Nasional

Perluas Dakwah Digital, Kiai dan Ibu Nyai Perlu Kuasai Medsos

Kam, 1 Oktober 2020 | 16:45 WIB

Perluas Dakwah Digital, Kiai dan Ibu Nyai Perlu Kuasai Medsos

Ilustrasi dakwah di media sosial. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online
Perkembangan media sosial (medsos) saat ini telah memenuhi ruang publik. Oleh karena itu, unsur penting dari pesantren yaitu kiai dan ibu nyai perlu ikut andil dalam menguasai ruang publik di medsos untuk memperluas dakwal digital.


Hal tersebut dikatakan Pengasuh Pesantren Al-Mustaqim Bugel-Kedung-Jepara, KH Sholahuddin Muhsin Ali, saat menjadi pembicara dalam kajian Halaqah Virtual Perempuan Ulama yang diinisiasi Pusat Studi Pesantren (PSP), Rabu (30/9) malam. 


Gus Sholah, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa agar ruang publik tidak dikuasai oleh kaum radikal, maka para kiai dan bu nyai perlu menguasai ruang dakwah untuk publik melalui dunia digital.


“Ruang-ruang dakwah seperti itu menurut saya harus banyak diinisiasi. Sebab, radikalisme sudah banyak masuk, salah satunya melalui perguruan tinggi yang ada di Indonesia,” terangnya.



Ia menambahkan, isu radikalisme harus diatasi. Satu hal yang dapat mengatasi radikalisme adalah dakwah damai melalui dunia digital. “Seperti yang dilakukan Ning Ienas Tsuroiya dan Gus Ulil, juga Gus Baha,” tuturnya.


Menurut dia, masih banyak kiai dan bu nyai yang tawadhu’ dan malu untuk menyiarkan langsung pengajian yang ada di pesantrennya. Selain itu, juga muncul ketakutan seperti tidak adanya pengikut atau penyimak pengajian melalui medsos.


“Jika hanya karena khawatir tidak ada yang mengikuti pengajian kita, saya kira tidak masalah. Terpenting, pengajiannya dilaksanakan dengan istiqamah,” tandas Gus Sholah.


Kesadaran berdakwah di medsos
Senada dengan hal tersebut, Pengasuh Pesantren Al-Lubab Jepara, Nyai Azzah Nor Laila mengungkapkan pentingnya dakwah literasi digital di era sekarang.


Menurut dia, kesadaran berdakwah dengan medsos masih terhalang budaya lama. Dakwah di medsos terkadang memunculkan ketakutan bahwa sepertinya belum pantas. Selain itu, juga muncul kekhawatiran dianggap riya.


“Anggapan demikian harus diubah dan perlu ada kesadaran yang mendalam,” tutur Ning Azzah, sapaan akrabnya.


Minimnya literasi digital, lanjut dia, harus ditindaklanjuti oleh para kiai dan ibu nyai untuk mengenalkan literasi dakwah di media sosial dalam forum-forum.


Ning Azzah menambahkan, perlu memahami dakwah yang saat ini diminati. Pemilihan dakwah yang mengena akan mempermudah jalannya. “Kira-kira yang dapat diterima berbagai kalangan, dapat menyajikan sesuai minat dan kecenderungan,” terangnya.


Ia juga menjelaskan, jika para kiai dan ibu nyai dituntut dapat menggunakan teknologi, maka santri juga harus melek adanya teknologi. “Dengan demikian, para santri bisa mengikuti dakwah yang disampaikan kiai dan bu nyai di media sosial,” pungkasnya.


Acara yang mengupas tentang dakwah di media sosial dan penguatan literasi pesantren ini juga mengundang narasumber lain, yakni Nyai Hindun Anisah, Pengasuh Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri, Jepara.


Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori