Nasional

Perkuat Moderasi Beragama, Kemenag: Kurangi Penggunaan kata Radikalisme

Jum, 6 Desember 2019 | 14:00 WIB

Perkuat Moderasi Beragama, Kemenag: Kurangi Penggunaan kata Radikalisme

Kepala Pusat Litbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag) RI, Muharam, di Erian Hotel, Jakarta Pusat, Kamis (5/12). (NU Online/Zidni)

Jakarta, NU Online
Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan istilah ‘radikalisme’ sangat ramai diperbincangkan oleh berbagai elemen masyarakat. Di samping itu juga oleh beberapa pejabat negara yang begitu gencar melontarkan kata tersebut ke publik. Hal demikian menimbulkan polemik di masyarakat, ada yang mendukung, ada pula yang menolak.

“Kementerian Agama hendak memperbanyak kegiatan yang bernuansa moderasi. Kita mencoba untuk menghindari istilah-istilah negatif dalam isu-isu keagamaan, misalnya kata-kata radikalisme, intoleransi, mayoritas, dan minoritas,” ungkap Kepala Pusat Litbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag) RI, Muharam, di Erian Hotel, Jakarta Pusat, Kamis (5/12).

Muharam menilai, lingkungan Puslitbang Kemenag kini mencoba untuk mengurangi istilah-istilah yang dapat mengganggu perasaan umat beragama. “Yang penting sekarang adalah kita memperbanyak dan memperkuat kerukunan, moderasi, dan lain-lain,” ajaknya saat membuka acara Seminar Hasil Penelitian Dinamika Moderasi Beragama yang dilaksanakan di 8 kota/kabupaten di Indonesia. 

“Masyarakat kita bermacam tingkat ilmu pengetahuannya. Sehingga penangkapan istilah radikalisme misalnya, ditangkap berbeda-beda. Mau di gereja, di pura, di masjid, mari kurangi istilah-istilah yang dapat menyinggung orang beragama,” sambung Muharam.

Dalam kesempatan itu, ia mengajak pejabat pemerintah maupun perwakilan ormas yang hadir untuk perbanyak komunikasi yang sejuk, terutama bagi yang tinggal di daerah-daerah yang multikultur, multietnis, maupun juga yang tinggal di daerah-daerah pedesaan.

Pada kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Agama, Oman Fatchurrahman, menjelaskan bahwa ‘moderasi beragama’ jangan hanya dimaknai sebagai kata benda, tapi lebih ditempatkan sebagai kata sifat atau paradigma yang tidak selalu harus kata tersebut muncul. Tetapi, nilai-nilai apa yang terkandung dalam istilah moderasi beragama.

“Untuk melihat perbedaan moderasi beragama dengan istilah toleran, damai, dan rukun, harus dilhat dari batasnya. Bahwa, ketiga istilah tersebut merupakan hasil, sedangkan moderasi beragama itu proses menuju toleran, damai dan rukun,” terang pakar filologi Nusantara itu.

Oman melanjutkan, ada dua nilai yang ada di dalam moderasi beragama, yakni bertindak adil dan menjaga keseimbangan. Makanya, kadang-kadang masyarakat di daerah tidak perlu atau tidak kenal istilah-istilah moderasi beragama, sebab mereka sudah dengan sendirinya mempraktikkan nilai-nilai moderasi.

“Makanya, moderasi beragama bisa muncul dengan prasyarat, yakni berilmu, berbudi, dan berhati-hati. Kalau ada orang tak punya prasyarat, maka akan sulit bertindak moderat,” jelas Oman. 

Kontributor: M. Zidni Nafi’
Editor: Muchlishon