Wawancara Dr. H. Helmy Faishal Zaini (Sekjen PBNU)

PCINU sebagai Duta-duta Perdamaian Internasional

Rab, 21 Oktober 2020 | 11:17 WIB

PCINU sebagai Duta-duta Perdamaian Internasional

Sekretaris Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Dr. H. Helmy Faishal Zaini.

Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) telah terbentuk di lebih dari 30 negara. Tidak hanya di Timur Tengah dan Asia Selatan, namun kader-kader Nahdliyin juga tersebar di Eropa, Australia dan kawasan Amerika Serikat. 

 

Nah, bagaimana peran dan fungsi PCINU lintas negara ini? Bagaimana tugas sekaligus tanggung jawab mereka? Kontributor NU Online sekaligus Sekretaris PCINU United Kingdom, Munawir Aziz, melakukan wawancara dengan Sekretaris Jenderal PBNU, Dr. H. Helmy Faishal Zaini. 


Pak Sekjen, bagaimana peran PCINU dalam struktur PBNU saat ini? Apakah ada tugas khusus? 

 

Di dalam AD/ART NU telah ada ketentuan yang mungkin di organisasi lain tidak lazim, bahwa setiap negara itu dimungkinkan itu didirikan satu struktur setingkat cabang, yang disebut dengan Pengurus Cabang Istimewa NU. Tentu memiliki tugas, di antaranya, bisa menjadi rumah bagi warga negara Indonesia yang berada di luar negeri. Rumah dalam pengertian, mereka bisa terus bisa menjaga amaliyah dari warga negara kita yang berada di luar negeri. Setidaknya, tidak terpengaruh oleh budaya negara setempat, terus tetap bisa mempertahankan kearifan-kearifan lokal yang dimiliki oleh khazanah Nahdliyin. 

 

Dan tentu, lebih jauh adalah, mampu membangun poros silaturahim, khususnya dengan warga negara Indonesia khususnya yang NU, lebih-lebih bisa mengembangkan. Artinya, bisa menjadi duta-duta perdamaian di negara setempat. 


Dalam kunjungan Pak Sekjen ke beberapa PCINU di lintas negara, apa kesan Pak Sekjen? Bagaimana harapannya? 

 

Kesan saya berbeda-beda. Antara satu negara dengan yang lain. Antara satu PCINU dengan PCINU yang lain. Ada PCINU yang dalam tingkat konsolidasinya masih sangat lemah. Dalam hal-hal tidak prinsip masih memerlukan bantuan-bantuan, atau memerlukan pendampingan. Tapi tidak jarang, ada PCINU-PCINU yang justru mengagetkan. Artinya, mereka mampu membangun konsolidasi, membangun struktur PCINU. Sehingga kelasnya sudah seperti PCNU-PCNU di basis-basis NU seperti di Jawa Timur, ataupun di Jawa Tengah. 

 

Misalnya, ketika saya mengunjungi di PCINU Korea Selatan. Tahun 2016 ketika melantik PCINU Korea Selatan, saya juga kaget. Pada waktu itu, yang hadir ada sekitar 5000 warga lebih. Kemudian, kader-kader PCINU Korea Selatan juga mampu menghimpun sebuah gerakan ekonomi, ini yang saya sebut sebagai prototype PCINU yang bisa dikembangkan di tempat lain. 

 

Mereka juga berhasil membangun koperasi, berhasil mensuplai kebutuhan sembako-sembako yang ada di Korea Selatan. Bahkan, berhasil mengembangkan berbagai macam bisnis perekonomian, sehingga organisasi bisa terawat dengan baik.

 

Memang, agak jarang PCINU yang justru mandiri. Biasanya kalau bertemu PBNU, mohon maaf ini, ya mengajukan proposal, mohon dibantu ini mohon dibantu itu. Meskipun tentunya PBNU pada hal-hal tertentu membantu, pada hal-hal tertentu masih didelay permohonan bantuan itu. Nah, saya tidak melihat karakter begitu pada PCINU Korea Selatan, yang berjuang luar biasa. Bahkan, mereka sudah berhasil membeli/membangun tujuh buah masjid. Dan masjid-masjid ini menjadi pusat pengembangan dakwah. Saya lihat juga bahwa di sana, banyak warga Korea Selatan yang akhirnya ikrar membaca dua kalimat syahadat. Ini atas prakarsa dari model pengembangan dakwah yang diminati oleh warga setempat. 

 

Jadi, saya justru berharap, pola yang dikembangkan oleh Korea Selatan ini sesungguhnya bisa dikembangkan di tempat-tempat yang lain. Kalau mau jujur ya, di Korea Selatan, di Hong Kong, Taiwan. Mungkin, tempat-tempat lain perlu berkaca dari model konsolidasi organisasi dari PCINU Korea Selatan.


Dalam konteks gagasan Islam Nusantara, apa makna penting untuk diplomasi perdamaian? Apa saja yang telah dilakukan PBNU dan Nahdlatul Ulama? 

 

Sekarang ini menguat di sebagian kalangan, paham-paham trans-nasional, yang mengaggap lebih islami daripada model Gerakan atau model dakwah yang dikembangkan Nahdlatul Ulama. Jadi, sekelompok kecil sebetulnya, yang terpengaruh paham-paham dari luar, ini melakukan infiltrasi dari sosial media dan seterusnya, yang tidak jarang ada sebagian dari warga kita juga ikut-ikutan. 

 

Padahal, tidak jarang sebenarnya, justru kalau kita melihat dari tokoh-tokoh agama dunia yang datang ke PBNU, justru menunjukkan satu fenomena bahwa mereka merindukan satu model dakwah seperti di Indonesia, yang berhasil tidak mempertentangkan antara agama dan budaya. Tempat lain, justru banyak sekali benturan antara agama dan budaya, karena justru menjadi konflik antar agama, konflik antar suku dan sebagainya.

 

Peran dari model dakwah Islam Nusantara ini, mengingatkan kembali dakwah Islam Indonesia, terlebih kepada dunia. Bahwa, sebenarnya dakwah Islam sebagaimana ajaran Nabi Muhammad Saw, itu merupakan model ajaran yang sempurna. 

 

Kenapa? Karena Islam itu agama yang mengajarkan kemanusiaan, Islam merupakan agama yang luhur yang meletakkan kemanusiaan itu di atas segalanya. Sehingga, ketika adanya perbedaan, baik itu perbedaan suku, perbedaan golongan, itu semuanya tidak dipertentangkan, sehingga melahirkan satu konflik. Nah, peran PCINU di berbagai negara ini sebagai duta-duta perdamaian, ini adalah memiliki tugas untuk mengusung konsep atau gagasan Islam Nusantara ini, satu prototype Islam Nusantara ini, menjadi satu pandangan dunia.

 
Dalam diplomasi perdamaian itu, apa peran dan fungsi dari PCINU? Bagaimana format dan mekanismenya? 

 

Teman-teman PCINU bisa hadir dalam konteks percaturan global dengan meletakkan dirinya sebagai bagian dari solusi. Bukan menjadi bagian dari masalah itu sendiri. Konflik-konflik yang berada di Timur Tengah itu misalnya, seperti yang pernah terjadi di Afghanistan, teman-teman NU yang berkomunikasi dengan para ulama di sana, berhasil meluruskan pandangan bahwa mengedepankan konflik tidak akan pernah membangun sebuah peradaban. 

 

Nah, tugas dari PCINU itu yang paling utama, yakni menguatkan konsolidasi warga negara Indonesia yang berada di negara-negara setempat ini melakukan Khidmah, sekaligus konsolidasi, kaderisasi dan komitmen ke-NU-an. Bahwa, sebetulnya sebagai warga NU kita memiliki dua amanah sekaligus, yakni amanah diniyyah (amanah keagamaan) dalam peran tafaqquh fi ad-diin, sedangkan peran kedua, yakni peran kebangsaan (amanah wathaniyyah).

 

Terkait melimpahnya santri yang menimba ilmu dan bekerja profesional di lintas negara, apa harapannya? Bagaimana Pak Sekjen membayangkan santri masa depan, adakah keahlian dan ciri khas khusus?

 

Saya berharap santri yang belajar di luar negeri, tidak melulu belajar ilmu agama, bahwa tantangan dan perubahan zaman itu memerlukan santri-santri dengan multi-disiplin ilmu yang digeluti. 

 

Jadi, santri-santri yang menguasai teknologi informasi, menggeluti fisika, yang mengerti tentang ilmu kedokteran, yang mengerti tentang ekonomi, ini menurut saya sudah harus mulai diperbanyak. Sehingga, Ketika pulang nanti, ada banyak ruang-ruang kosong, yang selama ini tidak diisi oleh santri NU, bisa dimaksimalkan perannya. 

 

Sekarang, kan kalau mau jujur, lebih banyak santri-santri NU, baik di dalam negeri atau yang baru pulang dari luar itu, masih mengisi disiplin ilmu keagamaan. Saya harapkan nanti ke depan, akan diperluas. Meskipun sekarang sudah banyak, sudah mulai muncul, yakni teman-teman santri yang menggeluti disiplin non ilmu agama ini sudah mulai merambah. Saya harapkan, ke depan seperti itu, semakin banyaknya santri-santri yang menggeluti sains.