Nasional

Ini Profil Delapan Hakim MK yang Putuskan Sengketa Pilpres 2024

Sen, 22 April 2024 | 14:26 WIB

Ini Profil Delapan Hakim MK yang Putuskan Sengketa Pilpres 2024

Gedung Mahkamah Konstitusi (Foto: Suwitno/NU Online)

Jakarta, NU Online
Sebanyak delapan dari sembilan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).


Anwar Usman menjadi hakim yang tidak diikutkan dalam  sengketa PHPU ini karena telah melakukan pelanggaran etik berat berdasarkan putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) nomor 2/MKMK/L/11/2023. Salah satu hukumannya ialah tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam sengketa PHPU.


Adapun Hakim MK yang menangani sengketa PHPU ini adalah Suhartoyo, Saldi Isra, Arief Hidayat, Daniel Yusmic Pancasakti Foekh, Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Asrul Sani.


Berikut profil delapan hakim MK yang putuskan sengketa Pilpres 2024


1. Suhartoyo
Dilansir dari MKRI Suhartoyo resmi menggantikan Anwar Usman sebagai Ketua MK pada 9 November 2024. Ia terpilih melalui musyawarah mufakat para hakim konstitusi dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang berlangsung pada Kamis (9/11/2023) pagi.


Pada 1986, ia pertama kali bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung. Ia pun dipercaya menjadi hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga tahun 2011. Di antaranya Hakim PN Curup (1989), Hakim PN Metro (1995), Hakim PN Tangerang (2001), Hakim PN Bekasi (2006) sebelum akhirnya menjabat sebagai Hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar. Ia juga terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi (1999), Ketua PN Praya (2004), Wakil Ketua PN Pontianak (2009), Ketua PN Pontianak (2010), Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011), serta Ketua PN Jakarta Selatan (2011).


Pria Kelahiran Sleman pada 15 November 1959 ini dilantik menjadi Hakim MK menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi pada 7 Januari 2015 lalu. Pada 2020, Mahkamah Agung memutuskan untuk memperpanjang masa jabatan Suhartoyo sebagai hakim konstitusi.


Ia meraih gelar Sarjana Hukum dari Universitas Islam Indonesia pada tahun 1983. Ia meneruskan pendidikan pascasarjana Magister Ilmu Hukum di Universitas Tarumanegara, lulus pada tahun 2003, dan Doktor Ilmu Hukum di Universitas Jayabaya, lulus pada tahun 2014.
 

2. Saldi Isra
Dilansir dari MKKRI, Saldi Isra diangkat sebagai hakim konstitusi pada 11 April 2017 untuk menggantikan Patrialis Akbar. Saldi sebelumnya adalah Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas.


Lahir di Paninggahan-Solok, ia telah mengabdi selama hampir 22 tahun di Universitas Andalas. Saldi menyelesaikan sarjananya di bidang hukum di Universitas Andalas pada tahun 1994, lalu menyelesaikan studi Master of Public Administration di Universitas Malaya, Malaysia pada 2001, dan meraih gelar doktor dari Universitas Gadjah Mada dengan predikat cum laude pada tahun 2009. Setahun kemudian, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar di Universitas Andalas.


3. Arief Hidayat
Dilansir dari MKRI ia merupakan Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Pria kelahiran Semarang, 3 Februari 1956 ini dilantik menjadi Hakim MK pada 1 April 2013.


Dalam perjalanan kariernya, ia sering terlibat sebagai pengajar. Ia juga aktif dalam kepemimpinan berbagai organisasi profesi, termasuk menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN di Jawa Tengah, Ketua Pusat Studi Hukum Demokrasi dan Konstitusi, Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender di Indonesia, serta Ketua Pusat Studi Hukum Lingkungan.


Pendidikan sarjananya ditempuh di Fakultas Hukum Undip (1980), lali program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Airlangga/UNAIR (1984), dan program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro/UNDIP (2006)


4. Enny Nurbaningsih
Dilansir dari MKRI Enny Nurbaningsih dilantik sebagai hakim konstitusi perempuan Indonesia, menggantikan Maria Farida Indrati, setelah terpilih oleh panitia seleksi melalui proses yang kompetitif. Sebelum menjabat sebagai hakim konstitusi, Enny pernah memimpin Badan Pembinaan Hukum Nasional dan mengajar di Universitas Gadjah Mada (UGM).


Selain itu, Enny juga aktif dalam berbagai organisasi hukum, khususnya dalam bidang hukum tata negara. Salah satu kegiatan penting yang ia inisiasi adalah pembentukan Parliament Watch bersama Mahfud MD, yang merupakan Ketua MK periode 2008–2013, pada tahun 1998, yang bertujuan untuk mengawasi kinerja parlemen.


Perempuan kelahiran Pangkal Pinang 27 Juni 1962 ini merupakan Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum UGM. Ia menempuh pendidikan sarjananya di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (1981), kemudian melanjutkan gelar magisternya pada Hukum Tata Negara Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung (1995), dan Doktor Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (2005).


5. Daniel Yusmic Pancasakti Foekh
Dilansir dari MKRI Daniel Yusmic Pancastaki Foekh menggantikan I Dewa Gede Palguna yang telah selesai masa jabatannya pada 7 Januari 2020, menjadi orang pertama dari Nusa Tenggara Timur yang menjabat sebagai hakim konstitusi sejak berdirinya Mahkamah Konstitusi.


Ia memiliki latar belakang sebagai aktivis yang kuat, dimulai saat ia bergabung dengan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) di Kupang ketika ia memulai studinya pada tahun 1985. Setelah lulus dari UNDANA pada tahun 1990, ia mencoba karir sebagai wartawan dengan mengikuti tes profesional di Yogyakarta pada tahun 1991, namun tidak berhasil lolos. Di samping itu, ia telah memegang beberapa posisi penting seperti Wakil Ketua DPD Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) DKI Jakarta, Ketua Partisipasi Kristen Indonesia (PARKINDO) Jakarta Pusat, dan Wakil Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN DKI Jakarta.


Daniel juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Badan Pengurus Perwakilan GMIT di Jakarta dari 2013 hingga 2017, Ketua Bidang Hubungan Kerjasama di Asosiasi Pengajar Mata Kuliah Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (APHAMK) DKI Jakarta, anggota Pengurus Nasional Perkumpulan Senior GMKI, serta Sekretaris Umum Badan Kerja Sama (BKS) PGI-GMKI selama periode 2014 hingga 2019.


Ia menempuh pendidikan S1Ilmu HTN UNDANA Kupang (1990), lalu S2 Ilmu HTN Universitas Indonesia (1995), dan S3 Ilmu HTN Universitas Indonesia (2005).


6. Guntur Hamzah
Dilansir dari MKRI Guntur Hamzah, yang lahir di Makassar pada tanggal 8 Januari 1965, menyelesaikan studi sarjana hukumnya di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar pada tahun 1988. Ia melanjutkan pendidikan magister hukumnya di Universitas Padjadjaran, Bandung, yang diselesaikan pada tahun 1995, dan meraih gelar doktoral dengan predikat cum laude dari Universitas Airlangga, Surabaya pada tahun 2002.


Selain bertugas dalam berbagai peran negara, Guntur Hamzah aktif menulis di jurnal nasional dan internasional serta telah menerbitkan beberapa buku. Karya-karyanya termasuk 'Hukum Tata Niaga Produk Pertanian' yang membahas esensi, urgensi, dan fungsi, 'Peradilan Modern' yang fokus pada implementasi ICT di Mahkamah Konstitusi, 'Birokrasi Modern' yang mendalami esensi, teori, dan praktik, dan buku terbarunya 'Konstitusi Modern' yang membahas hakikat, teori, dan penegakannya, diterbitkan oleh PT Radja Grafindo Persada (Rajawali Pers), Jakarta, pada tahun 2022.


7. Ridwan Mansyur
Dilansir dari​​​​​​​ MKRI, karier Ridwan Mansyur di dunia peradilan dimulai ketika ia ditempatkan sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bekasi pada 1986. Ia kemudian mendapat penugasan pertamanya sebagai hakim di Pengadilan Negeri Muara Enim pada tahun 1989. Pada tahun 1992, ia pindah tugas ke Pengadilan Negeri Arga Makmur di Bengkulu Utara, di mana ia bertugas selama dua setengah tahun.


Pada tahun 1998, ia ditugaskan ke Pengadilan Negeri Cibinong. Setelah empat tahun, post mengikuti kursus singkat di UTS Sydney mengenai hak kekayaan intelektual (IPR), Ridwan Mansyur dipindah ke Pengadilan Negeri/Niaga/HAM/Tipikor dan Hubungan Industrial Jakarta Pusat, ia bertugas hingga pertengahan tahun 2006.


Jabatan sebagai pimpinan pengadilan dipercayakan kepada Ridwan Mansyur pada tahun 2006 sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Purwakarta. Setahun berikutnya, Ia kembali mendapat kepercayaan sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Batam. Tahun 2008, Ia mendapat promosi sebagai Ketua pada pengadilan tersebut.


Pada tahun 2010 selanjutnya mendapat promosi sebagai Ketua Pengadilan Negeri Palembang Klas IA Khusus. Dari beberapa tempat dan waktu di pengadilan tingkat pertama itu, pada tahun 2012 pimpinan MA kembali memberikan promosi jabatan sebagai Hakim Tinggi PT Jakarta dan selanjutnya ditugaskan sebagai Kepala Biro Hukum dan Humas MA. Jabatan tersebut diemban selama lima tahun (2012-2017).


Pada pertengahan tahun 2017, Ia mendapat kepercayaan sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Bangka Belitung. Jabatan ini diemban hingga akhir tahun 2018. Pengadilan Tinggi Tanjungkarang menjadi titik mutasi berikutnya di akhir tahun 2018 dengan jabatan Wakil Ketua. Dua tahun berikutnya (2020), Ia dipromosikan menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Semarang.


Belum genap setahun sebagai unsur pimpinan PT Semarang, ia diberikan kepercayaan sebagai Panitera Mahkamah Agung.  Pada tanggal 3 Oktober 2023 ia terpilih menjadi Hakim Konstitusi dari unsur yudikatif (Mahkamah Agung) dan dilantik per 9 Desember 2023.


Ia meraih gelar sarjananya pada tahun 1984 di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang. Lalu, pasca lulus dari program magister hukumnya, kemudiam melanjutkan program doktoralnya di Universitas Padjadjaran Bandung, dan berhasil membawa gelar doktor di tahun 2010.


8. Arsul Sani
Dilansir dari ​​​​​​​MKRI Arsul Sani memulai tugasnya sebagai hakim konstitusi pada 18 Januari 2024, setelah diambil sumpah oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta. Dia ditunjuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Republik Indonesia (DPR RI) sebagai pengganti Wahiduddin Adam yang memasuki masa pensiun setelah mencapai usia 70 tahun.


Arsul lahir di Pekalongan, pada tanggal 8 Januari 1964. Memulai pendidikannya di SD Muhammadiyah Pekajangan dan Madrasah Diniyah NU Panggung, Kedungwuni, Kab. Pekalongan. Merantau ke Jakarta ketika mulai kuliah di Fakultas Hukum, Universitas Indonesia (FH-UI) pada tahun 1982, dan menyelesaikan S-1 pada awal tahun 1987.


Selanjutnya, ia lulus program magister corporate communication di London School of Public Relations (LSPR), Jakarta pada tahun 2007. Ia mendapat gelar S-2 yang ke dua dari GCU. Pada akhir tahun 2019, ia melanjutkan studi doktoral-nya di Collegium Humanum, Warsaw Management University, Polandia, yang diselesaikannya pada  tahun 2022.