Nasional

RUU Omnibus Law Hilangkan Tanggung Jawab Negara kepada Warganya

Jum, 28 Februari 2020 | 13:00 WIB

RUU Omnibus Law Hilangkan Tanggung Jawab Negara kepada Warganya

Aktivis Ketenagakerjaan Irham Saifuddin bersama gabungan serikat buruh dan pekerja menyerahkan laporan ke Kiai Said di lantai 3 Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (27/2). (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Pemerintah telah menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja kepada DPR beberapa waktu lalu, setelah beberapa kali tertunda.

Secara substansi, draf resmi ini tidak banyak berbeda dengan beberapa versi yang beredar sebelumnya yang saat itu dibantah pemerintah. Substansi-substansi yang diusulkan dalam RUU tersebut dinilai akan berdampak luas pada semakin rentannya kesejahteraan buruh di Indonesia.

Mendampingi kunjungan gabungan organisasi serikat buruh dan pekerja ke PBNU, Kamis, (27/2), Aktivis Ketenagakerjaan Irham Ali Saifuddin menyampaikan bahwa RUU ini berpotensi menghilangkan hakikat tanggung jawab dan kehadiran negara dalam perlindungan warga negaranya.

"Banyak pasal yang mencoret pasal-pasal penting di UU yang sudah ada. Padahal pasal-pasal yang akan dicoret ini memberikan jaminan perlindungan hak-hak normatif pekerja. Di antaranya adalah upah dihitung dalam satuan waktu, pesangon berkurang, jam kerja lebih panjang, reduksi cuti, kontrak kerja yang rentan karena perluasan outsourcing, liberasi penggunaan tenaga kerja asing, dan berkurangnya manfaat jaminan sosial," terang Irham.

Irham juga menyebut bahwa pasal-pasal dalam RUU Cipta Kerja banyak melimpahkan substansi perlindungan buruh kepada kesepakatan antara pekerja dan pengusaha melalui mekanisme bilateral.

"Ini tentu saja absurd dan salah arah. Relasi kuasa antara pekerja dan pemberi kerja tentu tidak akan pernah setara. Di situlah sebenarnya kenapa negara perlu hadir, yakni untuk memastikan bahwa negara hadir untuk mengatur dan menjamin hak-hak warga negara melalui undang-undang," jelas Programme Officer ILO (International Labour Organization) Jakarta ini.

Ia mencontohkan Pasal 56 ayat 3 dalam RUU tersebut yang menyebutkan bahwa jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak. Menurutnya, bila negara tidak hadir, pasal tersebut akan melemahkan kepastian bekerja bagi kaum pekerja karena tersubordinasi dari pengusaha. RUU yang ada tidak memiliki keberpihakan kepada kesejahteraan buruh.

"Padahal tujuan mula dari RUU Cipta Kerja adalah untuk mendorong tumbuhnya investasi masuk ke Indonesia, sehingga bisa membuka lebih banyak lapangan kerja. Justru dengan pasal-pasal yang ada menjadi dikotomis, ketidakpastian perlindungan normatif akan menghilangkan kepastian perlindungan, dan ujungnya akan memudahkan PHK karena investor bisa lari kapan pun tanpa dibebani tanggung jawab yang rigid terhadap buruh," katanya.

Menanggapi keluhan gabungan serikat dan aktivis buruh tersebut, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj yang didampingi sejumlah pengurus harian PBNU Ā memastikan dukungannya terhadap perjuangan kaum buruh.

"Versi pemerintah RUU ini untuk menciptakan pekerjaan seluas-luasnya, tetapi kok malah berpotensi merugikan buruh. Undang-undang itu harus melindungi warga negara. Setiap ada yang merugikan rakyat, saya pastikan akan bela," kata Kiai Said.

Gabungan serikat buruh dan pekerja yang hadir pada pertemuan tersebut terdiri atas Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia NU (K-Sarbumusi), Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI).

Pewarta: Husni Sahal
Editor: Fathoni Ahmad