Nasional

Lakpesdam NU: Kekerasan Seksual Wajib Dicegah

Ahad, 28 November 2021 | 20:00 WIB

Lakpesdam NU: Kekerasan Seksual Wajib Dicegah

Kekerasan seksual wajib dicegah.

Jakarta, NU Online

Sekretaris Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PB NU) KH Marzuki Wahid menyebut kekerasan seksual secara tegas telah diatur oleh agama sebagai tindakan yang tidak dibenarkan.


“(Dalam) perspektif agama, kekerasan seksual diharamkan bahkan hukumnya wajib untuk dicegah dan dilawan,” ucapnya dalam diskusi yang digelar Jaringan Gusdurian bertajuk Menghapus Kekerasan Seksual di Kampus, Jumat (26/11/2021).


Hal ini juga dipertegas dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Mufti Besar Mesir Syeikh Syauqi Ibrahim Abdul Karim ‘Allam. Ia mengatakan bahwa kekerasan seksual termasuk dosa besar yang tidak bisa dihilangkan hanya dengan istighfar. 


Lebih dari itu, sambungnya, kekerasan seksual dinilai dapat merusak martabat kemanusiaan dan merupakan bagian dari penistaan terhadap kemanusiaan serta pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). 


Ia mencontohkan kasus pemerkosaan yang bisa membuat trauma dan perusakan alat reproduksi. Semua itu menurutnya sulit dipulihkan bahkan bagian dari perusakan kemanusiaan. “Nah, perusakan kemanusiaan sama saja dengan merusak pencipta-Nya,” terang Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon, Jawa Barat itu.


Bahkan, ia menyebut kekerasan seksual sebagai sebuah tindak kejahatan yang lebih berat dari tindak pidana korupsi. “Kalau korupsi kejahatan yang berat maka saya katakan kekerasan seksual lebih berat daripada korupsi. Seberat-beratnya korupsi bisa dipulihkan tetapi kekerasan seksual sulit dipulihkan,” ujarnya.


Sementara itu, soal pro kontra substansi RUU TPKS di masyarakat, Marzuki menegaskan pihaknya tak menemukan satu pasal pun dalam Rancangan Undang-undang TPKS yang melegalkan zina maupun LGBT.  “Saya sudah membaca RUU TPKS, tidak ada legalisasi zina dan LGBT. Bahwa kemudian zina tidak diatur bukan berarti dilegalkan, ini urusan lain. Undang-undang ini mengatur kekerasan seksual,” jelasnya. 


Di samping itu, Marzuki mengatakan poin-poin dalam RUU TPKS dinilai cukup toleran. “Soal pencegahan kekerasan seksual dari hulu sampai hilir sampai pemulihan, perlindungan, rehabilitasi korban bahkan pendampingan pelaku kekerasan seksual sudah diantisipasi oleh RUU ini,” tandasnya.


“Kekerasan seksual bukan hanya soal hukum, tetapi soal relasi kuasa dan gender di mana lelaki sering terpojokkan sehingga muncul pertentangan. Sebenarnya bukan agama, tapi kepentingan patriarki dan kepentingan lain,” pungkasnya.


Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Syakir NF