Nasional RISET BLA JAKARTA

Semai Toleransi, BLA Jakarta Kembangkan Nilai-nilai Folklor bagi Milenial

Kam, 5 Desember 2019 | 16:45 WIB

Semai Toleransi, BLA Jakarta Kembangkan Nilai-nilai Folklor bagi Milenial

Kepala BLAJ Jakarta Balitbang Diklat Kemenag, Nurudin Sulaiman berpidato pada pembukaan acara di Bekasi. (Foto: Aji Budiono/BLAJ)

Bekasi, NU Online
Penemuan nilai-nilai dalam literatur kuno maupun folklor di Sumatera dan Jawa perlu terus disosialisasikan, karena banyak dari literatur maupun folklor tersebut dapat mengembangkan hukum agama dan toleransi secara baik.

Kepala Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) Badan Litbang dan Diklat Kemenag, Nurudin Sulaiman mengungkapkan penelitian tentang folklor di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Banten, dan Jawa Barat menjadi best practice dan terus disebarluaskan. 

“Kita dorong daerah lain untuk mengembangkan hal yang sama (pengungkapan folklor) agar juga dicontoh. Kearifan lokal, ajaran-ajaran akan terus bisa kita gali. Karena local wisdom tumbuh baik,” kata Nurudin usai pembukaan Seminar Hasil Penelitian Isu-isu Aktual Bidang Lektur dan Khazanah Keagamaan di Hotel Santika Mega City Kota Bekasi, Jawa Barat, Rabu (4/12) malam.

Baca juga: Folklor Keagamaan Sumber Belajar yang Tepat

Pria asal Banyuwangi ini menyebutkan dalam contoh sederhana, masyarakat desa mampu mengembangkan kehidupan yang rukun, karena nilai-nilai kerukunan yang juga terkandung dalam kisah-kisah folklor.

Pihaknya mengungkapkan kekhawatiran karena saat ini terlalu banyak informasi yang mewarnai publik yang menggambarkan aneka kejadian intoleran. Melalui isu-isu lektur, BLAJ mendorong agar karya ulama seperti manuskrip yang selain cukup banyak dan baik, juga harus dihidupkan kembali nilai-nilainya.

“Ditampilkan dalam bentuk yang baru sehingga dapat dimanfaatkan di lingkungan pendidikan. Tradisi lisan yang sarat nilai keagamaan, kemudian naskah klasik karya ulama juga harus didorong menjadi konten yang menarik dibaca,” kata Nurudin.

Jadi Tren Milenial
Karena itu, BLAJ berkeinginan untuk mengarusutamakan nilai-nilai tersebut menjadi tren di kalangan milenial. Caranya dengan membuat karya visual berisi berbagai cerita, video animasi, komik, infografis, atau pembelajaran secara ringkas tapi juga mengena. 

Dengan cara demikian, Nurudin yakin kalangan milenial dapat menerima nilai-nilai kearifan dalam folklor. Selain itu, bukan hanya menerima, nilai-nilai tersebut diharapkan dapat diinternalisasi oleh kalangan milenial.

“Itu dapat diperoleh ketika masyarakat memiliki pengetahuan dan bahkan menjadi teladan dengan mendapatkan sisi-sisi lain secara mudah dipahami dan dipraktikkan. Melalui tampilan bentuk baru bisa kita lakukan,” tandasnya. 

Nilai-nilai dalam folklor, lanjut doktor jebolan UI ini, juga menjadi hal yang bermanfaat dengan berkolaborasi dengan negara lain yang juga mengembangkan konten mendidik. Selain itu, juga bekerjasama dengan museum, menyisipkan konten atau materi pembelajaran keagamaan di madrasah dan sekolah.

Kasubag TU BLA Jakarta Heri Susanto menambahkan, seminar mengundang 90 peserta. Terdiri dari anggota Kelompok Kerja Penyuluh (Pokjaluh) se-Jabodetabek, para pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), pelaku seni tradisi, dan perwakilan Kemenag DKI Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Kota Bekasi.

Sejumlah narasumber hadir di antaranya Ketua FKUB DKI Jakarta KH Ahmad Syafi’i Mufid, Guru Besar UIN Jakarta Prof Dr HM Ridwan Lubis, Ketua Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) yang juga Dosen FIB UI Dr Pudentia MPSS, Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten Dr Moh Hudaeri, Peneliti Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI Dr M Alie Humaedi.

Kegiatan terbagi dalam dua forum, yaitu Seminar Hasil Penelitian isu-isu Aktual Bidang Lektur dan Khazanah Keagamaan, serta Evaluasi Kebijakan dan Pembahasan Executive Summary Toleransi dan Kerjasama Umat Beragama di Wilayah Sumatera. Dua acara tersebut dijadwalkan tiga hari, Rabu-Jumat, 4-6 Desember 2019.
 
Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori