TNI Produksi Obat Nasional, Pengamat Sebut Orientasinya Jangan Bisnis
NU Online · Jumat, 1 Agustus 2025 | 21:00 WIB
M Fathur Rohman
Kontributor
Jakarta, NU Online
Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoeddin mengungkapkan terobosan strategis di sektor kesehatan nasional melalui konsolidasi laboratorium farmasi militer menjadi satu entitas produksi obat berskala nasional.
Langkah ini tidak hanya memperkuat kesiapan logistik militer, tetapi juga membuka akses kesehatan yang lebih terjangkau bagi masyarakat pedesaan.
Menurut Sjafrie, Kementerian Pertahanan saat ini tengah menyatukan kekuatan laboratorium farmasi dari tiga matra TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara menjadi satu pabrik farmasi pertahanan terpadu.
Pabrik ini dirancang mampu memproduksi obat dari hulu ke hilir, mulai dari pengolahan bahan baku hingga produk jadi siap distribusi.
"Kami punya potensi laboratorium farmasi pertahanan negara yang terdiri dari laboratorium farmasi di TNI AD, TNI AL, dan TNI AU. Kita sekarang konsolidasikan menjadi satu pabrik farmasi pertahanan," ujar Sjafrie usai pertemuan dengan Ketua Umum PBNU di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Jumat (1/8/2025).
Menurut Sjafrie produk farmasi tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi prajurit dan keluarganya, tetapi juga didistribusikan langsung ke desa-desa melalui program operasi desa. Harga obat yang ditawarkan bahkan mencapai 50 persen lebih murah dibanding harga pasar.
"Kami kontribusikan ke desa melalui operasi desa dengan harga yang 50 persen lebih murah dari harga yang ada di pasar," katanya.
Ketika ditanya soal kualitas produk farmasi pertahanan, Sjafrie memastikan bahwa seluruh proses produksi dilakukan dengan standar tinggi yang selama ini diterapkan dalam kebutuhan militer. Dengan kata lain, masyarakat pun akan menerima produk berkualitas military grade.
"Semua produk yang kita olah ditujukan untuk dua keperluan yaitu untuk prajurit dan keluarganya, dan juga untuk masyarakat desa. Karena mereka memerlukan obat-obatan yang murah," tegasnya.
Sebelumnya, pengamat militer sekaligus Co-founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi hal ini bukan bentuk penyimpangan dari tugas pokok militer, melainkan bagian dari intervensi negara untuk menjawab persoalan serius di sektor kesehatan.
“Saya memandang keterlibatan TNI dalam produksi obat, apalagi melalui kerja sama dengan BPOM, bukanlah penyimpangan dari tugas pokok, tapi justru bentuk intervensi negara untuk menjawab persoalan yang cukup serius: harga obat yang cenderung mahal dan distribusi yang belum merata,” ujar Khairul
Ia menjelaskan, langkah ini bisa dimaknai sebagai bagian dari Operasi Militer Selain Perang (OMSP), yakni membantu pemerintah dalam urusan non-pertempuran, termasuk pelayanan kesehatan masyarakat.
Khairul mengingatkan bahwa TNI memang memiliki lembaga farmasi militer sejak era 1950-an, yang selama ini berfungsi memenuhi kebutuhan internal militer, seperti rumah sakit dan klinik kesehatan.
“Tapi jika kapasitas itu dikembangkan untuk membantu masyarakat luas, saya kira wajar saja, asal orientasinya tetap pelayanan publik, bukan kepentingan bisnis,” jelasnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menyiapkan Bekal Akhirat Sebelum Datang Kematian
2
Menyelesaikan Polemik Nasab Ba'alawi di Indonesia
3
Khutbah Jumat: Tetap Tenang dan Berpikir jernih di Tengah Arus Teknologi Informasi
4
Resmi Dilantik, Berikut Susunan Lengkap Pengurus PP ISNU Masa Khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Perhatian Islam Terhadap Kesehatan Badan
6
Tuntutan Tak Diakomodasi, Sopir Truk Pasang Bendera One Piece di Momen Agustusan Nanti
Terkini
Lihat Semua