Oleh : Ardiansyah Abdullah Fajari*
PEMILU untuk pemilihan anggota legislatif baru saja usai. Perhitungan suara yang sedang dilakukan memberikan kejutan dengan munculnya dua partai baru, Partai Demokrat (PD) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyodok ke posisi 6 besar, sementara posisi tiga besar tetap ditempati Gokar, PDIP dan PKB. Pesta pora demokrasi belumlah selesai, karena hajatan yang lebih besar lagi, pemilihan presiden secara langsung, baru akan digelar Juli mendatang. Politisi sibuk membuat manuver-manuver untuk memaksimalkan kepentingan diri dan partainya, sementara pengamat sibuk menganalisa pasangan yang cocok dan peluangnya untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Rakyat, seperti biasa, terbawa arus dan mudah lupa akan janji-janji politisi yang diteriakkan pada masa kampanye.
<>Setidaknya ada empat janji politik yang selalu diteriakkan oleh politisi semua partai, yaitu : penegakan hukum, pemerintahan yang bersih, perbaikan ekonomi dan akses pendidikan yang murah. Siapapun Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih nantinya, dari partai apapun dia, maka janji-janji ini harus ditepati. Setidak-tidaknya ada usaha yang keras tak kenal lelah untuk memperjuangkannya, hati rakyat perlu dihibur dengan bukti, tidak sekedar janji-janji seperti yang selama ini selalu dilakukan para politisi.
Pertama; penegakan hukum. Indonesia selalu menempati posisi ‘terhormat’ dalam penilaian lembaga-lembaga international dalam hal korupsi. Namun hampir-hampir tidak ada satupun koruptor yang bisa kita penjarakan, Bob Hasan hanyalah satu kasus apesnya koruptor
dinegeri ini, sementara ribuan lainnya bebas menikmati hasil korupsinya dan bahkan masih menjabat di posisi-posisi strategis dalam pemerintahan. Badan-badan pemerintah dibentuk hanya untuk melegitimasi bebasnya para koruptor tersebut. Lembaga pengadilan yang seharusnya menjadi benteng terakhir para pencari keadilan ditengarai justru menjadi mesin pencuci koruptor yang paling efektif. Lemahnya penegakan hukum hampir-hampir membuat kita frustasi, kasus-kasus korupsi yang sudah gamblang dimuka publik, menjadi mentah kembali hanya dengan alasan tidak ditemukan kerugian negara atau hanyalah kesalahan prosedur semata disertai dengan bahasa-bahasa hukum yang susah dimengerti oleh rakyat kebanyakan. Ujian terbesar bagi pemerintahan yang baru nantinya adalah melakukan penegakan hukum, sehingga hukum menjadi panglima dalam mengelola pemerintahan. Kasus-kasus korupsi, pelanggaran HAM, perusakan lingkungan dan lain-lainnya yang diwariskan pemerintahan sebelumnya haruslah diselesaikan dengan memenuhi rasa keadilan rakyat.
Kedua; pemerintahan yang bersih. Janji untuk membentuk pemerintahan yang bersih, bebas korupsi dan praktek-praktek suap lainnya selalu diteriakkan oleh para politisi dengan lantang. Namun alih-alih membersihkan korupsi dari pemerintahan sebelumnya, pemerintahan yang baru justru terlibat dalam korupsi baru, tentu dengan bimbingan sepenuhnya dari para pendahulunya. Aset-aset negara dijarah untuk kepentingan tertentu, BUMN-BUMN dikapling sesuai dengan perolehan suara partai, anjuran hidup sederhana hanya untuk rakyat. Sementara politisi, baik yang di pemerintahan maupun di parlemen, hidup bergelimang kemewahan. Mobil mewah, rumah mewah, sepatu mewah dan menginap dihotel-hotel mewah menjadi tontonan rakyat sehari-hari. Semoga kali ini rakyat tidak lupa lagi, dulu para politisi itu menjanjikan pemerintahan yang bersih. Artinya mereka harus hidup dengan gaji yang mereka peroleh, gaji yang bagi rakyat kebanyakan sudah sangat besar, haruslah cukup untuk mereka. Tidak ada lagi komisi-komisian, tidak ada lagi suap-menyuap. Balas jasa baik itu berupa uang kadeudeuh, traveler check ataupun privatisasi mobil dinas tidak boleh terulang lagi. Pemimpin yang baru harus tegas dan memberi suri tauladan yang baik, jauhkan keluarganya dari praktek-praktek bisnis kotor yang hanya mengandalkan koneksi. KPK harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menjalankan fungsinya, baik itu memberantas korupsi di pemerintahan maupun di parlemen. Pemimpin yang baru harus mencontoh sikap mantan PM China Zhu Rong Ji yang berani mengatakan,” sediakan 1,000 peti mati, 999 untuk para koruptor dan 1 untuk saya bila terbukti korupsi”.
Ketiga; perbaikan ekonomi. Sudah tujuh tahun kita dilanda krisis, namun tanda-tanda kearah pemulihan masih terlihat samar-samar. Beberapa indikator makro memang menunjukan tanda-tanda membaik, seperti nilai tukar rupiah terhadap dolar US mulai stabil dikisaran
Rp. 8.500, inflasi yang terus menurun, suku bunga SBI yang rendah, IHSG yang sudah menembus 775 dan cadangan devisa kita yang terus naik. Namun sektor riil masih jauh dari pulih, suku bunga kredit masih cukup tinggi, rasio penyaluran kredit masih rendah, investasi asing belum masuk dan pengangguran terbuka mencapai sembilan juta orang. Kehidu
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua