Daerah

Berkontribusi Besar, Sejarah Kiai Lokal Perlu Ditulis

Sab, 14 November 2020 | 12:15 WIB

Berkontribusi  Besar, Sejarah Kiai Lokal Perlu Ditulis

Suasana Bedah Buku Khidmah Keumatan KH Syafawi Ahmad Basyir di aula PCNU Kencong, Jumat (13/11). (Foto: NU Online/Aryudi A Razaq )

Jember, NU Online
Para ulama, baik yang berkiprah dalam skala nasional maupun lokal, sama-sama memiliki kontribusi besar dalam membangun peradaban Indonesia. Namun sayang, kontribusi kiai lokal kerap tak terdeteksi publik lantaran sedikitnya tulisan yang mengangkat perannya. Sementara di sisi lain, tulisan tentang tokoh atau kiai-kiai besar bertaburan menghiasi kertas sejarah.


“Tapi setelah era reformasi, generasi muda NU mulai memperhatikan kontribusi dan peran kiai kampung, kiai-kiai lokal banyak yang ditulis kisah dan jasanya dalam kehidupan ini,” ujar penulis buku Khidmah Keumatan KH Syafawi Ahmad Basyir, Gus Rijal Mumazziq saat menjadi narasumber dalam Bedah Buku di aula PCNU Kencong, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Jumat (13/11).


Menurut Gus Rijal, sapaan akrabnya, semangat dan kebangkitan generasi muda untuk menulis profil kiai-kiai lokal harus disyukuri agar informasi tentang perannya tidak terputus, dan sampai kepada generasi muda, sehingga keteladanannya bisa menjadi contoh.


“Pentingnya penulisan sejarah para tokoh memang harapannya adalah agar keteladanannya bisa terwarisi pada generasi sesudahnya,” ungkap Gus Rijal.


Rektor Institut Agama Islam Al-Falah As-Sunniyyah (Inaifas) Kencong itu pun mengemukakan alasannya menulis sejarah tentang kakeknya yakni KH Syafawi Ahmad Basyir. Di antaranya adalah agar diri dan keluarganya tidak kehilangan cerita utama, tentang ketokohan dan petuah-petuah sang kakek.


“Alasan kedua adalah saya ingin meramaikan konteks histeografi lokal,” jelasnya.


Sementara itu, Ketua PCNU Kencong Jember, Kiai Zainil Ghulam saat memberikan sambutan menegaskan bahwa KH Syafawi Ahmad Basyir adalah sosok yang teduh dan penyabar. Ia lalu mengisahkan cara beliau untuk menutup tempat maksiat. Ia cukup bijaksana, tidak mau gegabah, atau apalagi menggunakan kekerasan untuk menutup tempat maksiat yang meresahkan warga sekitarnya itu.Tapi ia menggunakan doa dan tirakat agar pelakunya bertaubat dan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.


“Tidak ada sejarahnya kiai NU langsung main sikat pada kemaksiatan. Salah satu pendekatannya adalah meminta tolong kepada Allah agar (pelaku kemaksiatan) bertaubat dan mengganti rezekinya dengan yang halalan thayyiban,“ kata Gus Ghulam, sapaan akrabnya.


Di tempat yang sama, Wakil Sekretaris PCNU Kencong, Gus Tantowi Jauhari menegaskan bahwa penulisan buku KH. Syafawi Ahmad Basyir cukup pas karena masih banyak masyarakat, khususnya generasi muda yang belum mengenal kiprah tokoh NU yang satu itu.


“Mengenal sejarah tokoh adalah pintu masuk untuk meneladani perbuatannya sekaligus menghargai jasa-jasanya,” jelasnya.


Pewarta:  Aryudi A Razaq
Editor: Muhammad Faizin