Nasional

NU Harus Merumuskan Kolektifitas Politik

NU Online  ·  Rabu, 27 April 2016 | 13:45 WIB

NU Harus Merumuskan Kolektifitas Politik

KH Abdurrahman Navis, H Arif Afandi dan Riadi Ngasiran

Surabaya, NU Online
Sejak awal, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mempercayakan perubahan di negeri ini lewat jalur demokrasi. Hal tersebut berbeda dengan sejumlah kalangan yang lebih memiliki keyakinan bahwa perubahan yang lebih baik akan terjadi ketika kepemimpinan nasional dikuasai.

"Inilah yang membedakan Gus Dur kala itu dengan Amien Rais," kata H Arif Afandi, Selasa (26/4). Pernyataan ini disampaikan mantan Wakil Walikota Surabaya tersebut saat diskusi yang diselenggarakan Majalah Aula dengan tema “Kepempimpinan Umat, Kepemimpinan Masyarakat” di ruangan Salsabila PWNU Jatim.

Dan saat ini, era demokrasi telah diterima dan menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan bangsa Indonesia. "Dengan era seperti sekarang yakni kepemimpinan ditentukan dari bawah, harusnya NU memiliki peran menentukan," kata Arif. Dengan jumlah jamaah yang demikian besar, maka proses seleksi kepemimpinan akan ditentukan warga NU yang memang mayoritas, lanjutnya.

Namun ternyata besarnya jumlah warga tersebut tidak berbanding lurus dengan keterpilihan para pimpinan daerah di basis NU. "Hal tersebut terjadi lantaran besarnya warga tidak diformulasikan menjadi kekuatan politik," kata dia.

Arif membayangkan, ketika telah diputuskan siapa calon pemimpin dan wakil rakyat yang akan didukung, maka dengan serta merta seluruh dukungan warga diberikan kepada yang bersangkutan. "Tapi nyatanya tidak demikian yang terjadi," tandasnya.

Dengan kolektifitas yang dibarengi soliditas, maka besarnya jumlah warga NU di akar rumput yang ditopang jam'iyah atau organisasi yang solid, tentu akan memberikan pengaruh yang besar bagi era demokrasi seperti saat ini.

"Tidak mudahnya menyatukan suara warga tersebut juga ditentukan dengan kesejahteraan ekonomi mereka," akunya. Apalagi income perkapita rakyat Indonesia yang di dalamnya tentu adalah warga NU masih tertinggal.

Bagi Ketua PW Lembaga Perekonomian NU Jatim ini, tugas berat berikutnya adalah bagaimana meningkatkan kemampuan ekonomi warga. "Kalau kesejahteraan mereka sudah tercapai, maka upaya untuk menjaga kolektifitas politik dapat dengan mudah dilakukan," terangnya.

Terkait kepemimpinan, Arif menyarankan masyarakat dapat melakukan seleksi dengan bijak. "Namanya juga pemimpin, maka pertimbangan utama adalah perilaku terpuji termasuk memiliki kesantunan," pungkasnya. 

Tampil sebagai pemateri pada diskusi ini, Wakil Ketua PWNU Jatim, KH Abdurrahman Navis dengan moderator Riadi Ngasiran, Pemimpin Redaksi Majalah AULA. (Ibnu Nawawi/Zunus)