(Bagian I)
Oleh : Ma'ruf Amin
<>Munas Alim Ulama di Lampung merupakan momentum penting dalam sejarah perjalanan Nahdhatul Ulama karena pada Munas tersebut ada tiga hal penting yang ditetapkan untuk dijadikan pegangan bagi perkembangan pemikiran social dan keagamaan di lingkungan Nahdhatul Ulama selanjutnya, yaitu pertama, dikembangkannya sistem pembahasan persoalan diniyah secara maudhu'i (tematik). Dalam Munas di Lampung tersebut seluruh agenda pembahasannya bersifat maudhu'i. Padahal pembahasan sebelumnya hanya menyangkut masalah waqi'iyah (aktual) yaitu pembahasan tentang halal-haram suatu masalah yang terjadi. Dan kemudian pembahasan secara maudhu'iyah itu menjadi tradisi di lingkungan Nahdhatul Ulama di samping pembahasan secara waqi’iyah. Sejak Muktamar NU di Cipasung, Bahtsul Masail dilakukan dengan dua cara, yaitu Bahtsul Masail waqi'iyah dan Bahtsul Masail maudhu'iyah. Dengan demikian, pembahasan menjadi lebih luas dan lebih berkembang, baik dalam forum Muktamar maupun dalam forum Munas.
Kedua, keputusan tentang mabadi' khairo ummah (prinsip-prinsip pengembangan masyarakat) yang memuat dasar-dasar tentang personality dari warga NU (syakhsyiyah nahdhiyah) dengan harapan bahwa warga NU minimal memiliki sifat seperti yang termuat dalam mabadi khairo ummah, yaitu al-shidqu, al-amanah, al-ta'awun, al¬'adalah, dan al-istiqomah. Mabadi khairo ummah ini disebut juga dengan mabadi al-khomsah karena memuat lima prinsip. Sedangkan untuk persyaratan pemimpin NU belum sempat dirumuskan pada saat itu. Dan yang pasti harus lebih dari hanya memiliki mabadi khairo ummah. Termasuk harus memiliki aspek afdholiyah (keutamaan), ashlahiyah (kemaslahatan), dan al yaqiyah (kelayakan).
Ketiga, penetapan sistem pengambilan keputusan hukum di lingkungan Nahdhatul Ulama. Sistem ini pada dasarnya merupakan perumusan dari manhaj (metodologi) yang selama ini sudah berjalan di lingkungan Nahdhatul Ulama. Hanya saja, belum dirumuskan sebagai keputusan yang bisa dijadikan panduan dalam penetapan hukum. Oleh karena itu, sistem ini dapat dikatakan sebagai almanhajun-nahdhi fi itsbatil-ahkam (metodologi NU dalam penetapan hukum).
Tulisan ini berusaha menjabarkan sistem ini saya lakukan terbatas pada persoalan yang saya ketahui dan saya pahami, berdasarkan perjalan yang saya alami daslam mengkelola persoalan ini di lingkungan NU. Karena saya tidak merasa mengetahui secara keseluruhannya. Apalagi tentang NU yang bagi saya terlalu besar untuk saya ketahui seluruhnya.
Sistem pengambilan keputusan hukum di lingkungan Nahdhatul Ulama ditetapkan dengan maksud, pertama: supaya NU memiliki pedoman dalam menetapkan hukum. Organisasi sebesar NU dengan banyaknya keputusan-keputusan yang ditetapkan tentang masaail diniyah, baik di tingkat Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, dan Pengurus Cabang serta sudah berjalan puluhan tahun tidak layak kalau tidak memiliki pedoman yang dijadikan acuan di dalam menetapkannya. Sehingga, semua keputusan di dalam Bahtsul Masail harus berpegang pada cara-cara yang telah ditetapkan di dalam sistem yang sudah disepakati.
Yang kedua, dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya mauquf atau tertundanya suatu masalah karena tidak ada nash atau tidak ada qaul dalam al-kutubul-mu'tabarah, atau tidak ada aqwal (pendapat), af'al (perilaku) dan tasharrufat dari assabiqunal awwalun (para perintis) NU. Disamping itu juga dimaksudkan untuk menghindarkan munculnya jawaban terhadap berbagai persoalan tanpa pedoman yang benar. Merespon semua persoalan yang terjadi dengan nash adalah sangat tidak mungkin karena nash sifatnya terbatas sedangkan persoalan yang terjadi terus berkembang.
Demikian juga tidak mungkin hanya berpegang pada aqwal (pendapat) yang ada di dalam a kutubul-mu'tabarah karena penulisannya sudah terhenti sejak sekitar seratus tahun yang lalu. Padahal persoalan-persoalan baru timbul terus dan selalu berkembang. Persoalan yang berkembang sesungguhnya juga telah direspon melalui aqwal, af'al, dan tasharrufat para assabiqunal awwalun di lingkungan Nahdhatul Ulama. Namun, sesudah periode mere
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua