Nasional

Fenomena Maraknya Video Prank Menurut Psikolog

Rab, 6 Mei 2020 | 10:30 WIB

Fenomena Maraknya Video Prank Menurut Psikolog

Ilustrasi prank. (Foto: via Gazette Review)

Jakarta, NU Online
Beberapa waktu ini, konten-konten Youtube dan media sosial banyak diisi dengan video prank (candaan, gurauan). Parahnya ada beberapa prank yang membuat resah masyarakat.

Misalnya Youtuber Hasan yang nge-prank akan memberikan iming-iming sepuluh juta rupiah bagi orang yang membatalkan puasa dan prank memberi bantuan makanan di dalam kardus yang ternyata isinya sampah kepada transpuan oleh Ferdian. Selain itu muncul pula video tiktok shalat oleh Ria Ernawati.

Dosen Psikologi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta, Rakimin mengatakan, dalam sejarahnya, prank identik dengan kegiatan lelucon, di mana ditujukan untuk membuat penontonnya merasa senang. Senyatanya, bisa membuat korban merasa kaget, tidak nyaman, atau keheranan.

“Inilah yang terjadi pada prankster dari kalangan remaja seperti Ferdian, Erni Rahmawati, dan Hasan. Padahal lelucon yang dilakukan secara berlebihan, disertai kata-kata yang tidak baik atau merendahkan, dan tindakan yang merugikan korban, dapat digolongkan sebagai perilaku abusive (kekerasan),” kata Rakimin, Rabu (6/5).

Menurutnya, korban prank yang kelewat batas akan mengalami hal-hal yang tidak mengenakan. Seperti ditertawakan oleh pelaku dan penonton, perlakuan yang dapat membahayakan fisik maupun psikis, dan perkataan negatif lainnya dari pelaku (prankster).

Rakimin menambahkan, rasa senang ketika melihat kesusahan orang lain, dalam batas normal, sebagai hal yang wajar. Sifat manusiawi tersebut dikenal dengan Schadenfreude, yaitu pengalaman kesenangan, kegembiraan, atau kepuasan diri saat menyaksikan masalah, kegagalan, atau penghinaan orang lain.

“Nah, perilaku Schadenfreude yang berlebihan, adalah satu indikasi dari kelainan emosi atau psikologis yang prankster derita. Sehingga tidak jarang, korban akan merasa marah, sedih, dihinakan, dikucilkan, dan berbagai lonjakan emosi lainnya,” tegas dia.

Karena itu, sebaiknya masyarakata dapat mengenali apa saja penyebab perilaku prank. Di antaranya rasa ingin tahu yang besar pada diri prankster. Rasa ingin tahu kerap menjadi penyebab pelaku melakukan prank.

Rasa ingin menunjukan agresitivitas juga mungkin menjadi peneybab pelaku prank berlebihan. Agresi yang dimiliki oleh seseorang akan diarahkan pada objek atau korban yang dianggap relevan.

“Seperti anak jalanan, orang susah atau pun orang yang sedang menjalankan ibadah puasa,” ungkap Rakimin berkaca pada tiga kasus video di atas.

Penyebab lainnya bisa karena pelaku ingin menarik perhatian. Ketika pelaku prank ingin diperhatikan, mereka tidak memiliki cara lain untuk menunjukan eksistensi. Mereka akan cenderung membuat sensasi konyol bahkan melanggar etika, norma, dan nilai-nilai agama.

Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Fathoni Ahmad