Daerah PEDULI COVID-19

Abah Mu'in Citangkolo: Kita Harus Bersyukur, Allah Hanya Turunkan Corona

Sab, 7 Agustus 2021 | 00:30 WIB

Abah Mu'in Citangkolo: Kita Harus Bersyukur, Allah Hanya Turunkan Corona

Pengasuh Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, KH Mu'in Abdurrohim. (Foto: Tangkapan layar FB Abah Mu'in)

Kota Banjar, NU Online
Pengasuh Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, KH Mu'in Abdurrohim mengatakan, betapa sulitnya hidup di masa pandemi Corona. Orang-orang bisa lupa akan rasa syukur kepada Allah swt. Padahal bersyukur merupakan suatu kewajiban kepada sang pemberi kehidupan.


“Terpenting, kita harus selalu bersyukur kepada Allah. Jangan sampai adanya Corona menjadikan kita tidak mensyukuri nikmat Allah,” kata Abah Mu’in dalam pengajian daring melalui Facebook Kajian Abah Mu'in Abdurrohim, Kamis (5/8/2021) malam.


Menurut Abah Mu’in, bilai atau bala yang kita terima masih dapat dihitung. Akan tetapi, nikmat Allah tidak akan bisa dihitung. Jangan sampai wabah ini menghilangkan rasa syukur kepada Allah.


“Seharusnya kita tetap bersyukur karena Allah hanya menurunkan wabah Corona. Padahal, Dia lebih kuasa untuk menghilangkan semua manusia di muka bumi ini,” jelasnya di depan jamaah shubuh di Gedung Dakwah Kecamatan Langensari, Kota Banjar.


Abah Mu’in, sapaan akrabnya, kemudian mengumpamakan jikalau tiba-tiba meteor jatuh ke bumi, atau Allah menghilangkan air dari dalam bumi ini. Maka akan sangat mudah bagi Allah SWT.


Dalam pengajian Tafsir Al-Ibriz karya KH Bisri Mustofa Rembang, Abah Mu’in Abdurrohim menyampaikan sejumlah wasiat dalam menghadapi masa pandemi. Pertama, usai shalat berjamaah jangan sampai tertinggal untuk beristighfar minimal satu kali.


“Bukan karena takut akan pandemi Corona atau takut wafat atau yang lainnya. Tetapi, kita mengakui dengan sepenuh hati bahwa kita adalah makhluk yang banyak dosanya disertai penyerahan diri,” tukasnya.


Kedua, lanjut Abah Mu’in, mentaati pemerintah dengan selalu melaksanakan prokes dengan sebaik-baiknya. Ketiga, jikalau lisan kita nganggur, sedang tidak baca Al-Qur'an, sedang tidak bekerja, atau melakukan hal lainnya, selalu menyibukkan diri dengan bershalawat kepada Nabi Muhammad saw.


Menurut dia, perasaan haru dan rindu nabi saat melantunkan shalawat disebabkan karena dalam diri setiap manusia terdapat bapaknya ruh, yaitu nur Muhammad saw. 


“Jadi, kalau membaca shalawat menyambung dengan nur Nabi Muhammad, semua alam raya ini juga berasal dari nur Nabi Muhammad,” tambahnya.


Tanda-tanda kiamat
Dalam pengajian tersebut, Abah Mu'in menyampaikan bahwa masa pandemi sekarang ini merupakan sebuah alamat akan sudah sangat dekat kepada hari kiamat.


“Saya nelangsa kalau melihat TV Makkah. Sekarang sudah tidak ada yang tawaf. Paling hanya pekerja dan hanya beberapa saja. Padahal salah satu ciri adanya kiamat adalah tidak adanya orang yang tawaf. Ini merupakan tanda min aqrabis sa'ah,” ungkapnya.  


Di samping itu, Abah Mu'in menyampaikan tiga amalan yang tidak boleh ditinggalkan. Pertama, tidak meninggalkan shalat berjamaah meskipun shalat hanya dengan istri atau anaknya saja. “Asshalatu ma'al jama'ah,” katanya.


Kedua, lanjut dia, harus terus birrul walidain atau selalu berbuat baik terhadap orang tua. Ketiga, memerangi hawa nafsu. Yaitu memerangi diri sendiri, salah satunya malas mengaji atau thalabul ilmi.


“Barang siapa yang keluar rumah untuk mencari ilmu, itu berarti dia sedang berjuang di jalan Allah. Ketika Allah menghendaki kita kembali, maka syahid,” pungkasnya sembari menyitir sebuah hadits nabi.


Kontributor: Siti Aisyah
Editor: Musthofa Asrori