Nasional

Guru Besar UIN Jakarta Dorong Perbaikan MK Pasca-Putusan MKMK

Rab, 8 November 2023 | 22:00 WIB

Guru Besar UIN Jakarta Dorong Perbaikan MK Pasca-Putusan MKMK

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Ahmad Tholabi Kharlie. (Foto: uinjkt.ac.id)

Jakarta, NU Online

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memutus perkara etik terhadap Hakim dan Ketua MK imbas putusan MK No 90 tentang persyaratan capres-cawapres. Hal ini perlu ada upaya perbaikan di internal MK setelah putusan MKMK.


Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Tholabi Kharlie mengatakan putusan MKMK harus menjadi pelajaran penting bagi MK untuk menjaga etik saat menjalankan tugas dan kewewenangnya.


"Pesan penting dari putusan MKMK ini, keluarga besar MK harus melakukan perbaikan dan pembenahan di internal untuk mengembalikan marwah MK," ujar Tholabi di Jakarta, Rabu (8/11/2023). 


Ia menyebutkan ketua baru MK dan keluarga besar MK memiliki tanggung jawab besar untuk memulihkan citra MK yang belakangan merosot di mata publik.


"Ketua baru MK dan seluruh keluarga besar harus segera memulihkan citra MK yang belakangan melorot tajam," tegas Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.


Menurut Tholabi, harus ada perubahan yang mendasar agar tak terjadi pelanggaran etik oleh hakim di masa mendatang. Dia menyebutkan pembentukan sistem di internal MK mutlak dilakukan agar tak terjadi praktik serupa di masa mendatang. "Penguatan etik di internal MK selaras dengan penguatan independensi MK," ucapnya.


Di bagian lain, Tholabi mengapresiasi putusan MKMK terkait penegakan etik di MK. Menurut dia, putusan etik MKMK menjadi langkah positif untuk menegakkan etik khususnya di lembaga-lembaga publik.


"MKMK telah menjadikan isu supremasi etik makin populer di tengah publik. Penegakan etik penting dilakukan di lembaga-lembaga publik," tandas Pengurus Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.


Sebagaimana diketahui, MKMK memutuskan untuk memberhentikan Anwar Usman dari Ketua MK. Hal ini sebagai hukuman baginya karena terbukti melakukan pelanggaran etik berat. Pasalnya, keputusan MK terkait perubahan klausul syarat capres-cawapres dinilai sarat akan kepentingan.