Nasional

Pajak Haji dan Umrah Dihapus, Bukti Pemerintah Dukung Ekosistem Ekonomi Syariah

Rab, 17 November 2021 | 05:15 WIB

Pajak Haji dan Umrah Dihapus, Bukti Pemerintah Dukung Ekosistem Ekonomi Syariah

Suasana jamaah Haji saat thawaf (Foto: Haramain)

Jakarta, NU Online
Di tengah situasi ekonomi yang sedang sulit akibat pandemi Covid-19, pemerintah menerbitkan kebijakan pembebasan pajak pendapatan nilai (PPn) bagi sektor penyelenggaraan ibadah haji dan umrah melalui instrument Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.03/2020. Sebelumnya sektor ini bisa dikenakan pajak sebesar sepuluh persen.

 

“Terbitnya beleid pembebasan PPn tersebut tentu patut mendapatkan apresiasi baik oleh kalangan pelaku bisnis Penyelenggara Perjalanan Ibadah Haji Khusus (PIHK) maupun Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) termasuk oleh jamaah,” ungkap Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj melalui rilis yang diterima NU Online, Rabu (17/11/2021).

 

Aturan tersebut, sambungnya, cukup signifikan meringankan beban biaya, terlebih sektor usaha haji dan umrah ini selama hampir dua tahun mengalami tekanan luar biasa karena sampai saat ini, pintu haji dan umrah belum kunjung dibuka oleh Kerajaan Arab Saudi dan masih membatasi ruang gerak bagi jamaah dari Indonesia.

 

“Kebijakan pembebasan pajak bagi sektor keagamaan khususnya haji sesungguhnya bukan kali ini saja dilakukan pemerintah,” ujarnya.

 

Sebelumnya, UU Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan (PPh) diubah beberapa kali sampai UU 36 tahun 2008, kemudian UU ini secara terbatas diubah oleh UU Ciptaker (Omnibus Law) di bagian ketujuh pasal 111 sampai 114 yang menyangkut dana haji dan hasil pengelolaannya yang dipegang BPKH.

 

“Ketentuan teknis hal tersebut lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK),” tambah Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini.

 

Mustolih menjelaskan, BPKH sebagai penghimpun dan pengelola dana setoran awal jamaah haji regular maupun haji khusus dikenakan PPh atas penempatan deposito sebesar 20% dan surat berharga negara sebesar 15%. Pada 2018, total pajak yang dibayarkan untuk penempatan investasi mencapai Rp 1,2 triliun.

 

“Dengan adanya pembebasan pajak tersebut tentu saja sangat bermanfaat dalam pengelolaan dan pengembangan dana haji yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan jamaah haji sehingga mendapatkan layanan yang makin baik,” bebernya.

 

Terobosan semacam ini, lanjutnya, harus dimaknai bukan saja dalam rangka mengurangi beban pelaku usaha maupun jamaah. Lebih dari itu, bisa menunjukkan bahwa pemerintah memberikan dukungan dan stimulan secara nyata terhadap perkembangan ekosistem ekonomi syariah yaitu haji dan umrah yang menjadi tradisi umat Islam di berbagai penjuru nusantara dan berjalan sejak ratusan tahun silam.

 

“Iklim usaha maupun tata niaga bisnis haji dan umrah  diharapkan makin baik dan memberikan manfaat yang besar bagi ummat Islam,” pungkasnya.

 

Editor: Aiz Luthfi