU, tapi lebih dari itu bisa menjadikan inspirasi dan semangat untuk menolak dan mengutuk secara bersama-sama akan kejahatan kemanusiaan tersebut. Ini tentunya menjadikan pelajaran bagi seluruh warga Nahdlatul Ulama bahwa kejahatan akan korupsi adalah sangat berbahaya. 

Menurut penulis, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengobarkan semangat warga Nahdlatul Ulama dalam menolak dan melawan korupsi. Pertama jihad akan melawan korupsi harus terus di dengungkan. Kedua kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara intens. Ketiga melaksanakan edukasi pendidikan anti korupsi di sekolah-sekolah berbasis NU. Keempat membentuk forum-forum NU anti korupsi di seluruh jajaran struktural NU dari Pusat hingga ranting. Kelima membuat program kampanye keluarga NU anti krupsi. Keenam melaksanakan majlis ta’lim dan pengajian anti korupsi. 

Perlu disadari bahwa untuk mewujudkan itu semua harus dilandasi niat, kerja keras dan motivasi yang tinggi. Peranan aktif tokoh masyarakat dan tokoh keagamaan dan seluruh masyarakat sangat dibutuhkan untuk mewudkannya tersebut. Masih banyak koruptor, kenapa? Wallahu a’lam.

Penulis adalah Ketua IMAN Institute, Mahasiswa Fakultas Hukum Unissula Semarang.