Nasional

KontraS dan ICW Datangi Kantor KPU, Minta Kejelasan KPU terkait Permasalahan Sirekap dan KPPS

Kam, 22 Februari 2024 | 23:00 WIB

KontraS dan ICW Datangi Kantor KPU, Minta Kejelasan KPU terkait Permasalahan Sirekap dan KPPS

Permintaan informasi yang diajukan KontraS dan ICW mengenai Sirekap meliputi dokumen pengadaan, anggaran, dan daftar kerusakan yang pernah terjadi (Foto: Yoga)

Jakarta, NU Online
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Indonesia Coruption Watch (ICW) mendatangi Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Menteng, Jakarta Pusat pada Kamis (22/2/2024).

 

Mereka mendatangi KPU untuk meminta informasi perihal permasalahan yang terjadi di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Di antaranya terkait dengan permasalahan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).


"Kami dari ICW dan KontraS hadir di kantor KPU untuk menyampaikan permohonan informasi mengenai permasalahan KPPS dan Sirekap," ujar Kepala Divisi Korupsi dan Politik ICW, Eggy Primayoga kepada wartawan.


Ia menjelaskan bahwa permohonan informasi itu didasarkan pada kegelisahan mereka setelah melihat permasalahan Sirekap dan KPPS yang sedang diperbincangkan secara luas oleh publik dan menjadi sorotan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk menyampaikan permohonan informasi.


Ia menambahkan permintaan informasi yang diajukan mengenai Sirekap meliputi dokumen pengadaan, anggaran, dan daftar kerusakan yang pernah terjadi di Sirekap. Hal ini mereka lakukan agar dapat memeriksa apakah prosesnya sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.

 

Kemudian peneliti KontraS, Razzy Brilian mengatakan bahwa karena kontras basicnya Hak Asasi Manusia, mereka melihat permasalahan pemilu dari sudut pandang human rights by report dalam pemilihan umum. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa pendekatan Hak Asasi Manusia (HAM) harus ditekankan dalam penyelenggaraan pemilu secara umum.

 

"Hari ini kita melihat bahwa ada per kemarin 94 petugas KPPS yg telah meninggal dunia, 4.000 lebih dinyatakan sakit dan kami meminta pertanggungjawaban KPU," ujarnya.


Menurutnya, seharusnya KPU bisa bersikap terbuka dan transparan dalam menyampaikan kepada publik alasan sesungguhnya.


Dia menyoroti bahwa dalam peristiwa tersebut, alasan yang diberikan hanya seputar kelelahan, padahal pada tahun 2019 terdapat lebih dari 800 kasus kematian yang disebabkan oleh kelelahan. Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbaikan yang signifikan dari pihak KPU dalam menangani persoalan kematian KPPS.


"Kami juga menagih KPU sebagai penyelenggara pemilu juga bisa menyampaikan kepada publik secara transparan dan akuntabel bagaimana kompensasi yang akan diberikan kepada korban atau keluarga korban baik yang sakit ataupun yang meninggal," terangnya.


Sementara itu Komisioner KPU Idham Holik mengatakan terkait permohonan informasi tersebut, ia menyatakan bahwa prinsip penyelenggaraan pemilu adalah prinsip berkepastian hukum.


Dia menegaskan bahwa Indonesia telah memiliki Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Oleh karena itu, KPU akan mengikuti pedoman undang-undang tersebut dalam merespons permintaan informasi yang diajukan oleh masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat.


"Kami tetap hargai surat tersebut dan segera akan kami jawab," ujarnya.