Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Budiman mengunjungi kantor mengunjungi kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jalan Kramat Raya 164 Jakarta Pusat, Selasa, 1 April 2014 lalu. KSAD menegaskan bahwa TNI bertindak netral dan tidak terkontaminasi oleh kepentingan politik dalam perhelatan Pemilu 2014. Terkait netralitas TNI, berikut ini artikel Teddy Rusdy, Asrenum Panglima ABRI/TNI 1987-1992, yang diterima NU Online. (Redaksi) <>
RABU, 9 April 2014, seluruh rakyat Indonesia menggunakan hak pilihnya untuk sebuah hajatan yang disebut demokrasi. Hanya TNI dan Polri yang tidak memilih dan dipilih. Anggota TNI dan Polri aktif tidak menggunakan hak pilihnya demi dan atas “netralitas” yang diminta negara untuk melindungi dan mengayomi segenap anak bangsa yang sedang “berpesta” demokrasi. Inilah sebuah harga yang harus ditakar sebagai alat Negara sehingga tidak dibolehkan memiliki kecenderungan atau keberpihakan bahkan harus melepaskan aspirasi politik demi hanya berkiblat pada negara saja.
“Tentara tidak boleh menjadi alat suatu golongan atau orang siapa pun juga.” Demikian amanat pertama Panglima Besar Jenderal Soedirman di hadapan konferensi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada tanggal 12 November 1945. Amanat ini patut dipegang sebagai pengingat setiap Tentara Nasional Indonesia (TNI) sepanjang sejarah di bumi pertiwi. Netralitas TNI akan selalu diuji di atas harapan publik yang demikian besar dan fakta-fakta di lapangan yang tidak jarang berseberangan.
Harapan publik itu tidak hanya muncul dari besarnya animo masyarakat yang menghendaki TNI netral dalam setiap Pemilu, netralitas TNI itu pun sudah dikuatkan dalam konstitusi melalui UU TNI Nomor 34/2004, bahkan Presiden SBY dan sesepuh TNI Jenderal (Purn) H. Try Sutrisno yang tak lain adalah Wakil Presiden RI (1992-1997) dalam berbagai kesempatan juga angkat bicara. TNI tidak dibenarkan terlibat dalam dukung mendukung salah satu partai politik, langsung atau secara tidak langsung dalam Pemilu. Untuk memastikan netralitas tersebut, Panglima TNI Jenderal Moeldoko sendiri berkeliling langsung ke daerah-daerah dan menggelar teleconference dengan para Pangdam untuk menegaskan sikap TNI. Secara khusus KSAD Jenderal Budiman juga memastikan jajarannya netral. Belum cukup, Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro mengeluarkan pernyataan, agar partai politik tidak menggoda TNI untuk ikut-ikutan dalam politik praktis.
Sungguh ini merupakan pemilu yang boleh dikatakan sedikit menegangkan bagi rakyat karena dibayangi aksi-aksi kekerasan terkait pemilu seperti di Aceh terjadi penembakan ke posko dan iring-iringan kendaraan partai peserta pemilu yang memakan korban. Hiruk pikuk kesibukan rakyat pun tidak mereda pada hari-hari tenang sehingga makin mengkhawatikan akan terjadi peningkatan berbagai gejolak sosial jika tidak ditangani secara maksimal.
TNI harus netral itu wajib, sebab partai politik mana pun yang berseteru kemudian didukung TNI-Polri yang bersenjata pasti bakal mengunduh masalah besar. Netralitas TNI dengan pengertian tidak berpihak, tidak ikut, atau tidak membantu salah satu pihak karena sikap TNI harus berada dalam koridor Negara, bukan pemerintah. Netralitas ini adalah untuk menjaga agar dalam perhelatan demokrasi, TNI sebagai alat Negara yang dipersenjatai tidak menjadi alat untuk kepentingan partai, baik yang sedang memerintah atau partai lain yang berusaha ‘mempengaruhi’ TNI.
Terkait ini, kita kembali teringat pesan Panglima Besar Jenderal Soedirman, supaya TNI dapat menjaga kelangsungan hidup atau eksistensi bangsa atau Negara, yakni Kedaulatan Negara yang harus tetap tegak, keutuhan wilayah NKRI yang harus tetap terjaga serta keselamatan bangsa dan segenap tumpah darah Indonesia yang harus tetap terjamin.
Saya membaca ada kekhawatiran jangan sampai terjadi TNI secara langsung atau tidak langsung, menjadi simpatisan partai (memberi dukungan terselubung) mengingat tidak sedikit purnawirawan yang aktif di partai politik atau yang maju sebagai calon presiden. Untuk menjaga kekhawatiran tersebut, dalam pelaksanaannya, satuan/perorangan/fasilitas TNI tidak dilibatkan pada rangkaian kegiatan Pemilu dan Pilkada dalam bentuk apapun di luar tugas dan fungsi TNI.
Dapat saya katakana, netralitas TNI ini juga dalam rangka memenuhi panggilan Sapta Marga sebagai “warga” NKRI yang bersendikan Pancasila, sebagai “patriot” penjaga ideologi Negara yang bertanggung jawab, sebagai “kesatria” pembela kejujuran, kebenaran dan keadilan, dan sebagai “prajurit” Bhayangkari Negara dan Bangsa Indonesia. Oleh karena itu, meski tidak berpolitik praktis, TNI wajib ‘melek’ politik, agar dapat membaca gerak-gerik demokrasi dan mengukur riak-riaknya masih dalam koridor NKRI yang berideologi Pancasila dan pelaksanaan UUD 1945.
Riak demokrasi yang selalu muncul setiap Pemilu saya pandang seperti ‘by product’ yang menyertai. Ibarat menanam padi tumbuh rumput liar, TNI dengan bacaan politiknya harus dapat membedakan antara padi dan rumput agar jelas yang wajib dijaga tumbuh kembangnya dan yang harus kendalikan. Dalam hal demikian, netralitas TNI adalah dalam rangka menjaga Negara agar tidak miring ke haluan ideologi kiri atau ke kanan, tetapi harus dijaga tetap tegak di atas landasaan ideologi Pancasila dan UUD 1945.
Dalam Pemilu 2014 ini, saya mendengar suara para cendikia, tokoh agama, tokoh masyarakat dan banyak kajian akademis yang menyatakan bahwa tata laksana pemerintahan NKRI sejak 15 tahun tetakhir cenderung ke kanan liberal yang dinilai tidak sesuai dengan semangat dan jiwa ideologi Pancasila dan UUD 1945. Tidak perlu canggung pula ingin saya sampaikan bahwa untuk menakar netralitas TNI dalam Pemilu kali ini dengan ukuran sederhana, dapatkah TNI mendeteksi dan memastikan proses demokrasi ini dalam rangka pelaksanaan tata kelola Negara berideologi Pancasila dan pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekwen?
Benar, netral adalah tidak terlibat dalam proses politik, tetapi jika proses politik justru menyeret negara makin ke kiri atau ke kanan, maka sikap netral yang benar adalah tetap berada pada titik ideologi Pancasila dan UUD 1945, tidak membiarkan Negara terseret ke haluan kiri atau kanan. Sudah menjadi tugas TNI harus mengambil langkah cepat dan tegas mengembalikan semangat ideologi Pancasila dan UUD 1945 sebagaimana sudah diamanatkan Panglima Besar Jenderal Soedirman dan telah menjadi amanat Sapta Marga TNI. Inilah arah netralitas TNI untuk negara, tidak berhaluan politik ke kiri tau di kanan, tetapi tetap di tengah, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Jika tidak, maka netralitas itu sedang diuji.
Teddy Rusdy, mantan Asrenum Panglima ABRI/ TNI 1987-1992
Terpopuler
1
Saat Jamaah Haji Mengambil Inisiatif Berjalan Kaki dari Muzdalifah ke Mina
2
Meski Indonesia Tak Bisa Lolos Langsung, Peluang Piala Dunia Belum Pernah Sedekat Ini
3
Belasan Tahun Jadi Petugas Pemotongan Hewan Kurban, Riyadi Bagikan Tips Hadapi Sapi Galak
4
Cerpen: Tirakat yang Gagal
5
Jamaah Haji Indonesia Diimbau Tak Buru-buru Thawaf Ifadhah, Kecuali Jamaah Kloter Awal
6
Jamaah Haji Indonesia Bersyukur Tuntaskan Fase Armuzna
Terkini
Lihat Semua