Sejumlah SD Negeri Sepi Pendaftar, Ini Respons Mendikdasmen
NU Online · Rabu, 16 Juli 2025 | 16:30 WIB

Menteri pendidikan dasar dan menengah, Abdul Mu'ti saat diwawancarai usai rapat dengan Komisi X DPR, Rabu (16/7/2025). (Foto: NU Online/Fathur)
M Fathur Rohman
Kontributor
Jakarta, NU Online
Fenomena makin sepinya pendaftar di sejumlah Sekolah Dasar (SD) Negeri di berbagai daerah mendapat sorotan langsung dari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti. Ia menyatakan pihaknya tengah menghimpun data secara nasional dan akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) guna mencari solusi atas persoalan ini.
"Kami sudah membaca lewat media dan juga dalam pertemuan dengan beberapa dinas saat saya berkunjung ke daerah, baik kabupaten maupun provinsi. Beberapa sekolah, terutama tingkat dasar, memang banyak yang sudah ditutup, beberapa kekurangan murid," ujar Abdul Mu’ti usai rapat dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Rabu (16/7/2025).
Ia menyebutkan temuan yang cukup memprihatinkan, seperti SD di Pandeglang yang sama sekali tidak mendapat pendaftar, hingga sekolah di Solo yang hanya menerima satu murid.
"Di tempat lain ada yang dua murid. Satu sekolah ditambah dua orang, muridnya hanya 19, gurunya 11," ungkapnya.
Situasi ini menurutnya tidak bisa disamaratakan. Setiap kasus perlu ditangani secara spesifik. "Datanya juga, penyebabnya kenapa itu sedikit, juga harus kita lihat case by case ya. Tidak bisa kita generalisasi secara nasional," tegasnya.
Salah satu alasan yang disinyalir menyebabkan orang tua enggan mendaftarkan anaknya ke SD Negeri adalah proses pendaftaran yang dianggap rumit dibandingkan sekolah swasta. Menanggapi hal ini, Abdul Mu’ti menyatakan terbuka terhadap laporan masyarakat, namun menekankan pentingnya data dan fakta.
"Kalau memang ada buktinya, silakan disampaikan. Jangan hanya 'ada', karena itu kan opini. Harus ditutup dengan data dan juga fakta. Selama ada datanya, ada faktanya, kami akan himpun semua sebagai satu kesatuan untuk mengevaluasi SPMP tahun 2025," tegasnya.
Saat ini, Kementerian sedang menghimpun data dari proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) secara nasional. Evaluasi akan dilakukan menyeluruh setelah masa Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) selesai.
"SPMB sudah selesai, MPLS sedang berjalan. Nanti kami akan melakukan evaluasi secara keseluruhan SPMB secara nasional. Hasil evaluasi akan kami sampaikan kepada pihak-pihak terkait dan menjadi masukan untuk perbaikan SPMB di tahun-tahun mendatang," ujarnya.
Ia juga menambahkan, setelah proses pendaftaran selesai, semua data siswa akan diinput ke sistem dapur digital milik Kementerian. "Dari dapur digital nanti akan ketahuan semua. Kami juga turun ke lapangan, dan secara keseluruhan SPMB ini dinilai baik oleh masyarakat dan lebih lancar. Bahwa ada masalah, itu wajar. Ini kan seperti pengantin baru, jadi kalau masih adaptasi ya biasa saja," tambahnya.
Klarifikasi Kasus di Jawa Barat dan Garut
Menanggapi kasus kontroversial saat MPLS, termasuk di Jawa Barat dan peristiwa meninggalnya siswa di Garut, Abdul Mu’ti menegaskan bahwa penyebabnya tidak berkaitan langsung dengan kegiatan MPLS.
"Kasus di Garut itu sedang didalami oleh KPAI. Tapi penyebabnya bukan karena MPLS. Saya tegaskan, penyebab kematian yang bersangkutan bukan karena MPLS, tapi karena sebab lain yang nanti itu beberapa akan diungkap ke publik," ujarnya.
Namun demikian, ia mengaku tidak dapat membagikan hasil investigasi ke masyarakat luas karena bersifat terbatas.
"Mohon maaf, kami tidak bisa menyampaikan hasil investigasinya kepada masyarakat luas, karena memang itu untuk kalangan terbatas saja," ucapnya.
Abdul Mu’ti kembali menekankan bahwa kebijakan pendidikan harus berbasis data, bukan opini.
"Soal-soal begitu nanti kita lihat ya, masalahnya apa, ada di mana. Kan tidak bisa kita lihat satu per satu. Itu kan opini. Kita harus mengambil kebijakan berbasis data," pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani menyoroti kebijakan penambahan rombongan belajar (rombel) yang dinilai menyebabkan distribusi siswa tidak merata.
"Kami minta agar Mendiktasmen mengkaji kembali Permendikbud Ristek Nomor 47 Tahun 2023 dan sebisa mungkin mencabut SKPSK Nomor 71 Tahun 2024 tentang penambahan rombel. Itu seharusnya hanya berlaku di daerah khusus, bukan untuk semua wilayah," kata Lalu.
Ia mengingatkan agar kebijakan pemerintah tidak berdampak negatif terhadap sekolah swasta, terutama yang dikelola oleh ormas seperti NU dan Muhammadiyah.
"Karena kebijakan penambahan rombel, banyak sekolah swasta yang kekurangan murid. Bahkan ada yang hanya menerima satu atau dua siswa. Ini jangan sampai dibiarkan,” tegasnya.
Lalu juga menekankan pentingnya perencanaan oleh pemerintah daerah terkait kapasitas sekolah dan proyeksi jumlah siswa.
"Penambahan rombel tidak cukup hanya kebijakan, harus disertai peningkatan fasilitas. Pemerintah daerah seharusnya punya peta proyeksi jumlah siswa dan ketersediaan satuan pendidikan di wilayahnya," katanya.
Terpopuler
1
Santri Kecil di Tuban Hilang Sejak Kamis Lalu, Hingga Kini Belum Ditemukan
2
Pastikan Arah Kiblat Tepat Mengarah ke Ka'bah Sore ini
3
Sound Horeg: Pemujaan Ledakan Audio dan Krisis Estetika
4
Perbedaan Zhihar dan Talak dalam Pernikahan Islam
5
15 Ribu Pengemudi Truk Mogok Nasional Imbas Pemerintah Tak Respons Tuntutan Pengemudi Soal ODOL
6
Operasional Haji 2025 Resmi Ditutup, 3 Jamaah Dilaporkan Hilang dan 447 Meninggal
Terkini
Lihat Semua