Warta

Tanpa Gus Dur PKB Bisa Gawat

NU Online  ·  Senin, 11 Agustus 2008 | 03:01 WIB

Jakarta, NU Online
Sejumlah pihak menilai keberadaan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) bisa terancam jika tidak dikomandoi langsung oleh tokoh sekaligus Ketua Umum Dewan Syuro DPP PKB KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

“Tanpa Gus Dur PKB pada pemilu 2009 mendatang bisa gawat,” kata ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI,” Effedy Choirie. Karena itu para pimpinan PKB akan terus mendorong Muhaimin Iskandar dan Lukman Edy untuk segera bertemu (sowan) Gus Dur.<>

Secara yuridis, PKB telah kembali kepada kepengurusan Semarang, maka secara otomatis Gus Dur tetap sebagai Ketua Dewan Syuro dengan segala produk Muktamar Semarang.

”Gus Dur sebagai pimpinan tertinggi dewan syuro. Karena itu surat-surat tidak sah jika hanya ditandatangani oleh hanya dewan syuro atau hanya dewan tanfidz. Jadi, kita harus tunduk pada hukum, karena akhir dari politik itu adalah hukum agar tidak terjadi anarkis,” kata Effendy dalam dialog demokrasi bertajuk “Islah dan masa depan PKB” di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Jumat (8/8) lalu.

Dikatakannya, jika sampai hari ini masih ada kesan kubu-kubuan, maka Muhaimin sebagai pimpinan harus akomodatif. “Yang dibutuhkan adalah kepemimpinan dan tetap bersama Gus Dur. Jadi, Muhaimin harus menemui Gus Dur untuk mempertegas langsung bahwa beliau sebagai Ketua Umum Dewan Syuro,” katanya.

Pengamat politik Fachry Ali dalam dialog itu berharap kepada Muhaimin dan Lukman Edy agar tidak sering syukuran dan banyak senyum atas kemenangan legal formal. Kubu Muhaimin harus tawaddhu’ dan rendah hati, melihat secara riil bahwa pengaruh Gus Dur masih sangat kuat.

“Jadi, kalau Gus Dur bukan ketua umum dewan syuro DPP PKB, itu tragedi politik karena simbol PKB itu Gus Dur,” tandas Fachry Ali. Menurut Fachry Ali simbol-simbol politik warga NU itu ada di Gus Dur.

Kiai-kiai yang ada di NU, katanya, apakah kiai langitan, kiai khos, kiai kampung dan sebagainya itu kemunculannya didorong oleh Gus Dur. Sebelumnya para kiai itu merupakan kiai-kiai yang tidak mampu mengartikulasikan aspirasi politik warga NU.

Dikatakannya, dengan kembalinya format PKB kepada kepengurusan Muktamar PKB Semarang Mei 2005 maka para pimpinan partai harus mengembalikan peran Gus Dur sebagai Ketua Umum Dewan Syuro dan sebagai simbol politik NU.

“Kalau saya baca, dengan membubarkan tim mediasi itu berarti Gus Dur siap islah. Karena itu PKB sebagai satu-satunya partai yang lahir di era reformasi dan tidak melibatkan tokoh-tokoh Orba itu harus diselamatkan, daripada terjebak pada faksionisme-kubu-kubaan. Bahwa PKB ini partai alternatif untuk memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara ke depan,” tandas Fachry lagi. (nif/nam)