Balitbang Kemenag RISET BALITBANG KEMENAG

Mushaf Al-Qur'an Cetakan Bombay Menjadi Ikon hingga Sekarang

Rab, 22 April 2020 | 14:30 WIB

Al-Qur'an merupakan kitab suci yang dijadikan anutan umat Muslim. Selain menjadi sumber tegaknya hukum Islam, Al-Qur'an juga sangat mungkin menjadi sumber hidayah bagi orang-orang non-Muslim yang ada dunia. Karenanya, tidak mengherankan Al-Qur'an juga sangat  disegani oleh orang-orang non-Muslim karena memilki sebuah kekuatan dari penciptanya yaitu Allah SWT.
 
Seperti ilmuan-ilmuan dunia yang meneliti tentang Al-Qur'an dan mendapat hidayah masuk Islam. Salah satu yang terkenal adalah peneliti Barat yang meneliti dasar laut yang di dalamnya ada sebuah sungai yang terdapat dalam sebuah surat Al-Furqan [25] ayat 53 dan surat Ar-Rahman [55] ayat 19-21. Inti pada kedua ayat itu adalah 'terdapat dua laut yang mengalir berdampingan dengan air  yang segar (sungai)'. Dari sini jelas membuktikan bahwa Al-Qur'an memang sebuah kitab penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya.
 
Terlebih negara kita Indonesia yang juga melakukan penelitian tentang Al-Qur'an itu sendiri. Sejarah mencatat dari tahun 1974-1983  telah diadakan sebuah Mukernas (Musyawarah Kerja Nasional) untuk meneliti mushaf Al-Qur'an dalam bingkai sejarahnya oleh sebagian besar ulama yang diselenggarakan oleh Lajnah.
 
Dalam Mukernas tersebut sebagian besar ulama Indonesia  tetap memilih mushaf 60-an cetakan Bombay, India ketimbang mushaf jenis lainnya. Meskipun pada dasarnya tidak hanya cetakan dari India, ada juga cetakan dari Turki dan Mesir yang sering kita jumpai di museum dan masjid kuno bersejarah. 
 
Para peneliti dari Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2019 mengungkapkan bahwa mengkaji tentang sejarah mushaf cetak Alquran di Indonesia sangatlah menarik. Pasalnya cetakan Al-Qur'an yang ada di Indonesia tergolong banyak. Selain itu, para peneliti juga ingin mengetahui apa alasan ulama Indonesia lebih memilih mushaf jenis Bombay, India dibandingkan, jenis lainnya.
 
Sejarah mencatat bahwa sekitar tahun 1870-an telah beredar secara luas mushaf cetakan Singapura di Nusantara. Hal iti dibuktikan dengan luasnya peredaran yang ditemukan di daerah Aceh, Jambi, Sumatera Selatan, Jakarta, Surakarta, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Tengah, sampai  Maluku.
 
Namun, seiring berjalannya waktu pada tahun 1880-an cetakan Bombay (Mumbai, India) menjadi ikon selanjutnya. Hal itu karena pada akhir abad ke-19 Nusantara menjadi pusat percetakan buku-buku keagamaan yang beredar luas sampai ke kawasan Asia Tenggara, meskipun pada awal masuknya mushaf tersebut hanya meluas pada kawasan-kawasan tertentu seperti di Palembang, Demak, Madura, Lombok, Bima, dan Filipina Selatan.   
 
Para peneliti juga menyebutkan bahwa, sebelumnya di kawasan Asia Tenggara pernah beredar dan memakai mushaf Al-Qur'an cetakan Turki dan Mesir meskipun pada skala yang lebih sedikit. Mushaf jenis ini biasanya digunakan oleh para hafidz Al-Qur'an dikarenakan dinilai lebih memudahkan mereka dalam menghafal Al-Qur'an tersebut. Dan, satu-satunya yang secara tekun tetap mencetak mushaf Al-Qur'an jenis ini adalah Penerbit Menara Kudus.  

Keunggulan dari mushaf Al-Qur'an cetakan Bombay, India adalah pada bagian iluminasi dan teks tambahan, baik di bagian awal maupun di akhir mushaf. Karenanya, tidak mengherankan pencetak mushaf Al-Qur'an generasi pertama seperti Abdullah Afif Cirebon, Salim Nabhan Surabaya, Matbaah Islamiyah Bukit Tinggi, hingga generasi selanjutnya seperti Al-Maarif Bandung, Menara Kudus, Toha Putra Semarang, dan  Tinta Mas Jakarta, lebih memilih mushaf model Bombay untuk diterbitkan.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan cara dokumentasi dan inventarisasi mushaf Al-Qur'an cetak lama yang berada di tempat-tempat kuno seperti masjid tua, museum, tokoh ulama setempat, perpustakaan, hingga koleksi pribadi masyarakat. Teknik ini dinilai mampu memecahkan sebuah permasalahan yang ada dalam penelitian tersebut.
 
Selain menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara dokumentasi, juga dikolaborasikan dengan menggunakan metode wawancara terhadap sejumlah pihak yang memiliki pengetahuan tentang mushaf. Hal ini supaya penelitian tersebut lebih tajam dan memiliki nilai tawar yang tinggi bagi penikmatnya. 
 
Peneliti menemukan bahwa mushaf Al-Qur'an yang ada di Indonesia tidak hanya memilki satu cetakan saja, melainkan berbagai macam cetakan, seperti mushaf cetakan Al-Qur'an Singapura yang populer pada tahun 1870-an, mushaf cetakan Al-Qur'an Bombay, India tahun 1880-an, dan yang terakhir mushaf cetakan Al-Qur'an Turki dan Mesir.

Meskipun cetakan mushaf Al-Qur'an Bombay, India sudah dinilai kuno, tetapi mushaf cetakan Al-Qur'an tersebut, tetap menjadi ikon sampai sekarang ini. Terbukti mulai dari penerbit pertama seperti Abdullah Afif Cirebon sampai dengan Al-Maarif Bandung, mushaf cetakan tersebut tetap menjadi terbitan terkenal hingga forum Mukernas Ulama Al-Qur'an Indonesia kesembilan tahun 1983.  
 
Penulis: Wildan Rofikil Anwar
Editor: Kendi Setiawan