Nasional

Begini Nasib Para Penerbit Indie di Tengah Banyaknya Toko Buku Gulung Tikar

Rab, 24 Mei 2023 | 13:00 WIB

Begini Nasib Para Penerbit Indie di Tengah Banyaknya Toko Buku Gulung Tikar

Aktivitas salah satu penerbit indie dan percetakan Razka Pustaka Yogyakarta. (Foto: Dok. pribadi)

Jakarta, NU Online

Akhir-akhir ini dunia literasi dikagetkan dengan kabar penutupan toko buku yang telah buka sejak puluhan tahun lalu. Hal tersebut disinyalir akibat menurunnya pemasukan dan besarnya biaya operasional yang mengakibatkan kerugian. Lalu bagaimana nasib para penerbit indie (penerbit independen atau penerbit mandiri) di tengah isu penutupan toko-toko buku?


Pemilik penerbit Dawuh Guru, Ali Adhim mengaku bahwa ia tetap berusaha bertahan dengan cara mengikuti perkembangan kebutuhan para pembaca buku. Jika tidak, maka akan susah dalam menjual buku yang diproduksinya itu.


“Ada beberapa cara yang bisa dilakukan, di antaranya mencari tahu buku best seller dunia, buku yang banyak diterjemahkan ke beberapa bahasa, buku best seller di toko besar Indonesia, buku best seller di seluruh marketplace online. Penerbit indie bisa mengadaptasi atau membuat buku yang menyerupai topik-topik tersebut apabila ingin bertahan. Kecuali penerbit indie yang sudah punya pembaca khusus atau peminat khusus dengan tema buku tertentu,” jelasnya kepada NU Online, Rabu (24/5/2023).


Ali Adhim yang juga mengelola penerbit Belibis Pustaka dan Tujjan Vision Books juga mengaku mengalami pasang surut. Ia mengaku penerbit Dawuh Guru yang mengusung buku-buku populer keislaman masih dapat bertahan dengan seringnya mencetak ulang buku-buku.


“Tapi berbeda dengan Belibis Pustaka yang tidak begitu bagus perkembangannya, hanya menerbitkan jika ada naskah-naskah yang masuk dari dunia akademisi kampus. Sedangkan penerbit Tujjan Books Vision yang terbilang baru didirikan tahun ini baru ada 3 judul yang diterbitkan,” paparnya.


Ia cenderung menjual buku yang diterbitkan melalui beberapa toko buku, distributor, reseller maupun dijual secara mandiri oleh penerbit di media sosial dan marketplace.


“Kalau penerbit indie lebih memilih tidak memasukkan di toko buku konvensional yang sudah terkenal karena terkadang mereka meminta diskon yang terlalu besar, sementara sekarang banyak konten kreator atau influencer buku yang bisa diajak bekerja sama,” terangnya.


Hal senada juga diungkapkan oleh Pemilik Penerbitan Razka Pustaka, Fuad Bawazir yang mengaku bahwa toko-toko besar justru meminta potongan harga yang besar pula, sehingga penerbit indie memilih untuk tidak memasok buku ke sana.


“Penjualan saya biasanya ke pesantren-pesantren yang memang minat bacanya 99 persen masih tinggi. Selain itu dibantu juga pemasaran lewat digital marketing yang berbayar, seperti google ads, Facebook & Instagram ads. Kalau ke toko-toko besar memang kami stop dulu karena mereka meminta potong harga tinggi, 55-60 persen,” jelasnya.


Sampai saat ini ia mengaku penerbitan dan pemasaran masih terbilang stabil, bahkan dalam waktu dekat ada rencana menerbitkan 7 judul buku lagi. Pada penerbitan indie selama setahun ia mampu menerbitkan 40-50 judul buku.


“Sebelum saya menerbitkan suatu buku, saya analisa dulu naskah apa yang sedang bagus, dan marketnya ke mana. Biasanya saya lebih ke naskah-naskah populer islami, novel islami, juga sejarah Islam. Jadi penjualan di pesantren itu masih sangat tinggi, di samping itu dengan promosi berbayar seperti saya sebutkan di atas juga sangat membantu,” pungkasnya.


Seperti diketahui, Toko Buku Gunung Agung berencana menutup seluruh gerainya di Indonesia pada akhir 2023. Pengumuman ini disampaikan oleh manajemen PT GA Tiga Belas dalam keterangan resmi, Ahad (21/5/2023) lalu.


Sejak pandemi Covid-19, manajemen perusahaan melakukan efisiensi dengan menutup gerai yang berada di sejumlah kota seperti Jakarta, Bogor, Bekasi, Magelang, Semarang hingga Gresik dan Surabaya. Hingga saat ini, toko buku yang masih bertahan berjumlah lima gerai.


Kontributor: Afina Izzati

Editor: Fathoni Ahmad