Daerah

Pengelolaan Sampah di Annuqayah Sumenep Dapat Apresiasi Wapres KH Ma'ruf Amin

Kam, 10 Agustus 2023 | 06:00 WIB

Pengelolaan Sampah di Annuqayah Sumenep Dapat Apresiasi Wapres KH Ma'ruf Amin

Kunjungan Wapres KH Ma’ruf Amin saat berkunjung ke Pesantran Annuqayah Sumenep, Rabu (9/8/2023). (Foto: NU Online/Firdausi)

Sumenep, NU Online
Wakil Presiden Republik Indonesia, Prof KH Ma’ruf Amin mengapresiasi pengelolaan sampah di beberapa pondok pesantren di Pulau Madura, Jawa Timur. Sampah yang awalnya momok bagi manusia, ternyata bisa didaur ulang oleh santri menjadi benda-benda yang berdaya jual. Salah satunya sampah plastik yang lumrah dilihat oleh warga di pasar, pertokoan, mall, dan lainnya.


Dalam silaturahim ke Pondok Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur, Wapres KH Ma'ruf Amin menegaskan bahwa problem sampah tidak hanya melanda di satu negara, tapi mendunia.


"Di Pesantren Annuqayah terdapat laboratorium sampah yang bisa memilah sampah yang layak dijadikan benda yang bernilai ekonomis," ujarnya saat memberi sambutan di hadapan masyayikh, Rabu (9/8/2023).

 

Ikhtiar tersebut, lanjutnya, juga dilakukan di pesantren lainnya. Khususnya sampah plastik, pesantren bisa menyulap sampah plastik menjadi minyak tanah, solar, bensin, hingga bisa menjadi bahan campuran aspal. Bila hal ini dikembangkan di pesantren, khususnya di Madura, maka masyarakat akan tahu bahwa sampah memiliki sisi ekonomis.


"Kampanye antisampah plastik harus digalakkan agar warga tahu sisi positifnya. Toh pada akhirnya warga tidak lagi menganggap sampah sebagai barang bekas yang tidak bisa dimanfaatkan kembali. Semakin ditingkatkan pengembangan ini maka orang akan takut membuat sampah dan bingung mencari sampah, karena sampah memiliki nilai komersial," ungkapnya.


Tak hanya itu, Wapres yang pernah menjadi Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini mengingatkan bahwa kemajuan teknologi menjadi tantangan bagi pesantren. Tidak hanya pesantren, di negara besar mulai mengkaji hitam putihnya. Bahkan di beberapa negara maju, agama mulai ditinggalkan oleh warganya.


"Pengaruh gadget sudah masuk ke kamar anak-anak kita. Jangan mundur soal dakwah. Namun dalam koridor dakwah yang santun, bukan dakwah yang al-makkiyuna al-makkiyun. Maksudnya, dakwah jangan sampai maki-maki, karena pesantren tidak mengajarkan pada kita untuk memaki antarsesama," tandasnya.


Saat kunjungan ke Madura, Wapres juga menghadiri Dies Natalies Universitas Wiraraja (Unija) Sumenep. Wapres mendorong kepada perguruan tinggi agar mampu beradaptasi menjadi lahan subur bagi inovasi, dan memegang teguh komitmen untuk mencetak generasi yang berdaya saing global. Wapres menjelaskan bahwa pendidikan tinggi merupakan salah satu faktor penentu pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang mendorong kemajuan literasi teknologi dan peningkatan keahlian.


Wapres KH Ma'ruf Amin mengingatkan adanya 4 isu strategi global yang saat ini menjadi perhatian dunia. Keempatnya adalah eskalasi tensi geopolitik, perubahan iklim, Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, dan demografi .

 

Sementara itu, berdasarkan data NU Online, Pesantren Annuqayah adalah satu dari tiga pesantren yang berwawasan lingkungan. Annuqayah adalah pesantren tertua di Kabupaten Sumenep yang dirintis oleh KH Muhammad Asy-Syarqawi. Pesantren ini mempertahankan sistem salafi yang menempatkannya sebagai agen perubahan melalui sistem pendidikan, sampai tanggung jawab sosial, terutama soal lingkungan hidup.


Salah satu bukti keterlibatannya dalam lingkungan hidup, pada tahun 1981 mendapat penghargaan Kalpataru pertama kali dari pemerintah, tepatnya di masa kepemimpinan KH M Tsabit Khazin dan KH Abd Basith Abdullah Sajjad. Melalui Biro Pengabdian Masyarakat (BPM), pesantren menanamkan kesadaran kepada santri dan masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup dan mencegah eksploitasi alam secara berlebihan. Kala itu, fokus pada penyelamatan lingkungan lewat aksi penghijauan, reboisasi, penyediaan MCK, hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat.


Diceritakan oleh Kiai M Faizi selaku pegiat lingkungan hidup, bermula mewanti-wanti santri agar mengendalikan sampah, terutama sampah plastik. Bersama Kiai M Musthafa, Kiai M Affan, Kiai M Khatibul Umam dan lainnya, mengetuk kesadaran santri dan masyarakat agar memiliki kebiasaan membuang sampah pada tempatnya. Namun, menurut pandangannya, itu perbuatan yang biasa, bukan istimewa. Yang istimewa adalah tidak sembarangan membuat sampah.

 

Walaupun membuang sampah pada tempatnya, sampah tidak kelihatan oleh mata. Namun di tempat sampah, tetap jadi sampah. Begitu pula petugas kebersihan pesantren memindahkan sampah dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ke TPA yang ada di Batuan Sumenep, tetap saja menjadi sampah.


Kiai Faizi yang tergabung dalam penegak aturan antiplastik mengajak untuk membawa plastik sendiri saat hendak belanja ke pasar ataupun toko. Bahkan melarang pada santri menyuguhkan makanan dan minuman yang dikemas dalam bentuk plastik. Mulai dari acara seminar, rapat, pelatihan, dan sebagainya.

 

Kiai Faizi yang juga seorang budayawan itu menjelaskan, sebelum acara dimulai, ia membuat kesepakatan terlebih dahulu dengan panitia. Jika tidak sempat, ia membuat kesepakatan dengan forum agar panitia tidak menyiapkan air mineral, karena ia membawa minuman sendiri. Terkadang ia meminta pada panitia agar tidak menyuguhkan konsumsi pada masing-masing peserta di forum. Melainkan konsumsi disediakan di pinggiran gedung. Lebih bijak, sekurang-kurangnya panitia dan peserta bertanggung terhadap sampah yang mereka bawa, karena kondisi sebelumnya gedung tampak bersih.

 
Sebaliknya, saat diundang mengisi acara di alam terbuka, ia meminta untuk mengecek kondisi lapangan saat pra dan pascapelaksanaan. Jikalau masih ada sampah plastik, seseorang bisa mengukur sejauh mana mengendalikan sampah.

 
"Terkadang seseorang tidak butuh minum dalam waktu satu jam. Ternyata, yang membuat sampah karena disediakan barang oleh panitia," ujarnya.


Pengasuh Pondok Pesantren Al-Furqan Sawah Jarin itu menerangkan, fenomena sampah plastik lumrah dilihat oleh khalayak saat belanja. Misalnya, saat membeli barang, pasti dibungkus dengan plastik. Padahal usia plastik hanya sampai 35 detik. Maksudnya, setelah keluar dari kasir, pembeli akan mengambil barang belanjaannya. Sedangkan plastiknya dibuang ke tempat sampah.


"Mengapa bisa terjadi? Karena mindset. Dari tahun 2008 sampai sekarang, kami membiasakan diri membawa tas sendiri saat belanja," ungkap dosen Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) Guluk-Guluk itu.


Kiai Faizi berharap, bagi yang tidak bisa melakukan, sekurang-kurangnya tidak mengganggu dan nyinyir. Soalnya permasalahan ini berhubungan dengan masa depan atau dalam sudut pandang yang luas, manusia ngekos di bumi.


"Bumi ini bukan milik kita. Oleh karenanya, para pemangku kebijakan dan tokoh, minimal memberi contoh agar diikuti oleh yang lain. Jika kiainya menulis puisi, santrinya ikut menulis puisi. Jika pakai tas selempang, santrinya pun demikian," pungkasnya.