Warta

Ulama Se-Jawa Minta PBNU Gelar Munas Akbar

NU Online  ·  Rabu, 24 Maret 2004 | 23:22 WIB

Jakarta, NU Online
Ulama se-Jawa dan Sumatera meminta PBNU mengadakan Munas (musyawarah nasional) akbar yang melibatkan PW se-Indonesia, ulama pesantren dan kiai berpengaruh se-Indonesia untuk mengambil keputusan pasca Pemilu legislatif.

Keputusan itu merupakan salah satu dari tiga butir keputusan dalam pertemuan ulama se-Jawa dan Sumatera di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jatim, Rabu malam, yang disampaikan Rois Syuriah PBNU KH Mustofa Bisri (Gus Mus) selaku pengundang.

<>

Dalam konferensi pers yang didampingi KH Yusuf Hasyim (Pak Ud) selaku tuan rumah dan beberapa ulama lainnya, Gus Mus menyatakan para ulama se-Jawa dan Sumatera juga mengimbau para kiai/ulama untuk tidak terlibat dalam dukung-mendukung, karena akan membingungkan dan meresahkan.

Selain itu, pertemuan yang dihadiri 53 ulama itu juga memohon agar silaturrahim ulama terus berkelanjutan dengan dihadiri seluruh ulama tanpa terbagi dalam kelompok-kelompok tertentu.

"Saya bersyukur atas hadirnya KH Abdullah Faqih (Langitan, Tuban, Jatim), KH Abdurrahman Chudlori (Tegalrejo, Jawa Barat), dan KH Muchit Muzadi (Jember, Jatim). Semuanya diundang ke sini, termasuk Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid, Ketua Dewan Syuro DPP PKB)," kata Gus Mus selaku juru bicara pertemuan itu.

Menurut dia, ada ulama yang diundang tapi tak memberikan jawaban yakni Gus Dur, KH Ali Yafie (Jakarta), dan KH Ilyas Ruchiyat (Tasikmalaya, Jawa Barat), sedangkan ulama yang diundang tapi pamit tidak hadir adalah KHA Sahal Mahfud (Rois Aam PBNU/Jateng) dan KH Maemun Zuber (Sarang, Jateng).

Ditanya kemungkinan tetap adanya dukung-mendukung, Gus Mus menyatakan pertemuan Tebuireng hanya bersifat imbaun, karena itu tak ada sanksi bagi ulama.

"Kalau dalam istilah fiqih (hukum Islam) itu ada istilah qoul qodim (pernyataan lama) dan qoul jadid (pernyataan baru)," katanya.

Sementara itu, Pak Ud menambahkan pertemuan di Tebuireng bukan forum tandingan terhadap kiai khos/senior dan kiai ’am, karena semua kiai yang disebut telah diundang dan hadir di Tebuireng.

"Jadi, tak ada poros-poros itu, apakah poros Langitan-Buntet atau poros Lirboyo-Rembang, karena semua poros hadir di sini," katanya. Dalam pertemuan itu, katanya, para kiai juga menyinggung untuk tidak mentolerir orang PKI menjadi calon legislatif (caleg).

"Alasannya sederhana, PKI itu telah melukai dan mengkhianati bangsa Indonesia dalam dua kali yakni tahun 1948 dan tahun 1965. Masak diberi kesempatan untuk ketiga kalinya, apalagi para keluarga korban PKI telah menyatakan keberatan atas keputusan Mahkamah Konstitusi di PBNU pada 12 Maret lalu," katanya.

Pertemuan yang diawali dengan ziarah ke makam tiga pendiri NU di Tebuireng, Tambakberas, dan Denanyar (Jombang) itu dihadiri Gus Mus, Pak Ud, KH Abdullah Faqih (Langitan), KH Abdurrahman Chudlori (Tegalrejo), KH Muchit Muzadi (Jember), KH Drs A Hasyim Muzadi (Ketua Umum PBNU), dan KH Cholil Bisri (Rembang, Jateng).

Selain itu, KH Idris Marzuki (Lirboyo, Kediri, Jatim), KH Zainuddin Djazuli (Ploso, Kediri, Jatim), KH Fawaid As’ad (Situbondo, Jatim), KH Noer Iskandar SQ (Jakarta), KH Warson dan KH Zainal Abidin (Krapyak, Yogyakarta), dan KH Anwar Mahrus (Lirboyo, Kediri, Jatim).

Ulama lainnya adalah Habib Ali Al-Jufri (Pekalongan, Jateng), KH Aminuddin Ibrahim (Pandeglang, Jawa Barat), KH Satibi (Banten, Jawa Barat), KH Affandi (Ogan Komering Ulun, Lampung), KH As’ad Umar (Peterongan, Jombang, Jatim), dan ulama lain dari Palembang.

Dalam pencalonan Gus Dur sebagai presiden, para ulama Langitan-Buntet cenderung mendukung Gus Dur dan menyerahkan persetujuan kepada Gus Dur, sedangkan para ulama Lirboyo-Rembang cenderung kepada capres di luar Gus Dur dengan alasan fikih (hukum Islam), sebab Gus Dur berhalangan secara fisik/kesehatan.(red)