Nasional

Jumlah Kelas Menengah Turun, Peneliti: Pemerintah Jangan Bebankan Berbagai Pajak

Rabu, 11 September 2024 | 15:00 WIB

Jumlah Kelas Menengah Turun, Peneliti: Pemerintah Jangan Bebankan Berbagai Pajak

Gambar di atas hanya sebagai ilustrasi berita. (Foto: freepik)

Jakarta, NU Online

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia menurun sebanyak 47,85 juta orang (17,13 persen) pada 2024, dari semula berjumlah 57,33 juta orang (21,45 persen) pada 2019.


Merespons itu, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati mengatakan bahwa menurunnya kelas menengah karena dibebankan dengan berbagai pajak.

ADVERTISEMENT BY OPTAD


"(Pemerintah) jangan membebankan kelas menengah dengan macam-macam pajak. Pemerintah dapat menggiatkan penerimaan, bukan pajak," kata Wasisto kepada NU Online melalui sambungan telepon, pada Rabu (11/9/2024).


Padahal, Wasisto menegaskan bahwa kelas menengah adalah penggerak ekonomi, sehingga perlu memanfaatkan momentum dengan produksi secara besar-besaran melalui bonus demografi yang tengah dialami Indonesia.


"Kelas menengah sebagai motor penggerak ekonomi juga masih berupaya untuk bisa menjadi penggerak, namun pemerintah kemudian berinisiatif memberikan berbagai macam pajak, sehingga itu tidak mendorong pertumbuhan secara inklusif kemudian," katanya.


Dari segi ekonomi, Peneliti yang berkonsentrasi pada isu Politik Kelas dan Kelas Menengah itu menegaskan bahwa turunnya jumlah kelas menengah itu terjadi sejak pandemi Covid-19.

ADVERTISEMENT BY OPTAD


"Kita melihat bahwa antara sektor penerimaan dan konsumsi itu masih timpang dan inilah yang menjadi sumber utama penurunan kelas menengah, ketika sebagian besar ekonomi informal belum solid seperti sebelum Covid-19 sehingga mengakibatkan permintaan itu lesu," jelasnya.


Cara tumbuhkan kelas menengah

Wasisto mengungkapkan bahwa cara untuk menumbuhkan kembali jumlah kelas menengah adalah dengan melibatkan mereka dalam sektor produksi.


"Kita di sini juga produksi, kita kan juga mengalami bonus demografi sampai tahun 2045. Jadi saya pikir mobilisasi kelas menengah itu harus digerakkan sebagai tenaga produksi dan kita perlu punya dari sekarang ini tenaga kerja produktif yang bisa bersaing itu lebih diutamakan, dibanding yang hanya mengandalkan sektor konsumsi saja," jelasnya.


Terlebih lagi, katanya, kelas menengah diharapkan jangan menjadi beban karena terlalu mengandalkan dari sektor konsumsi.


"Jadi malah konsumsi itu menurun, maka men-supply ekonomi," jelasnya.


Lapangan kerja untuk tenaga kerja terdidik

Wasisto mengimbau pemerintah perlu memberikan stimulus bagi tenaga kerja terdidik, yaitu dengan memberikan kemudahan untuk perekrutan untuk bisa mendapatkan pekerjaan menengah atas.


"Karena saya pikir yang paling kita lihat banyak pengangguran terdidik di Indonesia. Karena itu, harus diserap dalam berbagai profesi dan sektor yang utamanya banyak digerakkan oleh sektor formal. Karena yang kita lihat di Indonesia kan sektor informal masih merajai ketimbang sektor formal,” katanya.


"Jadi merekrut tenaga kerja terdidik ini ke dalam sektor formal adalah yang paling utama saat ini, daripada hanya kemudian mengandalkan sektor informal yang itu berbasis konsumsi namun tidak stabil secara struktur," terangnya.