Opini DWI WINARNO*

Menuju Integrasi Pemuda ASEAN: Catatan Jelang ASEAN Community 2015

NU Online  ·  Rabu, 28 Agustus 2013 | 06:05 WIB

Dua tahun jelang diberlakukannya ASEAN Community, berbagai langkah yang termuat di dalam blueprint terus dijalankan. Sayangnya, langkah-langkah menuju agenda besar ini masih banyak berpusar di sekitar pemerintah negara masing-masing. Belum tersosialisasi dan terpahami dengan baik di tingkat masyarakat, terutama di kalangan generasi muda.
<>
Melihat gejala tersebut, PB PMII menginisiasi pertemuan pemuda se-ASEAN pada tanggal 27-29 Agustus 2013 di Jakarta. Acara bertajuk ASEAN + Youth Assembly for ASEAN Community 2015 ditujukan untuk membangun dialog, persepsi, dan memberi input kritis kepada para pemangku kebijakan di negara masing-masing. Sejauh ini, selama perencanaan, proses, hingga implementasi pelibatan unsur pemuda dirasakan masih cukup terbatas. 

Di luar perwakilan pemuda negara se-ASEAN, delegasi dari negara-negara mitra ASEAN juga turut dilibatkan. Pertimbangan utamanya adalah untuk berbagi pengalaman dan memperkaya perspektif dari luar terkait eksistensi ASEAN sebagai komunitas yang diidealkan dalam bekerjasama baik dengan negara-negara non-ASEAN maupun asosiasi regional lainnya.

Perkembangan Kawasan ASEAN

Sejak didirikan 46 tahun yang lalu, ASEAN mengalami perkembangan luar biasa. Diakui oleh banyak pakar hubungan luar negeri sebagai organisasi kerjasama regional yang paling terintegrasi setelah Uni Eropa. Prioritas menciptakan perdamaian kawasan telah tercapai dengan tidak adanya perang antar negara anggota secara langsung-berlebihan atau gejolak politik berkepanjangan. Tiap sengketa masih bisa diredam atau diselesaikan melalui pendekatan diplomatik.

Dalam perkembangannya, ASEAN melepaskan dirinya dari bayang-bayang Perang Dingin (the cold war), yang dulu menggejolak di kawasan Indocina, dan beranjak menyiapkan diri menjadi kekuatan ekonomi dunia.

Peningkatan ekonomi membuat ASEAN menjadi kawasan yang sangat menggairahkan. Pada tahun 2011 GDP (Gross Domestic product) keseluruhan negara ASEAN lebih dari US$ 2.178 triliun atau 4,2 persen dari GWP (Gross World Product) dan pendapatan perkapita (PPP/Purchasing Power Parity) US$ 3.334. Nilai itu diprediksikan terus meningkat meskipun krisis di Eropa terus berlanjut. Penduduk ASEAN berada di tempat ketiga dengan populasi sebanyak 605 juta jiwa.

Asia Tenggara juga menjadi kawasan strategis karena menghubungkan Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia dan menjadikan Selat Malaka sebagai selat teramai kedua setelah Selat Hormuz dan dijuluki sebagai chokepoint of shipping in the world.

Jauh-jauh hari tiga negara kuat di Asia Timur: China, Jepang, dan Korea Selatan telah melakukan pendekatan intensif melalui forum ASEAN Plus Three yang berjalan sejak 1997. Tak mau ketinggalan,  Amerika, Uni Eropa, Rusia, dan India juga berlomba-lomba membangun keintiman dengan ASEAN meski China telah lebih dulu bertindak agresif dengan membangun zona perdagangan bebas bersama ASEAN melalui ACFTA yang dimulai sejak 1 Januari 2010.

Di luar sisi ekonomi, hubungan internasional dalam lingkup ASEAN terus menjejakan langkah-langkah baru. ASEAN yang semula hanya menjadi perkumpulan dalam ikatan longgar negara-negara di kawasan Asia Tenggara mulai mengarah ke dalam ikatan yang lebih kuat. Lahirnya Piagam ASEAN yang ditandatangani pada KTT ASEAN ke-13 tahun 2007 membuat ASEAN menjadi organisasi yang berdasarkan hukum (rules based organization) dan menjadi subjek hukum (legal personality). Agenda berikutnya adalah mendorong integrasi masyarakat ASEAN pada tahun 2015 dengan istilah ASEAN Community.

Sekilas Tentang ASEAN Community

ASEAN Community dicanangkan melalui Deklarasi Bali Concord II Tahun 2003 dan direncanakan terbentuk pada 2020. ASEAN Community berdiri di atas tiga pilar yang saling terkait erat, yakni pilar politik-keamanan ASEAN, pilar Ekonomi ASEAN, dan pilar komunitas sosial-budaya ASEAN. Dalam prosesnya, pembentukan ASEAN community dipercepat menjadi tahun 2015 yang dituangkan dalam Declaration on The Acceleration of The Establishmentof An ASEAN Community by 2015 tahun 2007 silam di Cebu, Filipina. Di tahun yang bersamaan blueprint komunitas ekonomi ASEAN disahkan di Singapura. Menyusul dua tahun kemudian komunitas politik-keamanan ASEAN dan komunitas sosial-budaya ASEAN di Thailand.

Secara ringkas, pilar-pilar ASEAN Commmunity dijelaskan sebagai berikut. Pertama, pilar keamanan. Penerapan prinsip-prinsip non-interference tidak lagi secara kaku seperti di masa sebelum penerapan ASEAN Community mengingat adanya kesamaan persepsi ancaman, baik ancaman tradisional maupun non-tradisional. Komunitas Keamanan ASEAN bertujuan memperkuat ketahanan kawasan dan mendukung penyelesaian konflik secara damai melalui forum konsultasi bersama. 

Kedua, pilar ekonomi. Pembentukan kawasan ekonomi terintegrasi yang fokus pada pembentukan biaya transaksi perdagangan, peningkatan fasilitas perdagangan dan bisnis, dan peningkatan daya saing sektor UKM. Kemudahan dan peningkatan akses pasar intra ASEAN diharapkan dapat memberi peluang tiap negara anggota memperluas cakupan skala ekonomi, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan, meningkatkan daya tarik investor dan tourism, mengurangi biaya transaksi perdagangan, dan perbaikan fasilitas perdagangan dan bisnis. 

Ketiga, pilar sosial-budaya. Kerjasama difokuskan untuk penciptaan a caring and sharing community. Kerjasama ini mencakup bidang kepemudaan, wanita, kepegawaian, penerangan, kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, penganggulangan bencana alam, kesehatan, pembangunan sosial, pengentasan kemiskinan, dan ketenagakerjaan.

Usulan Agenda

Selama ini, setidaknya lebih dari tiga dekade, ASEAN dianggap sebagai wilayah yang sangat stabil dari gejolak keamanan. Terjadi juga peningkatan kesejahteraan dari sisi ekonomi. Kedua proyeksi ini dianggap menjadi indikator keberhasilan dari ide terbentuknya ASEAN di fase awal. Dalam proses-proses berikutnya, kerjasama yang lebih spesifik dari isu-isu makro terus dikembangkan. Tentu saja, kita semua bersepakat bahwa ASEAN tetap diupayakan menjadi kawasan yang damai dan mampu meningkatkan kesejahteraan.

Meski sudah dan akan ditopang oleh kerjasama regional yang cukup berarti dan mengikat, terdapat beberapa hal yang patut dipertimbangkan menjadi bahan dialog bersama. 

Pertama, pilar politik-keamanan. Pembangunan kekuatan militer negara-negara ASEAN terus meningkat seiring terjadinya peningkatan ekonomi. Peningkatan kekuatan militer ini bisa menjadi penyebab terjadinya misjudgement dan mistrust di antara negara anggota ASEAN. Meski demikian, keberadaan ASEAN Regional Forum (ARF) sejauh ini dianggap mampu meredam gejolak yang dapat menciptakan destabilisasi kawasan. Namun, upaya ini tetap belum maksimal mengingat sebagian besar konflik perbatasan masih enggan diselesaikan lewat jalur musyawarah-intensif antar negara yang bertikai ataupun jalur pengadilan internasional.

Setidaknya, terdapat dua poin yang akan menjadi titik pembahasan: konflik teritorial di antara sesama negara anggota ASEAN dan anggota ASEAN dengan negara-negara non-ASEAN serta kemungkinan terjadinya peningkatan eskalasi di kawasan Pasifik mengingat mulai ada gejala pergeseran kekuatan militer dari Atlantik ke Pasifik.

Kedua, pilar ekonomi. Sejak ditandatanganinya ASEAN Free Trade Area (FTA) pada tahun 1992 dan dilanjutkan dengan FTA bersama beberapa negara mitra ekonomi di tahun-tahun berikutnya telah membuat perdagangan di kawasan ASEAN menjadi semakin dinamis. Pasca gelombang krisis keuangan besar yang melanda negara-negara besar di kawasan ASEAN di tahun 1996-1997 terjadi kemajuan ekonomi yang cukup signifikan. Namun, di sisi lain masih terdapat persoalan yang perlu menjadi pembahasan bersama: 1) Perbedaan tingkat ekonomi yang cukup tajam antar negara anggota ASEAN. Untuk mengatasi kecemburuan harus mencakup fair trade di dalamnya;  2) Kemiskinan yang masih menjadi problem utama negara-negara ASEAN; 3) Model sustainable development yang tepat di kawasan yang membutuhkan kerjasama erat tiap negara untuk membangun ketahanan pangan, ketahanan energi, dan konservasi lingkungan.

Ketiga, pilar sosial-budaya. Hubungan antar masyarakat yang terus berlangsung sangat lama, baik melalui kerjasama antar lembaga negara maupun secara ilmiah, menjadi modal sosial utama dalam mewujudkan integrasi masyarakat ASEAN yang menggunakan pendekatan people-centered approach. Namun, pilar ini masih membutuhkan penajaman mengingat terdapat beberapa hal yang cukup mengganjal: 1) Konflik komunal di masing-masing negara masih kerap terjadi. Sentimen komunal yang tidak terkelola dengan baik pada gilirannya bisa meningkat menjadi konflik komunal lintas negara atas dasar kesamaan emosional berbasis primordial; 2) Berbagai kasus pelanggaran HAM terhadap tenaga kerja migran berpotensi memicu resistensi terhadap keberadaan komunitas masyarakat ASEAN. Selain itu, masalah ini juga semakin pelik karena ditambah oleh terjadinya woman trafficking dan children workers; 3) Pola atau model hubungan antar pemuda yang belum terkelola secara baik mengingat di masa mendatang generasi muda yang akan menjadi pelanjut tongkat estafet kepemimpinan.  

Terakhir, berbagai persoalan yang berkembang dalam proses menuju ASEAN Community bisa dijembatani dengan terus membangun interaksi intensif tanpa mengenyampingkan gagasan-gagasan dari generasi muda. Tindakan ini bisa dimulai dengan cara membangun hubungan antar pemuda negara-negara di ASEAN serta non-ASEAN secara dinamis, berkelanjutan, dan memiliki manfaat praktis baik bagi para pemangku kebijakan maupun masyarakat. 




* Ketua SC ASEAN Youth Assembly; Ketua PB PMII