Nasional

Akademisi UIN Jakarta Nilai Pelajaran Sejarah Pandu Masa Depan Bangsa

Ahad, 20 September 2020 | 14:05 WIB

Jakarta, NU Online

Beredar isu pelajaran sejarah akan dihapus atau hanya menjadi pilihan saja. Hal tersebut menuai kontra di kalangan masyarakat. Kabar ini juga langsung diklarifikasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim pada Ahad (20/9) melalui video di kanal Youtube resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

 

Menanggapi isu tersebut, Pengajar Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Johan Wahyudi menegaskan bahwa sejarah merupakan pemandu bangsa ke arah masa depan. “Sejarah adalah pandu masa depan. Ia adalah karakter dan jati diri suatu bangsa. Akan tiba suatu masa, manusia terhubung tanpa batas dengan manusia lainnya. Mereka seperti seragam dalam berpikir dan bertindak,” katanya kepada NU Online pada Ahad (20/9).

 

Lebih lanjut, ia menjelaskan, sejarah adalah pandu manusia untuk sadar. Sebab, terangnya, pijakan masa lalu tetap penting untuk mencanangkan pembangunan bangsa dan negara dan ingatan penting untuk terhindar dari kotak penyeragaman. 

 

Karenanya, jika isu tersebut terus dibiarkan menjadi preseden buruk bagi lembaga negara terkait. Bagaimanapun, katanya, sejarah adalah kebanggaan setiap bangsa. Sampai bagaimanapun perkembangan industri dan teknologi, sejarah tetap menempati relung paling dalam di sanubari setiap manusia.

 

“Menghilangkan sejarah berarti membunuh satu organ penting dalam sirkuit kesadaran setiap bangsa,” kata mahasiswa doktoral Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia).


Di tengah wacana global yang tidak menentu sepert saat ini, Joha menegaskan harusnya kementerian terkait bisa merumuskan arah baru pendidikan sejarah yang dinamis sehingga menyasar setiap pangsa masyarakat sesuai dengan daya serapnya. “Pengajaran sejarah masih dan akan selalu penting untuk menjaga kesadaran berbangsa, beragama dan bernegara,” pungkasnya.

 

Sementara itu, Nadiem dalam klarifikasinya menyebut bahwa misinya justru ingin menjadikan sejarah sebagai sesuatu yang relevan bagi generasi mendatang dengan penggunaan media yang menarik. Sebab, ia berpandangan anak-anaknya tidak akan mengetahui bagaimana melangkah menuju masa depan tanpa mengetahui dari mana mereka berasal.

 

“Identitas generasi baru yang nasionalis hanya bisa terbentuk dari suatu kolektif memori yang membanggakan dan menginspirasi,” katanya.

 

Oleh karena itu, ia menegaskan tidak ada kebijakan regulasi penghapusan pelajaran sejarah di kurikulum nasional. Menurutnya, isu ini muncul karena ada presentasi internal yang keluar ke masyarakat dengan salah satu permutasi penyederhanaan kurikulum. “Kami punya banyak puluhan versi berbeda sekarang yang sedang melalui uji publik. Semuanya belum tentu permutasi tersebut yang menjadi final,” katanya.

 

Nadiem juga mengatakan penyederhanaan kurikulum tidak akan dilakukan sampai di tahun 2022. Di tahun 2021, lembaga yang dipimpinnya akan melakukan prototyping di sekolah penggerak terpilih dan bukan dalam skala nasional. “Jadinya, sekali lagi tidak ada kebijakan keluar di 2021 dalam skala kurikulum nasional, apalagi penghapusan mata pelajaran sejarah,” ujar menteri yang berusia 36 tahun itu.

 

Dengan penjelasan di atas, ia menegaskan di akhir klarifikasinya tidak akan menghapus mata pelajaran tersebut. “Sejarah adalah tulang punggung dari identitas nasional kita. Tidak mungkin kami hilangkan,” pungkasnya.

 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan