Nasional

Saat Terima Berita, Hanya 1 Persen Pengguna Medsos Cek Kebenaran

Ahad, 30 Agustus 2020 | 09:15 WIB

Saat Terima Berita, Hanya 1 Persen Pengguna Medsos Cek Kebenaran

Ilustrasi medsos di Indonesia. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online 
Saat ini, penduduk Indonesia berjumlah lebih kurang 272 juta jiwa. Berdasarkan survei terbaru dari jumlah tersebut, pemakai ponsel di Indonesia lebih banyak dari jumlah penduduk yakni 338 juta.


Ini dikarenakan satu orang di Indonesia bisa memiliki 2 atau 3 lebih ponsel. Dari  data ini, yang menggunakan internet tercatat sebanyak 170 juta dan sebanyak 160 juta aktif menggunakan media sosial (medsos).


“Dari 160 juta, pengguna YouTube sebanyak 80 persen. Pengguna WhatsApp hampir sama (80 persen). Kemudian, ada yang menggunakan Faceebook, Instagram, Twitter, dan sebagainya,” Kata Kepala Biro Multimedia Humas Polri Brijen Pol Muharrom Riyadi di Jakarta.


Kondisi ini tentu harus disikapi dengan benar-benar karena di samping efek positif yang muncul, efek negatif dari internet juga sangat terasa. Menurut dia, pergerakan medsos di Indonesia sangat dinamis sehingga perlu edukasi kepada masyarakat bagaimana bermedsos dengan bijak di antaranya melalui budaya tabayun (klarifikasi).


“Berdasar survei, rata-rata orang ketika menerima berita hoaks, yang mau mengecek kebenarannya hanya sekitar 1 persen. 15 persen menghapus atau mendiamkan. 48 persen men-share (menyebarkan) kembali,” paparnya pada Acara Kiswah Kiai Misbah beberapa waktu lalu.


Menurut Muharrom, banyak pengguna internet atau medsos merasa bangga menjadi orang pertama yang bisa menyebarkan sebuah berita tanpa tahu benar atau salah berita yang disebarkannya tersebut. Inilah hal-hal yang berbahaya bagi diri sendiri dan orang lain karena bisa menjadi korban berita-berita hoaks.


Muharrom pun memberi tips bagi masyarakat saat menerima sebuah berita yang ia sebut sebagai 4 C yakni Cermati informasinya, Cek sumbernya, Cari perbandingan beritanya, Cepat klarifikasi. Sementara bagi masyarakat yang mau melaporkan berita-berita hoaks, ujaran kebencian dan hal-hal negatif lainnya, bisa melalui medsos Polri yakni Divisi Humas Polri.


Tabayun dari Tokoh
Terkait hal ini, Pengurus Lembaga Dakwah PBNU KH Misbahul Munir mengingatkan kepada masyarakat untuk senantiasa melakukan klarifikasi terhadap semua pemberitaan yang diterima. Termasuk dari para tokoh yang menjadi public figure.


“Semua orang pun harus tabayun. Yang namanya kabar itu ada dua, khabar kadzib (berita bohong) dan khabar shadiq (berita benar),” terang Kiai Misbah.


Ia mengingatkan masyarakat  untuk menelusuri latar belakang dan keilmuan tokoh penyebar berita. Dan kepada tokoh, Kiai Misbah mangajak untuk berhati-hati dalam menyebarkan sebuah berita dengan menggunakan prinsip seperti meriwayatkan hadits. Para tokoh tidak boleh membagikan informasi yang tidak jelas sumber dan kebenarannya karena imbasnya akan lebih besar.


Dalam bermedsos, menurut Kiai Misbah, masyarakat sebaiknya menerapkan prinsip bagaimana kita memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan mereka. Jika tidak nyaman bagi kita, maka sebaiknya kita tidak melakukannya pada orang lain. 


“Tanyakan pada hatimu. Apakah ketika kita melakukan hal itu malu atau tidak, nyaman atau tidak. Kalau malu, tidak nyaman, jangan kerjakan,” pungkasnya.


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Musthofa Asrori