Daerah

15 Pesan Kiai Azaim Situbondo untuk Santri Jelang Libur Ramadhan

Ahad, 4 April 2021 | 17:15 WIB

15 Pesan Kiai Azaim Situbondo untuk Santri Jelang Libur Ramadhan

KH Ahmad Azaim Ibrahimy, pengasuh Pesantren Sukorejo, (Foto: istimewa)

Situbondo, NU Online
Sudah tiga tahun terakhir ini kepulangan santri Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur dalam rangka liburan Ramadhan difasilitasi secara utuh oleh pesantren. Sebelumnya, para santri bebas pulang dengan transportasi apa pun. Ada yang menggunakan motor, mobil, bus, bahkan truk. Namun sekarang, para santri harus pulang bersama rombongan dengan trasportasi yang telah disediakan. Program ini disebut dengan Pulang Jamaah (Puja).

 

Sehari sebelum pelepasan Pulang Jamaah, para santri dikumpulkan dalam acara Haflatul Imtihan untuk mendengar nasihat-nasihat dan bekal berlibur nantinya. Karena jadwal kepulangan santri tahun 2021 ini jatuh pada tanggal 3 April, acara Haflatul Imtihan diselenggarakan Jumat (2/4/2021) malam.


Dalam kesempatan itu, KH Ahmad Azaim Ibrahimy, pengasuh Pesantren Sukorejo menyampaikan 15 nasihat untuk menjadi bekal berlibur para santri di daerah masing-masing. Pertama, kiai alumni Rushaifah, Makkah ini mengajak sekalian santri memperbaiki niat berlibur. Menurutnya, ada tiga niat berlibur yang paling penting ditata kembali.

 

"Pesan pertama, niat dalam menjalani liburan harus ditata, niat dalam menjalani liburan ada tiga. Pertama, niat bersilaturahmi pada keluarga terutama orang tua, sanak famili, guru dan teman-teman kita. Kedua, berniat mengamalkan ilmu yang didapatkan di pesantren; dan ketiga niat menghibur pikiran yang telah belajar selama setahun agar semangat belajar kembali, jangan sampai liburan kita ini libur dari kebaikan dan amal shalih," jelasnya.

 

Dalam nasihatnya yang kedua, Kiai Azaim mengimbau santri-santrinya agar mampu mengajak masyarakat, minimal satu atau dua orang supaya turut berlaku baik; seperti shalat tarawih berjamaah, tadarus Al-Qur’an, shalat berjamaah, dan amal-amal shalih lainnya.


Selanjutnya, setiap santri harus menyampaikan salam takzim Kiai Azaim kepada orang tua masing-masing, guru-guru pengajar Al-Qur’an yang dulu sempat mengajari mereka mengaji. Tak hanya itu, redaksi salamnya pun harus lengkap. Yaitu menggunakan redaksi ‘Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh’.


"Ketiga, santri agar menyampaikan salam takzim dari saya kepada orang tua dan guru mengajinya ketika di rumah nanti, dengan redaksi kalimat yang lengkap, ‘Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh’. Jangan hanya dipangkas, 'Ada salam dari Kiai', kurang keberkahannya, jika dibacakan lengkap, di situlah ada nilai doa secara sempurna," tegasnya.

 

Kiai Azaim sangat menekankan agar para santri tak pernah alpa dari shalat Subuh secara berjamaah. Apalagi sampai tidak shalat Subuh sebab kebablasan tidur, misalnya. Ia menegaskan bahwa tidur yang merusak shalat fardu adalah wujud usia yang tidak berkah.


"Keempat, santri wajib shalat Subuh dengan berjamaah, khawatir Subuh-nya kebablasan maka ditekankan dengan cara wajib shalat Subuh berjamaah. Tidur yang merusak shalat fardu akan menyia-nyiakan umur barokah. Mudah-mudahan umur kita dijadikan umur yang barokah," kata Kiai Azaim menutup nasihat keempatnya.


Pesannya yang kelima, pengasuh keempat Pesantren Sukorejo ini mengimbau sekalian santrinya untuk senantiasa membawa buku atau kitab yang disukai, ke mana pun perginya. Tujuannya, selain mengharap berkah, juga agar dibaca dan dipelajari kembali. 


"Santri agar selalu membawa kitab atau buku yang disenangi selama menjalani liburan. Harapannya, agar dibaca dan ilmunya selalu disapa, tak hanya jadi azimat walaupun juga baik, tapi lebih baik bila dibaca. Sayid Alawi bin Abbas al-Maliki kalau rihlah atau liburan ke Tha’if, tempat yang sejuk, dingin di puncak gunung, beliau membawa kitab yang ringan, kitab ‘Izzi (yang menjelaskan ilmu Sharraf dasar) misalkan, dan dibacanya, sehingga masih ada nilai kebaikan," ungkapnya.

 

Kiai muda yang baru saja mendapat apresiasi sebagai alumni terbaik Pesantren Sidogiri ini mewajibkan dengan tegas agar para santrinya tidak pernah meninggalkan amalan sehari-hari di pesantren. Seperti membaca Ratibul Haddad, wirid, zikir setelah shalat, tahajud, dan qiyamul lail. Mengingat, selama menjaga kebiasaan-kebiasaan baik tersebut, khususnya Ratibul Haddad, Allah akan menjaganya, demikian juga dengan cahaya keberkahan ilmu yang dimiliki akan terawat dengan baik.

 

Dalam pesannya yang ketujuh, putra  Kiai Dhofir Munawwar ini menekankan bagaimana para santri membuktikan kualitas kesantrian dan keberkahan ilmunya di tengah masyarakat dengan berlaku sopan dan bertutur santun serta berakhlak mulia. Terutama kepada orang tua. Sebagai santri tentu tidak benar bila menjadikan orang tua sebagai pelayan, justru, anak lah yang menjadi pelayan orang tua.

 

"Santri agar dapat membuktikan selama liburan, benar-benar menjadi santri Sukorejo yang bermanfaat ilmunya dengan sikapnya yang sopan, santun, dan ber-akhlakul karimah. Utamanya kepada orang tua. Santri harus selalu siap tampil membatu orang tua, jangan sampai orang tua menjadi pelayan, kita santri sebagai pelayannya, berkhidmah kepada mereka," ungkapnya.

 

Selain itu, sebagai santri harus berjuang sekuat tenaga menghindari dosa-dosa besar. Jangan sampai cahaya ilmu di wajahnya pudar sebab gelimang dosa yang dilakukan selama liburan. Hal ini sebagaimana yang dikatakan imam asy-Syafi’i di mana merupakan nasihat dari gurunya, imam Waqi’ yang berbunyi, Al-‘ilmu nurun wa nurullahi la yu’tha lil’ashi, ‘Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah SWT tak akan pernah diberikan kepada orang yang bermaksiat’.

 

Kemudian, santri alumni Pesantren Nurul Haramain Pujon, Malang ini mengimbau agar para santri selama perjalanan, tidak mampir ke mana-mana sebelum bertemu orang tuanya dan keluarga. Di samping itu, sebelum berangkat, santri harus membaca doa yang senantiasa dibaca oleh Rasulullah SAW ketika hendak melakukan perjalanan. Yaitu, Allahumma inni a’udzubika an adhlilla au udhala au azilla au uzalla au azhlima au uzhlama au ajhala au yujhala ‘alayya wa shallallahu ‘ala sayyinina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu agar tidak disesatkan orang, atau menyesatkan orang, atau menggelincirkan orang atau digelincirkan orang, atau menzalimi orang atau dizalimi orang, atau membohongi orang atau dibohongi orang, semoga rahmat Allah senantiasa mengalir kepada baginda Nabi Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya’.

 

"Nabi membaca doa ini ketika keluar dari rumahnya menuju suatu tempat tujuannya, dan ini maknanya sangat penting sekali. Ini adalah pembentengan diri kita, terutama selama liburan," jelas Kiai Azaim.

 

Kiai Ahmad Azaim melanjutkan, bagaimana para santri ketika pulang liburan dan kembali ke pondok nantinya, agar membaca doa, Allahumma adkhilni mudkhala shidqin wa akhrijni mukhraja shidqin waj’alli min ladunka shulthanan nashira, ‘Ya Allah, masukkan aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkan (pula) aku ke tempat keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong(ku)'. Tujuannya, baik masuk dan keluar pesantren agar benar-benar dalam niat yang baik.

 

“Keduabelas, doa yang dianjurkan juga, Allahumma adkhilni mudkhala shidqin wa akhrijni mukhraja shidqin waj’alli min ladunka shulthanan nashira. Ketika kita pulang, pulangnya adalah mukhraja shidqin, dan ketika kembali lagi nanti menjadi mudkhola shidqin maka masuk dan keluarnya benar-benar dalam niat yang baik," kata kiai asal Situbondo itu menjelaskan makna doa yang dibacanya.

 

Kiai Azaim, sosok yang sangat perhatian terhadap seluruh santrinya, sebagaimana para kiai pengasuh Pesantren Sukorejo sebelumnya, terutama dalam kaitannya dengan membaca dao-doa dan wirid. Bahkan, ia tak lupa mengingatkan santrinya untuk berdoa selama perjalanan.

 

"Yang ketigabelas, dalam perjalanan agar membaca doa, zikir, Ratibul Haddad, dan Syawariqul Anwar. Contoh ketika Rayon ISASS-nya sangat jauh, di luar Jawa, setelah shalat Subuh agar membaca Syawariqul Anwar, dipandu oleh pengurus Rayon IKSASS-nya. Upayakan suasana di pesantren dengan segala bacaan rutinannya mendampingi selama perjalanan," ungkap Kiai Azaim.

 

Sebagai seorang kiai dengan latar belakang ideologi Ahlussunnah wal Jamaah, ia menekankan para santri dalam nasihatnya yang keempatbelas, yaitu agar tidak meninggalkan tawasul kepada para guru dengan bacaan yang biasa dibaca di pondok pesantren. 

 

"Kemudian doa tawasul kepada para masyayikh dengan redaksi, Allahumma inni atawassalu ilaika bi nabiyika wa rasulika sayyidina Muhammadin shallalhu ‘alaihi wa sallam wa bi masyayikhi wa masyayikhi masyayikhina, khushushan syakhona Syamsul Arifin, syaikhona As’ad Syamsul Arifin, syaikhona Ahmad Fawaid As’ad wa syaikhona Dhofir Munawwar an tahdiyani ila shirothikal mustaqim wa tarzuqhani imanan shadiqan wa ‘ilman nafi’an wa ‘amalan mutaqhabbala wa rizqan thayyiban wasi’an, dan seterusnya, bisa ditambah sendiri, dan ditutup dengan al-Fatihah," jelas Kiai Azaim.

 

Nasihat yang terakhir,  Kiai Azaim menegaskan supaya santri-santrinya tidak lupa membaca doa, Allahumma kama an’amta fazid wa kama zidta fabarik wa kama barakta fa’adim wa kama adamta fala taslub minni. Ya Allah, sebagaimana Engkau telah beri nikmat, maka tambahlah, dan sebagaimana telah Engkau tambahi, maka berkahkanlah, dan sebagaimana telah Engkau berkahi, maka langgengkanlah, dan sebagaimana telah Engkau langgengkan, maka janganlah Engkau cabut nikmat itu dariku. 

 

"Semoga lima belas pesan ini menjadi bekal selamat selama liburan, pulang dan kembali lagi dalam keadaan baik," pungkas Kiai Azaim.

 

Kontributor: Ahmad Dirgahayu Hidayat
Editor: Kendi Setiawan