Membangkitkan Kembali Pencak Silat yang Kian Terisolasi
NU Online · Jumat, 10 Juni 2016 | 01:21 WIB
Tulisan ini berangkat dari kenyataan bahwa aktivitas kebudaayaan yang terdokumentasi di Mandar belum ada yang bicara tentang silat secara spesifik. Kebanyakan tentang musik, sastra serta tarian, tidak spesifik membahas bagaimana perkembangan pencak silat. Padahal, salah satu kebudayaan yang akan digeser oleh globalisasi adalah pencak silat, tidak hanya di Mandar tetapi di Indonesia secara umum. Silat termasuk identitas lokal bangsa yang terlupakan.
Pencak silat merupakan salah satu modal budaya bangsa Indonesia. Seni bela diri ini adalah hasil olah budaya dari leluhur nenek moyang kita yang telah melalui proses perjalanan masa yang cukup panjang. Membentang berabad-abad sebelum masehi hingga masa klasik indonesia yang dipengaruhi sistem kerajaan dan oleh pengaruh agama Hindu-Buddha dari tanah India. Pencak silat awalnya adalah insting manusia untuk memperthankan kehidupannya. Bisa kita bayangkan, pada masa sebelum masehi mereka hidup dalam keadaan alam masih liar. Sangat banyak rintangan, tantangan, dan gangguan, utamanya dari binatang buas. Sehingga, pencak silat merupakan upaya manusia untuk mempertahankan diri dengan gerak-gerak tubuh yang teratur dan berirama.
Pencak silat dahulu kala adalah modal yang sangat besar dan sangat dihargai. Bukti nyata dari keberadaan pencak silat adalah kejayan kerajaan-kerajan klasik Nusantara saat itu. Pencak silat menjadi salah satu sumber kekuatan militer saat itu. Pencak silat tidak hanya menyediakan teknik bela diri tetapi juga falsafah hidup kesatria yang disebut "pendekar", yakni manusia sempurna yang mempunyai moral dan akhlak yang tinggi. Dapat kita saksikan relief-relief peninggal jejak keberadaan pencak silat di candi-candi di tanah Jawa dan beberapa daerah lain termasuk di Sulawesi yang dipercaya memegang teguh original lokal tradisional sebab dilakukan secara turun temurun.
Benang merahnya tentu saja ada. Pencak silat yang menggunakan pengolahan kanuragan dan ilmu batin di masa Hindu-Buddha di kemudian hari mengalami penyesuaian setelah Islam datang dengan ajaran Islam yang lebih bisa diterima oleh masyarakat Nusatara masa itu. Contohnya saja aliran silat chimande yang berkembang di Jawa Barat. Aliran silat yang berkembang di masa Pajajaran yang masih memegang teguh ajaran Hindu-Buddha dan Sunda asli ini kemudian berubah bernuansa islami dari aspek spiritualnya. Nama pajajaran tidak sedikit pun diubah, hingga kemudian keseluruhan olah gerak dibawa ke Cerbon oleh sembilan wali. Spritualitasnya Islam tetapi jurus gerak ajarannya masih murni Pajajaran. Sehingga, pencak silat tak hanya bagian dari kebudayaan Indonesia, tetapi juga bagian dari karakter Islam Nusantara.
Kini, peran pencak silat mulai terlupakan. Kondisi sosial budaya dan ekonomi yang berubah membuat seni bela diri ini menjadi sebuah budaya yang terpinggirkan. Sifat pembelajaran silat tradisonal yang tertutup dan rahasia, organisasi perguruan yang masih tradisional, tanpa model pembelajaran yang terstruktur dalam silabus setiap jurus dan aliran, membuat pencak silat tradisional semakin terisolasi di tengah gelombang modernisasi.
Memang sulit jika harus disesuikan dengan model kurikulum modern, tetapi sudah saatnya silat tradisional dimodernisasi. Artinya bahwa kita mengembangkan dan menjaga silat tradisional tetapi juga mengembangkannya menurut keadaan zaman. Memodernisasi bisa dilakukan pada metode pengenalan dengan tidak meninggalkan nilai luhur setiap perguruan. Perlu pula pencatatan sejarah nilai filosofis setiap perguruan silat. Sehingga, jejak lokal yang jenius itu dapat dipertahankan dari masa ke masa. Mari mengajak lapisan masyarakat, pemuda-pemudi dan anak-anak, untuk membangun kesadaran pencak silat sebagai benteng budaya di negeri kita. Karena pencak silat adalah alat pemersatu NKRI, bagimana pun lebelnya dan apa pun nama dan alirannya.
Penulis adalah kader muda NU Sulawesi Barat
Terpopuler
1
Panduan Shalat Idul Adha: dari Niat, Bacaan di Antara Takbir, hingga Salam
2
Takbiran Idul Adha 1446 H Disunnahkan pada 5-9 Juni 2025, Berikut Lafal Lengkapnya
3
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
4
Khutbah Idul Adha: Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam Diri Manusia
5
Terkait Polemik Nasab, PBNU Minta Nahdliyin Bersikap Bijak dan Kedepankan Adab
6
Khutbah Jumat: Meraih Hikmah Kurban di Hari Raya Idul Adha
Terkini
Lihat Semua