Nasional

Lima Karakter dan Peran Pendiri dalam Perkembangan NU

Ahad, 31 Januari 2021 | 16:45 WIB

Lima Karakter dan Peran Pendiri dalam Perkembangan NU

Foto: dok NU Online

Jakarta, NU Online
Terdapat lima tokoh pendiri Nahdlatul Ulama yang karakter dan perannya selalu ada dalam setiap perjalanan serta perkembangan NU. 

 

"Kelima peran dan karakter ini sangat penting. Jika salah satu tidak ada maka pilar NU akan goyah," ungkap Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Australia-New Zealand Nadirsyah Hosen (Gus Nadir), dalam Peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-95 NU, Sabtu (30/1) malam. 

 

Pertama, karakter tokoh sekaliber Syekh Kholil Bangkalan yang memainkan peran sebagai pemberi restu. Menurut Gus Nadir, Syekh Kholil merupakan tokoh spiritual di belakang berdirinya NU. 

 

Karena itu, di dalam tubuh NU yang menjelang abad kedua, peran seperti Syekh Kholil tersebut akan selalu dibutuhkan, yakni seorang kiai yang menjadi tokoh spiritual pemberi restu di belakang segala macam aktivitas NU. 

 

"Kedua, peran dan karakter seperti Hadlratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Peran beliau adalah pengetuk palu berkumpulnya jamiyah dan jamaah," ujar Gus Nadir.

 

"Beliau disegani karena keilmuan dan kewibawaanya. Karena itu, perlu ada tokoh-tokoh yang seperti ini yang kemudian bisa mengambil peran dan disegani karena ilmu dan memiliki wibawa," lanjutnya.

 

Sosok ketiga menurut Gus Nadir adalah KH Abdul Wahab Chasbullah yang menjadi penggerak roda organisasi. Oleh karena itu, perlu ada karakter dan tokoh NU seperti Kiai Wahab yang juga disegani karena kedalaman ilmunya dan luwes dalam bersikap.

 

Sementara tokoh keempat adalah KH Bisri Syansuri yang disegani karena bersikukuh pada aturan fikih. "Beliaulah benteng tradisi keilmuan NU. Maka kita membutuhkan tokoh semacam ini dalam memasuki abad kedua nanti," terang Gus Nadir. 

 

Tokoh kelima adalah KH As’ad Situbondo yang menjadi simbol kepatuhan santri pada kiai. Kiai As'ad merupakan pembawa pesan dari Mbah Kholil kepada Mbah Hasyim.

 

"Maka kita, para santri, harus meniru peranan Kiai As’ad Situbondo saat NU berdiri dulu," terang Gus Nadir. 

 

Disimpulkan, kelima peranan karakter dan peran tokoh para pendiri NU itu akan selalu silih berganti dalam setiap zaman. Kata Gus Nadir, inilah lima pilar tokoh yang harus terus dijaga nilainya. 

 

Gus Nadir menegaskan bahwa para tokoh NU saat ini harus terus berbagi peran dan beban dalam menjalankan lahan pengabdian masing-masing, demi kemaslahatan umat.

 

"Selama kelima tokoh, peran, dan karakter yang seperti itu selalu ada, maka NU akan terus berjalan melanjutkan pengabdiannya pada agama, bangsa, dan negara," tuturnya.

 

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Ahmad Helmy Faishal Zaini menuturkan bahwa dari zaman ke zaman, NU selalu hadir di tengah masyarakat untuk memberikan solusi dan jalan keluar dari berbagai persoalan.

 

"Bahkan yang sering disampaikan Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj bahwa tugas ulama itu adalah liyatafaqqahu fiddin, mengajarkan tentang beragama yang baik. Kemudian yang kedua adalah wal yandzhur qaumahum, para ulama hadir di tengah masyarakat memberikan solusi. Kiai-kiai kampung selalu menjadi penengah dan juru damai di tengah masyarakat," tutur Helmy.

 

Ia lantas mengutip sebuah hadits, yakni al-ulama waratsatul anbiya yang artinya adalah para ulama merupakan pewaris nabi. Oleh karena itu, dengan berkhidmah kepada ulama, ia yakin dapat meneruskan risalah agung Rasulullah untuk terus mengajarkan pada kebaikan.

 

"Alhamdulillah kita bisa ikut dalam rumah besar Jamiyah NU sebagai sebuah kebanggan dan kehormatan. Alhamdulillah kita masih diberi kesempatan umur panjang bisa mengikuti khidmah di organsiasi yang kita semua yakin organisasi ini membawa keberkahan bagi kita," kata Helmy, bersyukur.

 

Menurutnya, NU merupakan organisasi yang didirikan oleh para awliya dan ulama yang luar biasa. "Untuk itu kita semua mari tetap bangga dan khidmah kepada ulama karena itu adalah kunci kita untuk mendapatkan keberkahan," harapnya.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan