Nasional

Ibaratkan MUI Seperti Kereta, KH Ma'ruf Amin: Pengurus Harus Ikut Masinis

Rab, 25 November 2020 | 15:30 WIB

Ibaratkan MUI Seperti Kereta, KH Ma'ruf Amin: Pengurus Harus Ikut Masinis

Tangkapan layar video Munas MUI

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat yang juga Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin mengingatkan bahwa berdasarkan Munas ke-9 tahun 2015, MUI telah menetapkan Islam Wasathiyah sebagai manhaj organisasi dalam berfikir, bersikap, bergerak, dan bertindak. Pengurus MUI harus patuh dan tunduk pada prinsip-prinsip dan garis organisasi serta melakukan penyesuaian diri sesuai dengan karakter dan jati diri kelembagaan MUI.


“Kalau tidak cocok dengan hal itu bisa menggunakan organisasi lain dan tidak menggunakan MUI,” tegasnya saat memberi sambutan pada pembukaan Munas ke-10 MUI di di Hotel Sultan Jakarta, Rabu (25/11).


Ia mengibaratkan MUI seperti kereta api yang memiliki rel atau jalan dan memiliki rute serta tujuan yang jelas. Kereta ini juga memiliki stasiun dan banyak membawa gerbong. Gerbong ini menurut Kiai Ma’ruf merupakan cerminan beragam ormas dan kelembagaan Islam dalam MUI yang di dalamnya membawa banyak penumpang.


“Setiap orang yang berada di dalamnya harus ikut dengan masinis. Bersama-sama menuju tujuan yang sudah ditetapkan. Orang yang tidak sesuai dengan tujuan dan jalan yang harus dilalui, sebaiknya tidak naik kendaraan MUI. Sebaiknya dia menggunakan kendaraan lain saja yang lebih sesuai dengan selera dan keinginannya,” katanya.


Oleh karenanya ia mengajak pengurus MUI untuk terus mengarus utamakan Islam wasathiyah yang saat ini dipandang menjadi sebuah kebutuhan mendesak seiring dengan kuatnya indikasi terus menguatnya radikalisme di masyarakat, baik radikalisme kiri maupun radikalisme kanan.


“Radikalisme kiri merupakan gerakan liberalisme dan sekularisme dalam beragama. Sedangkan radikalisme kanan merupakan gerakan radikalisme dalam beragama dan terorisme yang berkedok agama,” paparnya.


Wasathiyah jelasnya adalah cara berfikir, bersikap, dan bertindak secara moderat tidak berlebihan (Ifrad) dan tidak juga berlaku masa bodoh (tafriq). Wasathiyah juga adalah cara berpikir yang tidak terlalu rigid (tasyaddud) dan tidak terlalu longgar atau permisif (tasahuli).


“Oleh karena itu sikap wasathiyah adalah sikap moderat (tawasuth) di antara dua ekstrem (tatharrufaini). Komitmen untuk tetap menjadikan Islam wasathiyah sebagai cara berfikir, bersikap, dan bertindak harus tetap menjadi pedoman dalam setiap kiprah MUI di masa yang akan datang,” harapnya.


Label keulamaan yang kental melekat pada MUI, menurut Kiai Ma’ruf juga menuntut setiap pengurusnya bisa mengejawantahkan jati diri keulamaannya dalam setiap perkataan (qaulan) dan perbuatan (amalan) serta kebijakan-kebijakannya (harakatan).


“Sehingga keberadaannya sebagai pengurus MUI bukan hanya dapat menjadi penggerak organisasi (muharrik ) tetapi juga menjadi teladan (qudwah hasanah) dalam aspek pengamalan ajaran agama dalam setiap aktivitas yang dilakukannya,” pungkasnya.


Munas yang dibuka oleh Presiden RI Joko Widodo ini mengangkat tema besar Meluruskan Arah Bangsa dengan Wasathiyatul Islam, Pancasila, dan UUD NKRI 1945 secara Murni dan Konsekuen. Munas yang merupakan forum tertinggi organisasi MUI ini akan dilaksanakan selama tiga hari mulai Rabu- Jumat (25- 27/11).


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan