Nasional

Serahkan ke MUI, PBNU Nilai Kemenag Tidak Serius soal Layanan Sertifikat Halal

Sab, 7 Desember 2019 | 14:30 WIB

Serahkan ke MUI, PBNU Nilai Kemenag Tidak Serius soal Layanan Sertifikat Halal

PBNU merekomendasikan sertifikasi dilakukan BPOM dan SNI melalui penguatan wewenang. (Ilustrasi: NU Online)

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai Kementerian Agama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal-nya (BPJPH) main-main dalam menangani sertifikat halal sebagaimana amanah undang-undang. Kementerian Agama menyerahkan besaran tarif layanan sertifikat halal pada standar besaran tarif di MUI dan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan, dan Kosmetik (LPPOM) MUI.

"Dalam kaitan sertifikasi lebih baik lembaga yang ada seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan RI dan Standar Nasional Indonesia diperkuat sebagai pelaksana sertifikasi,” kata Ketum PBN KH Said Aqil Siroj di Jakarta.

Terkait hal ini, PBNU sebelumnya telah menyampaikan rekomendasi kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan revisi menyeluruh terhadap UU Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (JPH). PBNU menilai regulasi terkait jaminan produk halal bertentangan dengan kaidah hukum, aspek sosiologis, dan aspek yuridis di samping ketidaksiapan Kemenag dalam mengimplementasikannya.

PBNU melayangkan surat rekomendasinya kepada Ketua DPR RI yang juga ditembuskan kepada Presiden RI, Ketua Komisi VIII DPR RI, dan Badan Legislasi DPR RI.

"Kami setuju dengan rekomendasi PBNU untuk pembatalan UU Jaminan Produk Halal. Kami setuju layanan sertifikat halal menjadi kewenangan BPOM RI," kata Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU KH Sarmidi Husna di Jakarta, Sabtu (7/12) siang.

Sebagaimana diketahui, Menteri Agama RI mengeluarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 982 Tahun 2019 Tentang Layanan Sertifikasi Halal yang ditandatangani pada 12 November 2019. KMA Nomor 982 Tahun 2019 ini menyatakan bahwa besaran tarif layanan sertifikat halal hingga kini belum ditetapkan. Besaran tarif layanan sertifikat halal untuk sementara mengikuti besaran tarif yang berlaku pada MUI dan LPPOM MUI.

Penyerahan tarif sementara sesuai besaran tarif pada MUI dan LPPOM MUI dalam KMA Nomor 982 Tahun 2019 bersifat sementara sebelum ketentuan mengenai peraturan perundang-undangan terkait jaminan produk halal berlaku. Sebagaimana diketahui, UU Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal sudah berlaku sejak 17 Oktober 2019.

Seperti dilansir detik.com pada Jumat pagi, 6 Desember 2019, Menteri Agama Fachrul Razi mengemballikan otoritas layanan sertifikat halal ke Majelis Ulama Indonesia (MUI). Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Saadi, mengatakan bahwa pelimpahan wewenang layanan sertifikat halal bersifat sementara hingga segala sesuatu telah siap.

Zainut Tauhid mengakui bahwa kesiapan SDM, organisasi, dan manajemen Kemenag melalui BPJPH-nya belum cukup maksimal untuk menjalankan amanah UU Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.

"Pada praktiknya, BPJH Kemenag yang diberikan kewenangan sertifikasi halal memang belum bisa melaksanakan tugas dan fungsi tersebut secara maksimal. Khawatirnya ini terjadi kevakuman layanan sertifikasi halal. Maka Pak Menag mengeluarkan kebijakan itu, untuk sementara pelaksanaan tugas itu dikembalikan kepada MUI namun tetap bekerjasama dengan BPJH Kemenag," kata Zainut seperti dilansir detik.com.
 

Pewarta: Alhafiz Kurniawan
Editor: Kendi Setiawan