Nasional HUT KE-76 RI

Alissa Wahid: Nakes, Penggali Kubur, Sopir Ambulans Jadi Pahlawan Kekinian

Sel, 17 Agustus 2021 | 15:00 WIB

Alissa Wahid: Nakes, Penggali Kubur, Sopir Ambulans Jadi Pahlawan Kekinian

Alissa Wahid dalam sebuah acara. (Foto: Dok. Gusdurian)

Jakarta, NU Online
Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid mengatakan, para pahlawan di masa perjuangan telah rela berkorban jiwa-raga untuk mewujudkan kemerdekaan demi bangsa Indonesia. Namun, selama setahun belakangan terdapat banyak pahlawan yang berjuang dengan semangat sama, tetapi menggunakan senjata berbeda. 


Hal tersebut dikatakan Alissa Wahid dalam Orasi Kemerdekaan pada Upacara Virtual Peringatan HUT ke-76 RI dan disiarkan langsung melalui Kanal YouTube Gusdurian TV, Selasa (17/8/2021) pagi.


Senjata yang digunakan saat ini, kata Alissa, bukan bambu runcing. Mereka tidak melakukan strategi gerilya, juga bukan orang yang berpengaruh politik atau bermodalkan kekayaan dan bersandar pada dukungan kelompok kepentingan.


“Pahlawan Indonesia masa kini adalah manusia dengan dorongan cinta luar biasa yang berada di garis kritis bencana Covid-19 ini. (Mereka) yang terdepan dalam barisan para pahlawan masa kini adalah para tenaga kesehatan yang berjibaku dalam keterbatasan sarana dan prasarana serta risiko pribadi yang sangat tinggi,” tuturnya.
 

Alissa menegaskan bahwa para nakes, penggali kubur, sopir ambulans, dan relawan itulah pahlawan era modern yang maju ke depan menghadapi tantangan zaman sekalipun medan pertempuran penuh dengan keterbatasan dan ranjau berbahaya.


“(Mereka) yang tidak pernah terpikir untuk menjadi pahlawan, mereka hanya bergerak karena panggilan tugas pelayanan,” tutur perempuan bernama lengkap Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid ini.


Alissa menegaskan, puluhan ribu nakes itu jika bertugas harus membungkus diri dengan pakaian yang menyengsarakan sehingga tidak bisa minum, makan, dan ke kamar mandi untuk buang air. Para pahlawan dari kalangan nakes ini memilih untuk membatasi pertemuan dengan keluarga dan orang-orang terdekat, karena ingin melindungi yang dicintainya.


“(Dan) yang cukup menyesakkan, Pusara Digital Tenaga Kesehatan Indonesia Lapor Covid-19 menyebutkan 1800 lebih nakes di Indonesia ikut menjadi korban jiwa bencana ini,” ungkap putri sulung KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu. 


Di baris setelah nakes, para pahlawan itu adalah petugas pemakaman yang bekerja tanpa henti untuk menggali dan menguburkan jenazah korban Covid-19. Mereka bekerja di bawah terik matahari dan gelapnya malam tanpa memperoleh fasilitas yang memadai. 


“Kadang nasi kotak pun datang terlambat, kadang terpaksa menggeletak beristirahat di pinggir makam hanya untuk melegakan kepenatan sesaat,” ucap Alissa. 


Kemudian ada pula para pahlawan yang berperan di garis kritis bencana dengan mengantarkan pasien untuk mencari rumah sakit, mengurus jenazah, membuat peti mati, bahkan melakukan pemakaman. 


Para sopir ambulans juga menjadi salah satu pahlawan masa kini yang disebut Alissa. Mereka kerap terduduk lemas saat pasien yang diantar dari rumah sakit ke rumah sakit, dari siang hingga malam, tidak juga menemukan tempat yang bisa menerima. Akhirnya, menghembuskan napas terakhir di dalam ambulans. 


Relawan gerakan masyarakat
Terakhir, Alissa menyebut para relawan gerakan masyarakat sebagai pahlawan masa kini. Di antaranya mereka yang tergabung dalam Gusdurian Peduli, Gerakan Islam Cinta, Sambatan Jogja, Dapur Umum Buruh Gendong, dan lain sebagainya. 


“(Mereka) mengantarkan bantuan dari rakyat yang terus bergotong-royong kepada saudara sebangsanya yang membutuhkan. Hanya bermodalkan rasa welas asih dan perasaan senasib sepenanggungan,” katanya. 


Alissa menegaskan, Gusdurian Peduli yang bertumpu pada jejaring Gusdurian di berbagai sudut Indonesia telah menjadi rujukan dari berbagai inisiatif pengumpulan donasi yang ingin menyalurkan bantuannya.


“Ini menjadi refleksi dari kepercayaan masyarakat kepada kredibilitas Jaringan Gusdurian yang membersamai rakyat. Alhamdulillah kita bisa ikut berkontribusi,” jelasnya.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Musthofa Asrori