Opini

Khazanah dan Beberapa Keunikan Pondok Pesantren

Sab, 26 November 2016 | 06:00 WIB

Khazanah dan Beberapa Keunikan Pondok Pesantren

Ilustrasi: Santri belajar di atap (bombastis.com)

Oleh Erzal Syahreza Aswir

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sudah ada dari sebelum zaman kemerdekaan. Kehadirannya di bumi Nusantara sebagai wadah mencerdaskan masyarakat Indonesia dalam perspektif agama dan juga nasionalisme. Semangat institusi pendidikan pondok pesantren ini sampai saat ini masih terasa meskipun pendidikan formal sudah banyak didirikan. Pada awal berdirinya, kegiatan pondok pesantren masih sangat sederhana. Berawal dari kegiatan-kegiatan di masjid yang kemudian santri-santrinya didirikan sebuah pondok untuk tempat tinggal.

Dasar konstitusional pendidikan pesantren adalah pasal 26 ayat 1 bab 4 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 1 disebutkan bahwa “Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penanambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat”. (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kaledra, Jakarta: 2003, hlm. 19)

Lembaga pendidikan yang sangat indigenous Nusantara ini memiliki banyak peranan dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Setidaknya ada tiga peran pondok pesantren, yaitu sebagai lembaga dakwah, lembaga pendidikan Islam, dan lembaga pengembangan masyarakat. Seiring berkembangnya zaman, pondok pesantren bermetamorfosis menjadi agen perubahan (agent of change) dan juga agen pengembangan masyarakat. Namun meskipun dengan perubahan yang sedemikian itu, institusi ini tidak meninggalkan tujuan utamanya, yaitu sebagai tafaqquh fid-din atau tempat mempelajari ilmu agama.

Pesantren sudah banyak memberikan bukti nyata terhadap perkembangan zaman, bahkan terhadap kemerdekaan Indonesia. Seperti kita ketahui dalam sejarah bangsa ini bahwa Laskar Hisbullah merupakan kaum santri yang rela mengorbankan nyawanya untuk melawan penjajahan dari bangsa asing. Hadratussyaikh KH. Hasyim Asyari sebagai kiai dalam salah satu pondok pesantren di Jawa Timur pun pernah berfatwa bahwa membela tanah air itu hukumnya wajib bagi setiap warga negaranya. Hubbul wathan minal iman, artinya cinta tanah air merupakan sebagian dari iman.

Belum diketahui jelas pada tahun berapa pondok pesantren menjadi pusat belajar agama di Indonesia. Alwi Shihab menegaskan bahwa Syaikh Maulana Malik Ibrahim adalah orang yang pertama kali mendirikan pesantren sebagai tempat mendidik dan menggembleng para santri dalam memahami agama. Agama Islam diperkirakan menyebar ke seluruh Indonesia pada abad ke-15, tetapi diperkirakan sudah ada di Indonesia sejak abad ke-8 melalui pedagang Arab. Sampai pada abad ke-16, agama Islam sudah menyebar ke seluruh Indonesia dan menjadi agama terbesar di Republik ini. Persebaran Agama Islam di Indonesia salah satunya melalui dakwah-dakwah yang dilakukan kiai di Pondok Pesantren.

Saat ini, tak dapat dipungkiri bahwa ada dua kubu lembaga pendidikan dengan corak dan ciri khasnya tersendiri, yaitu pendidikan umum dan pendidikan pondok pesantren. Secara eksistensi, pendidikan umum lebih unggul dari pondok pesantren lantaran pendidikan umum mendapat legalitas yang jelas dari pemerintah, sedangkan pondok pesantren terkadang hanya mendapat legalitas dari institusi keagamaan saja.

Jika dibandingkan tentu secara usia pondok pesantren lebih tua daripada pendidikan umum. Pondok pesantren lahir jauh sebelum kemerdekaan, bahkan sebelum penjajahan. Sedangkan pendidikan umum mulai lahir pada zaman penjajahan Belanda. Produk pendidikan yang sengaja dibuat oleh Belanda sebagai politik balas budi dari Van De venter atas jerih payah Bangsa Indonesia melayani Bangsa Belanda. Bukan tanpa sebab Belanda melakukan politik balas budi ini, ada maksud terselubung yaitu agar sumber daya manusia di Indonesia memadahi untuk dipekerjakan oleh Belanda. Ini berarti bahwa pendidikan ciptaan kolonial Belanda ini untuk menghasilkan para pekerja saja, bukan untuk menghasilkan pemimpin yang visioner. 

Output institusi pendidikan ini sampai sekarang masih terasa ketika banyak lulusan SMA atau perguruan tinggi yang orientasinya hanya menjadi pegawai perusahaan atau Pegawai Negeri Sipil (PNS). Meskipun tidak semuanya beranggapan seperti itu, tetapi kebanyakan realita mengatakan bahwa lulusan pendidikan formal hanya menginginkan menjadi pegawai, tidak lebih. Hal ini terbukti dari banyaknya pendaftar ketika dibuka lowongan menjadi PNS, pegawai BUMN, atau pegawai swasta. Pada tahun 2014, dari data KemenPAN-RB diketahui bahwa jumlah pendaftar CPNS tahun itu berjumlah 2.603.780 pendaftar.

Berbeda ketika lulusan sebuah pondok pesantren, meskipun berlabel agama tetapi pondok pesantren tidak hanya melahirkan ustadz, tetapi juga banyak melahirkan pemimpin-pemimpin masyarakat. Seperti contoh adalah KH Abdul Rahman Wahid atau Gus Dur, lalu ada Lukman Hakim Saifuddin yang saat ini menjabat sebagai Menteri Agama. Selain itu juga ada Emha Ainun Nadjib yang dikenal sebagai tokoh intelektual, seniman, sastrawan, dan budayawan.

Pondok pesantren sebagai institusi pendidikan yang indigenous dari Indonesia ini memiliki banyak keuniakan. Keunikan-keuinikan tersebut merupakan sebuah nilai positif yang dapat ditiru oleh pendidikan formal. Sehingga nantinya pondok pesantren bisa menjadi kancah pengembangan di pendidikan umum.

Mengutamakan Kecerdasan SQ (Spiritual Quotient)

Sistem pendidikan pondok pesantren lebih mengutamakan kemampuan spiritual (SQ) di samping kecerdasan intelektual (IQ) dan emosional (EQ), sedangkan sistem pendidikan yang ada di pendidikan formal saat ini lebih mengutamakan kecerdasan intelektual (IQ). SQ sendiri dapat diperoleh dengan belajar dari guru spiritual masing-masing di pondok pesantren atau mempelajari kitab-kitab sehingga santri-santri tersebut mendapat ketenangan dalam hal mencari ilmu atau yang lain. SQ dalam pendidikan dapat mendorong lebih giatnya untuk belajar, karena dengan adanya kecerdasan SQ yang tinggi akan menambah semangat belajar dan mempunyai tujuan hidup. Pondok pesantren dengan sistem pendidikan yang lebih menekankan pada SQ membuat para santri dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat, dan tentunya dapat berguna ditengah-tengah masyarakat.

Roberts A. Emmons, Ph.D seorang pakar psikologi dari California mengungkapkan bahwa Spiritual Quotient (SQ) merupakan kecerdasan yang berdasar pada pemaknaan sebuah kehidupan, ketika SQ sudah berjalan dengan baik, maka dengan sendirinya jalan bagi IQ dan EQ akan terbuka. Oleh karenanya orang yang memiliki SQ akan mudah diterima oleh masyarakat umum dan akan selalu dilibatkan dalam setiap agenda. (Your Perfect Right, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2002, hal. 213).

Lembaga Pendidikan Tertua di Indonesia

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia, kehadirannya jauh sebelum adanya penjajahan di bumi Nusantara. Di dalam segi pengalaman, tentunya pondok pesantren lebih banyak merasakan pahit manisnya kehidupan dunia pendidikan daripada lembaga pendidikan umum

Menanamkan Keikhlasan

Sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren tentunya memiliki pengajar dan juga para staff. Pengajar dan para staff ini melakukan pekerjaanya tidak dengan berdasar pada besarnya gaji, namun melakukan semua itu dengan berdasarkan keikhlasan untuk memajukan anak bangsa. Prinsip keikhlasan inilah yang dapat menjadi tolak ukur bagaimana proses belajar-mengajarnya berjalan dengan baik dan efisien.

Full Control

Tidak terbatas dengan waktu. Itulah ungkapan yang dapat diberikan kepada pondok pesantren. Kiai sebagai pimpinan tertinggi akan selalu mengawasi santri-santrinya dalam segi apapun, kapanpun, dan dimanapun. Bukan berarti ini adalah bentuk pengekangan, tetapi pengawasan disini diartikan sebagai pengawasan dari bahaya budaya luar yang merusak. Seperti minuman keras, seks bebas, narkoba, dan budaya luar yang berbahaya lainnya. Lembaga pendidikan pondok pesantren selalu melakukan pengawasan terhadap semua itu.

Solidaritas Alumni yang Kuat

Kehidupan pondok pesantren dengan kebiasaan serba bersama seperti masak bersama, makan bersama, tinggal dalam satu asrama membuat ikatan emosional antar santri terjalin kuat. Ikatan emosional yang kuat tersebut akan menumbuhkan solidaritas yang kuat, hingga sampai menjadi alumni tetap akan terjaga solidaritasnya.

Ilmu yang Terintegrasi

Pola pembelajaran di pondok pesantren yang dilakukan sampai saat ini yaitu dengan mengintegrasikan antara ilmu umum yang didapat dari proses pembelajaran di madrasah dan ilmu dari belajar kitab-kitab kuning ilmu agama. Sehingga dalam bidang ilmu satu dengan ilmu lain tidak akan bertentangan dan memiliki keterkaitan antara satu sama lain, sehingga dalam memahami ilmu yang didapat dari proses belajar akan mudah diterima dan mudah diimplementasikan dalam kehidupan sehari-sehari.

Garda Terdepan Pembela Tanah Air

Hubbul wathan minal iman. Cinta tanah air adalah sebagian dari iman, begitulah penanaman nilai-nilai nasionalisme dalam pondok pesantren. Sebagai lembaga pendidikan yang turut serta dalam perjalanan memajukan tanah air, sejak sebelum adanya penjajahan sampai berakhirnya penjajahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, tentunya pondok pesantran selalu melakukan pengawalan terhadap bangsa dan negara ini.

Sejarah sudah mengatakan bahwa pendidikan memiliki andil besar dalam membela tanah air. Laskar hisbullah merupakan salah satu contoh dari pembelaan kaum santri terhadap tanah air. Bagaimana kaum santri ketika itu hanya menggunakan bambo runcing dalam peperangan melawan penjajah. Selain itu juga tokoh-tokoh jebolan pondok pesantren banyak yang menjadi pahlawan nasional, seperti KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, Bung Tomo, KH. Wahid Hasyim, KH. Wahab Hasbulloh, KH. Abdurrahman Wahid, dan masih banyak pahlawan nasional yang lahir dari pendidikan pondok pesantren.

Adanya Prinsip Keberkahan

Moralitas saat ini merupakan masalah yang ada di dunia pendidikan. Tak henti-hentinya berbagai kasus mengenai kenakalan siswa terhadap gurunya, belum lagi ketika guru memberikan sanksi berupa tindakan fisik maka akan dikenai pidana berupa pelanggaran terhadap anak dibawah umur. Padahal hal tersebut merupakan salah satu upaya yang dilakukan guru ketika muridnya dirasa sudah melebihi batas – batas normal kenakalan anak dibawah umur.

Hal tersebut merupakan permasalahan yang sangat akut dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini. Permasalahan – permasalahan di dunia pendidikan saat ini sudah tidak wajar, terutama pada pendidikan di lembaga formal milik pemerintah. Namun berbeda ketika kita berada pada lembaga pendidikan pondok pesantren. Kehidupan asri dan sederhana di pondok pesantren ini tentunya tidak semerta - merta ada, tetapi dihidupkan dengan adanya prinsip yang ditanamkan dalam pondok pesantren. Salah satu yang ditanamkan yaitu dengan menanamkan prinsip keberkahan. Dimana para pendidik atau biasa yang disebut ustad dan kiai akan selalu dihormati dengan adanya prinsip ini. 

Prinsip keberkahan adalah prinsip yang diajarkan dengan menekankan pada menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang diajarkan dari pondok pesantren tidak hanya melalui buku dan kitab, tetapi juga dari ustad dan kiai. Para santri ketika membawa buku atau kitab akan selalu ditempatkan pada tempat – tempat yang bersih dan suci. Hal ini menunjukkan bahwa para santri telah diajarkan untuk selalu menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. 

Selain itu hal ini juga diterapkan kepada ustad dan kiai sebagai para pendidik di pondok pesantren. Para santri akan berjalan menunduk ketika bertemu berpapasan dengan ustad atau kiai. Berjalan menunduk dalam pondok pesantren ini merupakan sebuah bentuk dari suatu hormat terhadap pendidik di pondok pesantren. Penghormatan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan ini merupakan bentuk cara untuk mendapatkan keberkahan dari menuntut ilmu. Seperti dalam Islam dikatakan bahwa menuntut ilmu akan memnghilangkan kebodohan dalam diri manusia. “Katakan: “Apakah sama orang yang mengetahui dengan yang tidak mengetahui?” (Az Zumar : 9)”. Artinya bahwa ilmu akan membedakan antara orang yang mempelajari dan tidak mempelajarinya.


Penulis adalah kader PMII Komisariat Universitas Lampung