Opini

NU dan Petani, Kini dan Mendatang

Jumat, 31 Maret 2017 | 03:03 WIB

Oleh Muchlishon Rochmat
“Pendek kata, Bapak Tani adalah gudang kekayaan, dan daripadanya itulah negeri mengeluarkan belanja bagi sekalian keperluan. Pak Tani itulah penolong negeri apabila keperluan menghendakinya dan di waktu orang pencari-cari pertolongan. Pak Tani itu ialah pembantu negeri yang boleh dipercaya untuk mengerjakan sekalian keperluan negeri, yaitu di waktunya orang berbalik punggung (tak sudi menolong) pada negeri; dan Pak Tani itu juga menjadi sendi tempat negeri didasarkan,” kata Hadlratus Syekh KHM Hasyim Asyari

Begitulah apresiasi Pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Asyari terhadap petani. Ia sadar betul bahwa peran petani itu sangat vital karena petani adalah sendi dimana sebuah negeri itu didasarkan. Bahkan, Hadratussyekh tidak segan-segan menyematkan predikat “penolong negeri” kepada seorang petani.

Kita semua tahu bahwa mayoritas warga NU adalah petani dan berada di wilayah pedesaan. Data menunjukkan bahwa latar belakang pekerjaan orang tua yang menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan NU adalah petani dan buruh (53%), wiraswasta (21%), PNS dan karyawan swasta (18%), dan lain-lainnya (8%). Dari situ terlihat bahwa setengah lebih dari warga NU adalah petani.

Maka dari itu, sudah seharusnya NU memberikan perhatian lebih kepada petani. Bukan hanya perhatian, tetapi juga pelatihan, peningkatan, dan pemberdayaan petani dan sektor pertanian. Juga subsidi keperluan-keperluan pertanian. Saya yakin bahwa petani adalah ujung tombak dari kemajuan NU.

Tiga Kebutuhan Petani
Setidaknya ada tiga hal yang menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi petani guna meningkatkan produktivitas. Pertama, lahan pertanian. Tahun 2014, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa luas lahan pertanian di Indonesia adalah 41.5 juta Ha dengan rincian: Hortikultura 567 ribu Ha, Tanaman Pangan 19 juta Ha, dan Tanaman Perkebunan 22 Juta Ha. Sementara jumlah petani kita adalah 38,97 juta.

Jika lahan tersebut dibagi rata, maka setiap petani tidak akan sampai mendapatkan dua hektar. Bahkan, semakin tahun ke tahun luas lahan pertanian ini semakin berkurang dan hanya dikuasai oleh beberapa orang. Dengan demikian mereka hanya bekerja sebagai buruh tani, bukan petani lagi.

Kedua, pupuk dan irigasi. Seringkali petani mengalami kesulitan dalam memperoleh pupuk. Kalaupun pupuk tersedia, biasanya harga pupuk melambung tinggi sehingga membuat biaya produksi membengkak. Begitupun dengan irigasi. Banyak lahan pertanian yang tidak memiliki sistem irigasi. Mereka hanya mengandalkan air hujan untuk pengairan lahan.

Ketiga, teknologi. Sebagian besar petani kita masih menggunakan peralatan pertanian tradisional. Hal tersebut dikarenakan mahalnya harga teknologi pertanian yang mutakhir karena biasanya teknologi tersebut diimpor dari luar. Sarjana-sarjana pertanian kita tampaknya belum memproduksi massal alat teknologi pertanian yang harganya terjangkau. Maka dari itu, dengan bertani secara tradisional, kerja dan hasil panen mereka pun kurang efektif dan efiisien. Begitupun dengan teknologi pengembangan benih untuk mendapatkan benih yang unggul dan baik.

Petani Sejahtera, NU Jaya
Kita semua warga nahdliyin berharap agar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) perlu memberikan perhatian lebih pada sektor pertanian. Bagaimana caranya? Ada tiga cara yang bisa ditempuh PBNU untuk memberdayakan petani NU. Pertama, mengefektifkan Lembaga Pengembangan Pertanian NU (LPPNU). Lembaga inilah yang menjadi ujung tombak pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan petani secara langsung. Sesuai dengan misinya, lembaga ini bisa melakukan beberapa hal seperti pendampingan, pemberdayaan dan advokasi petani, pengembangan teknologi dan inovasi di bidang pertanian, dan pengembangan jaringan kerja dalam pengembangan sistem pertanian.

Kedua, meningkatkan akses pendidikan nahdliyin di bidang pertanian. Saya kira tidak semua nahdliyin kuliah di bidang agama. Tidak sedikit dari mereka yang kuliah di bidang-bidang sains, matematika, dan bahkan pertanian. Dari sini, PBNU bisa mendorong nahdliyin yang memiliki passion di bidang pertanian dan memberikan beasiswa kepada mereka untuk terus belajar hingga ke jenjang paling tinggi.

Terakhir, mengembangkan sistem dan teknologi pertanian di Universitas NU. Sekarang, NU memiliki 31 perguruan tinggi. Bahkan, di perguruan-perguruan tinggi tersebut juga dibuka jurusan pertanian. Ini artinya, NU memiliki kesempatan yang sangat luas untuk turut mengembangkan sistem dan teknologi dalam bidang pertanian.

Itulah beberapa hal yang seharusnya menjadi fokus NU dalam memberdayakan petani. Sekali lagi kita tahu bahwa mayoritas warga NU adalah petani. Saya kira jika petani itu sejahtera, maka NU pun akan jaya. Begitupun sebaliknya.


*) Penulis, anak petani di Kabupaten Pati.