Nasional

Eny Yaqut Sebut Kenormalan Baru Banyak Menggeser Struktur Kehidupan Masyarakat

Kam, 5 Agustus 2021 | 08:30 WIB

Eny Yaqut Sebut Kenormalan Baru Banyak Menggeser Struktur Kehidupan Masyarakat

Eny Retno Yaqut. (Foto: IG @enyretno)

Jakarta, NU Online 
Adaptasi kenormalan baru selama hampir dua tahun di masa pandemi mengubah tatanan kehidupan, sejak awal 2020 telah banyak menggeser struktur kehidupan masyarakat. Kebijakan stay at home, work from home, sampai school from home banyak menimbulkan polemik baru dalam pola sosial masyarakat, termasuk pola pengasuhan.
 
Hal itu disampaikan Eny Retno Yaqut selaku Penasihat Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian Agama, saat memberi sambutan dalam diskusi Publikasi Penelitian bertema ’Narasi-narasi Pengasuhan untuk Mempromosikan Toleransi dalam Keluarga di Indonesia’ yang diselenggarakan Bhineka Kultura Nusantara, Kamis (5/8).
 
Eny mengatakan, kondisi ini menuntut orang tua tidak sekadar menjadi penyedia fasilitas saja, melainkan dituntut juga mendampingi sisi spiritual, emosional, intelektual, dan sosial, bahkan psikal anak. Selain itu tingkat kesehatan dan ekonomi keluarga yang menurun juga banyak mengakibatkan parenting stress atau stres dalam pengasuhan anak. Akibatnya banyak ditemukan kekerasan dalam keluarga, dikeranakan kurangnya respons keluarga terhadap pola perubahan yang terjadi.
 
“Tingginya angka anak-anak perempuan yang dikorbankan dalam perkawinan anak untuk meringankan beban ekonomi keluarga dalam situasi ini, juga merupakan salah satu dampaknya,” kata Istri Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas ini.
 
Hal itu juga diimbangi dengan tingkat perceraian yang sama tingginya. Karenanya, ia meminta kepada setiap keluarga untuk giat mencari informasi melalui literasi tentang pola-pola pengasuhan yang baik dan sesuai dengan saat ini. Apalagi di masa pandemi dan disrupsi ini, teknologi internet menjadi prioritas untuk mencari informassi. 
 
“Di masa pandemi ini, internet tentunya menjadi andalan bagi kita semua dalam beraktivitas, berkomunikasi maupun dalam upaya mencari informasi,” bebernya.
 
Kendati demikian, sebagaimana diketahui internet juga telah menjadi medium penyebaran narasi-narasi intoleransi dan kekerasan berbasis agama. Oleh karena itu, dalam penggunaannya, Eny menekankan tetap perlu diimbangi kehati-hatian.
 
Direktur Program Bhineka Kultura Nusantara Ki Joyo Sardo sepakat, bahwa narasi berbasis agama dapat menyebabkan terjadinya intoleransi dan eksklusivitas di Indonesia. Salah satu pintu masuknya melalui pola pengasuhan keluarga.
 
“Narasi pengasuhan memiliki implikasi yangn serius dalam hubungan keluarga, antara lain pelanggengan kekerasan dan menjadikan anak sebagai objek doktrinasi,” kata Sardo.
 

Penyebaran Narasi

Peneliti Senior Bhinneka Kultura Nusantara Irma Rahmayuni menyatakan, penyebaran narasi kekerasan keluarga semakin dipermudah oleh adanya internet.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Kultura, kelompok-kelompok keagamaan secara terus-menerus menyebarluaskan narasi pengasuhan di media sosial.
 
"Kultura melakukan riset tersebut kepada kelompok Tarbiyah, Salafi, HTI, dan Kristen Karismatik dengan melibatkan 37 konten kreator yang tersebar di berbagai platform seperti Instragram, Facebook, Youtube, dan WhatsApp," kata Irma. 
 
Metode penelitian menggunakan machine learning social network analysis (SNA). Machine learning SNA merupakan teknologi buatan yang mampu mempelajari data dan melakukan tugas-tugas tertentu seperti pengumpulan data, eksplorasi data, dan pemilihan model atau teknik.
 
“Dari 9.472 percakapan, kami menemukan 11 kata kunci, yaitu orang tua, pasangan, bunda, anak, suami, istri, nikah, keluarga, laki-laki, perempuan dan ayah. Dan menemukan enam kata kunci yang merupakan makna-makna tersebut, seperti visi, fase, fitrah, peran, pengasuhan dan kesalahan,” jelas Irma.
 
Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Syamsul Arifin