Jakarta, NU.Online
Persoalan visi dan misi dalam hajatan kongres memang selalu menarik untuk diungkap. Hal ini menyangkut arah dan perjuangan organisasi ke depan. Apalagi dalam kongres kali ini salah satu agenda strategis yang dimunculkan, adalah "mengembalikan" IPNU dan IPPNU kepada orientasi kepelajaran, kenapa ? Ikatan Pelajar.
Sejarah kelahiran IPNU (Semarang, 24 Februari 1954) dan IPPNU (Solo, 2 Maret 1955) justru banyak "diurus" pelajar dan santri, diantaranya Tsamrotul Mustafidin di Surabaya (11 Oktober 1936), PERSANO (Persatoean Santri Nahdlatoel Oelama, 1936), PAMNO (Persatoean Anak Moerid Nahdlatoel Oelama, Malang, 1941), dan sebagainya.
<>Dari segi "timing" juga pas, mengingat IPNU/IPPNU yang semula "Ikatan Pelajar" pada kurun 1954-1988 mengubah diri menjadi "Ikatan Putra/Putri" pada Kongres di Jombang pada 29-31 Desember 1988 akibat "tekanan" Orde Baru yang hanya mengakui OSIS dan Pramuka, padahal "perubahan kelamin" dalam kurun 1988-2003 (15 tahun) justru banyak merugikan IPNU/IPPNU, diantaranya "Ikatan Putra/Putri" dimanfaatkan oknum pengurus untuk mengesahkan IPNU/IPPNU yang bukan organisasi pelajar sehingga tidak ada salahnya mengurus politik. Mungkin, tindakan oknum itu dapat dipahami, namun "dunia" IPNU menjadi tak terurus.
Nah, timing itu kini sudah ada seiring era reformasi dan hal itu telah dimulai IPNU dengan "Deklarasi Makassar" pada 25 Maret 2000, sehingga Kongres kali ini tinggal meresmikan atau memproklamirkan komitmen itu secara organisatoris yakni "IPNU harus diubah menjadi Ikatan Pelajar NU dan IPPNU menjadi Ikatan Pelajar Putri NU". Pasalnya, tanpa ketegasan orientasi atau komitmen justru akan membuat IPNU/IPPNU menjadi organisasi yang "lolos" dari "tekanan" Orde Baru tapi "masuk" ke dalam jebakan organisasi
Katakanlah, IPNU/IPPNU menjadi "Ikatan Pelajar" adalah kebutuhan, bahkan kebutuhan itu sudah tak dapat ditawar-tawar lagi, mengingat kelompok pelajar/santri saat ini hampir tak terkendali dengan munculnya fenomena narkoba, video porno, free sex, tawuran pelajar, kenakalan remaja, fundamentalisme pelajar, dan bahkan fenomena anti agama! Kalau IPNU/IPPNU tidak kembali kepada mereka, mereka akan semakin tak terkendali...
Masalahnya, bagaimana dengan "nasib" mahasiswa dan remaja yang menjadi bagian dari IPNU/IPPNU tapi tidak tergolong pelajar/santri? Jawabannya mudah, peserta Kongres dapat merumuskan batasan usia. Idealnya, batasan maksimal adalah 30 tahun. Kenapa? Sebab, usia maksimal mahasiswa lulus adalah 27 tahun (sarjana sosial) dan 31 tahun (sarjana eksakta). Idealnya, IPNU/IPPNU memang dipimpin pelajar/santri, tapi pemimpin dengan orientasi kepelajaran merupakan hal yang lebih penting.
Yang jelas, mengubah nama IPNU/IPPNU menjadi "Ikatan Pelajar" juga lebih penting untuk orientasi itu, sebab dengan menjadi "Ikatan Pelajar" maka perdebatan visi di kalangan internal akan terselesaikan dengan sendirinya dan tinggal mengembangkan visi ke kalangan eksternal seperti madrasah/sekolah dan pesantren dengan membentuk komisariat IPNU/IPPNU di sekolah/pesantren sebanyak mungkin atau sekedar melakukan perkaderan kepada pelajar/santri.
Jadi, IPNU/IPPNU sebagai Ikatan Pelajar akan berperan dalam melakukan pembinaan santri/pelajar dalam tiga langkah, yakni: pendirian komisariat melalui koordinasi kiai/kepala sekolah Pengkaderan
1 Makesta Santri/Pelajar disertai pemberian KTA
2 Latihan Kader Muda Santri/Pelajar
3 Latihan Pengembangan Minat/Bakat Santri/Pelajar
4 Diskusi/Forum Kajian untuk Santri/Pelajar
5 Kerjasama Program: IPNU-OSIS adakan workshop
6 Program IPNU/IPPNU untuk Santri/Pelajar: Lomba Matematika
Langkah-langkah itu dapat dilakukan dengan tahapan konsolidasi dalam setahun atau setengah tahun, tahapan pemantapan partisipasi dalam setahun atau setengah tahun, dan tahapan pemantapan kaderisasi dalam akhir kepengurusan. Bagaimana pun, lambang IPNU/IPPNU sudah jelas yakni "dua bulu ayam" (melambangkan alat tulis) dan "dua buku" (melambangkan ilmu agama dan ilmu umum), apalagi motto IPNU adalah Belajar, Berjuang, dan Bertakwa. Lainnya, tidak!
(Kd-JT/Py/E.M)
Terpopuler
1
KH Thoifur Mawardi Purworejo Meninggal Dunia dalam Usia 70 tahun
2
Targetkan 45 Ribu Sekolah, Kemendikdasmen Gandeng Mitra Pendidikan Implementasi Pembelajaran Mendalam dan AI
3
Taj Yasin Pimpin Upacara di Pati Gantikan Bupati Sudewo yang Sakit, Singgung Hak Angket DPRD
4
Kuasa Hukum Rakyat Pati Mengaku Dianiaya hingga Disekap Berjam-jam di Kantor Bupati
5
Amalan Mengisi Rebo Wekasan, Mulai Mandi, Shalat, hingga Yasinan
6
Ramai Kritik Joget Pejabat, Ketua MPR Anggap Hal Normal
Terkini
Lihat Semua