Internasional HAJI 2023

Wakil Rais ‘Aam PBNU KH Anwar Iskandar: Khutbah Haji Wada' Nabi Sarat Nilai Kemanusiaan

Ahad, 25 Juni 2023 | 21:00 WIB

Wakil Rais ‘Aam PBNU KH Anwar Iskandar: Khutbah Haji Wada' Nabi Sarat Nilai Kemanusiaan

Wakil Rais Aam PBNU KH Anwar Iskandar saat menghadiri forum Silaturahmi dan Temu NU Sedunia bertajuk "Implementasi Fiqih Peradaban di Abad Kedua Nahdlatul Ulama" yang dimotori Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Arab Saudi di kawasan Raudhah, Makkah, Arab Saudi, Ahad (25/6/2023). (Foto: MCH)

Makkah, NU Online

Wakil Rais ‘Aam PBNU KH Anwar Iskandar menegaskan bahwa Rasulullah diutus di muka bumi ini untuk membangun peradaban. Spirit ini salah satunya tercermin dari isi khutbah Nabi pada haji wada' (haji perpisahan) yang sarat nilai kemanusiaan.


"Tidaklah orang Arab lebih mulia dari orang 'ajam (non-Arab) kecuali karena taqwallah (takwa). Inna akramakum 'indallahi atqakum (sungguh yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa [QS al-Hujurat: 13]). Kesetaraan antarmanusia. Prinsip-prinsip ini dipidatokan Rasulullah di haji Wada’. Inilah prinsip-prinsip kemanusiaan, humanity, dan NU ada di sana," katanya.


Kiai Anwar Iskandar menyampaikan hal itu dalam forum Silaturahmi dan Temu NU Sedunia bertajuk "Implementasi Fiqih Peradaban di Abad Kedua Nahdlatul Ulama" yang dimotori Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Arab Saudi di kawasan Raudhah, Makkah, Arab Saudi, Ahad (25/6/2023).


Kiai kelahiran Banyuwangi tahun 1950 ini menjelaskan tentang bagaimana Rasulullah ketika hijrah ke Madinah lalu sukses membangun "negara" dengan prinsip kewarganegaraan yang setara. Inilah fase ketika Nabi Muhammad menanamkan nasionalisme tanpa memandang perbedaan suku, ras, bahkan agama. 


"Pidato Nabi Muhammad yang cukup terkenal: al-mu'minûna min quraisyin wal muhajirûna wal anshâr wal yahûd wa man tabi‘ahum ummatun wahidah (orang-orang mukmin Quraisy, kaum Muhajirin [para pendatang], kaum Anshar, kaum Yahudi, serta para pengikut mereka adalah bangsa yang satu)," papar Kiai Anwar Iskandar.


Prinsip ini, sambung Kiai Anwar, menjadi pedoman NU sejak awal-awal proses pendirian negara ini di tengah berbagai tarikan berbagai kelompok yang menginginkan bentuk negara Islam, negara sekuler, serta negara komunis. Bagi NU, asas Pancasila dan bentuk negara-bangsa NKRI merupakan keputusan yang sudah tak bisa diganggu gugat.


"Aturan-aturan boleh diubah di negeri ini tapi soal bentuk negara, NKRI; soal dasar negara, Pancasila; soal prinsip Bhinneka Tunggal Ika itu harga mati yang tak boleh diubah-ubah," ujarnya di hadapan sekitar seribu peserta yang hadir di sela menjalani ibadah haji itu.


Tanggung jawab besar

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Kediri, Jawa Timur itu juga mengingatkan bahwa NU tidak bisa lari dari tantangan yang amat beragam, sekarang maupun di masa depan. 


"Karena kita sudah kadung menjadi mayoritas. Mayoritas itu di satu sisi, memang (membuat) bangga, tapi besar ini mengandung konsekuensi. Konsekuensinya adalah tanggung jawab untuk menyangga negara Republik Indonesia, untuk menjaga masa depan bangsa, untuk menjaga masa depan umat Islam," tegasnya.


Ia juga mendorong umat Islam untuk kuat secara ekonomi dan keilmuan. Sebab, menurutnya, itulah yang semangat dasar Islam sehingga dianut miliaran orang di dunia.


Nabi Muhammad, kata Kiai Anwar, berhasil melakukan dakwah tak lepas dari kemapanan ekonomi yang dibangun sejak pertemuannya dengan Sayyidah Khadijah. Peradaban harus dibangun di atas prinsip-prinsip ilmu, baik yang fardhu 'ain maupun yang fardhu kifayah. Etos keilmuan ini selaras dengan perintah pada wahyu pertama yang dibawa Rasulullah, yaitu iqra' (bacalah!).


Acara Silaturahmi dan Temu NU Sedunia dimulai dengan tahlil dan istighotsah yang dipimpin Katib 'Aam PBNU KH Ahmad Said Asrori.


Turut hadir di sana Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi Abdul Aziz Ahmad, Kepala Konsulat Jenderal RI Jeddah Eko Hartono, Mustasyar PBNU KH Muhtadi Dimyati, Waketum PBNU Sayyid Muhammad Hilal Al Aidid dan KH Zulfa Mustofa, Sekjen Kemenag Nizar Ali, dan sejumlah pengurus PBNU dan PCINU.


Pewarta: Mahbib Khoiron
Editor: Syakir NF